Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Tepis Berbagai Hoaks Terkait Tercecernya KTP Elektronik

Kompas.com - 28/05/2018, 17:28 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri menepis berbagai informasi bohong atau hoaks terkait peristiwa tercecernya KTP elektronik di Jalan Raya Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Sabtu (26/5/2018).

Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh menepis informasi akun Twitter @hulk_idn yang menyatakan ada KTP elektronik nasional yang dibuat di Beijing, China, hingga akhir Mei tahun ini. Adapun KTP yang tercecer dinilai hasil produksi dari Beijing.

Kicauan di Twitter tersebut telah di-retweet sekitar 1.300 kali, 1.900 likes, dan 190 komentar.

"Untuk inilah yang perlu disikapi. Ada di Twitter seperti, 'Sedang dibuat KTP di Beijing, China, paling lambat akhir Mei tahun ini dan terbukti 26 Mei 2018 banyak KTP data asing yang berceceran'. Itu tidak benar," kata Zudan dalam konferensi pers di Kemendagri, Jakarta, Senin (28/5/2018).

Baca juga: Kemendagri Perketat Penerapan SOP Pemindahan E-KTP

Ia juga membantah foto yang menampilkan gudang besar berisi KTP elektronik merupakan bagian dari pabrik produksi dan penyimpanan KTP elektronik palsu.

Gudang tersebut murni untuk penyimpanan barang inventaris Kemendagri, termasuk KTP elektronik yang sudah invalid atau rusak.

Sejumlah kardus yang ditumpuk tak semuanya berisi e-KTP, melainkan dokumen kertas milik Kemendagri. E-KTP hanya sebagian kecil barang yang disimpan di gudang tersebut

"Ini adalah gudang resmi Kemendagri di (Kabupaten) Semplak. Bukan menyembunyikan KTP elektronik, itu adalah hoaks. Gudang itu benar dan tidak ada KTP palsu," kata Zudan.

Kemendagri memastikan seluruh e-KTP yang tersimpan di gudang adalah asli, namun rusak atau invalid.

Baca juga: Polisi Tidak Temukan Unsur Pidana Dalam Kasus Ribuan E-KTP Tercecer di Bogor

Zudan membenarkan terkait viralnya salah satu foto e-KTP dengan domisili di Muara Enim, Sumatera Selatan. Namun demikian, identitas tersebut bukan atas nama warga negara asing sebagaimana yang sempat beredar di media sosial.

KTP itu merupakan salah satu KTP invalid atau rusak dari warga yang berdomisili di Muara Enim, Sumatera Selatan. Ia memaparkan, e-KTP keluaran 2010-2014 pada dasarnya dicetak di pusat, lalu didistribusikan ke daerah.

Sementara itu, e-KTP keluaran 2014 seterusnya dicetak di daerah masing-masing. Jika ada kerusakan, e-KTP yang ada dikembalikan ke pusat untuk dikirimkan blanko pengganti.

"Kalau ada yang rusak maka dikirim kembali ke pusat. Jadi yang tercecer macam-macam (asal domisilinya) ada dari Banyuwangi, Sumsel dan sebagainya. Ini untuk menjawab KTP-nya kok di pusat," kata dia.

Baca juga: Ekspedisi Pembawa Ribuan E-KTP yang Tercecer di Bogor Diberikan Sanksi

Terakhir, Zudan membantah e-KTP yang tercecer disalahgunakan untuk kepentingan politik maupun pihak asing.

Kemendagri telah menugaskan 50 staf Dukcapil untuk memotong bagian ujung kanan atas e-KTP invalid atau rusak agar tak disalahgunakan untuk kepentingan apa pun.

"Sudah dipastikan tidak ada lagi keraguan untuk kepentingan lain. Dari pagi tadi 50 staf Dukcapil sudah lakukan proses pemotongan. Jadi tidak digunakan untuk kepentingan pileg, pilkada, dan pilpres," kata Zudan.

Kompas TV Puluhan ribu warga Kabupaten Bone Sulawesi Selatan belum melakukan rekaman kartu tanda penduduk elektronik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Fadli Zon Sebut Tak Ada Pemerkosaan Massal Mei 1998, Usman Hamid: Kekeliruan yang Fatal
Fadli Zon Sebut Tak Ada Pemerkosaan Massal Mei 1998, Usman Hamid: Kekeliruan yang Fatal
Nasional
Komdigi: Media Harus Berkualitas, untuk Bentengi Misinformasi
Komdigi: Media Harus Berkualitas, untuk Bentengi Misinformasi
Nasional
Rantai Pasok Minyak Dinilai Akan Terganggu Jika Konflik Iran-Israel Berkepanjangan
Rantai Pasok Minyak Dinilai Akan Terganggu Jika Konflik Iran-Israel Berkepanjangan
Nasional
Fase Kepulangan, 14 Asrama Haji Siap Sambut Jemaah di Tanah Air
Fase Kepulangan, 14 Asrama Haji Siap Sambut Jemaah di Tanah Air
Nasional
Serangan Israel ke Iran Dinilai Patut Dikecam
Serangan Israel ke Iran Dinilai Patut Dikecam
Nasional
Israel Bombardir Iran, Said Abdullah Desak Pemerintah Indonesia Ambil Sikap Tegas lewat PBB
Israel Bombardir Iran, Said Abdullah Desak Pemerintah Indonesia Ambil Sikap Tegas lewat PBB
Nasional
Industri Pertahanan Dinilai Bisa jadi Wadah Anak Muda Berkembang
Industri Pertahanan Dinilai Bisa jadi Wadah Anak Muda Berkembang
Nasional
Ketua MA Bakal Kirim 'Mystery Shopper” untuk Awasi Hakim
Ketua MA Bakal Kirim "Mystery Shopper” untuk Awasi Hakim
Nasional
JK Tegaskan 4 Pulau Milik Aceh, Diatur UU 24/1956
JK Tegaskan 4 Pulau Milik Aceh, Diatur UU 24/1956
Nasional
Litbang Kompas: 78,3 Persen Publik Yakin Prabowo Mampu Tuntaskan Kasus Korupsi
Litbang Kompas: 78,3 Persen Publik Yakin Prabowo Mampu Tuntaskan Kasus Korupsi
Nasional
Ini Saran Jimly untuk Prabowo dalam Pemberantasan Korupsi
Ini Saran Jimly untuk Prabowo dalam Pemberantasan Korupsi
Nasional
Situasi Timur Tengah Memanas, Kemenlu Minta WNI Tunda Perjalanan ke Israel dan Iran
Situasi Timur Tengah Memanas, Kemenlu Minta WNI Tunda Perjalanan ke Israel dan Iran
Nasional
Soal Rekrutmen 24.000 Tamtama, Pengamat Militer: Perlu Kerangka Operasional...
Soal Rekrutmen 24.000 Tamtama, Pengamat Militer: Perlu Kerangka Operasional...
Nasional
Ratusan WNI Masih Ada di Iran Saat Serangan Israel ke Teheran, Mayoritas Pelajar
Ratusan WNI Masih Ada di Iran Saat Serangan Israel ke Teheran, Mayoritas Pelajar
Nasional
BPKP Rincikan Kerugian Negara Rp 578 M Akibat Impor Gula Era Tom Lembong
BPKP Rincikan Kerugian Negara Rp 578 M Akibat Impor Gula Era Tom Lembong
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau