Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dimas Oky Nugroho

Pengamat politik ARSC. Founder Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP)

Politik Mental Tinggi

Kompas.com - 19/08/2018, 15:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pertarungan politik seperti pemilu presiden, hari ini, di mata sebagian besar rakyat sesungguhnya bukanlah persoalan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Bagi masyarakat secara umum tentunya mereka berharap bahwa siapapun pemenangnya maka pemerintahan tersebut dapat membawa perbaikan dalam hal kesejahteraan dan kehidupan mereka. 

Pemerintahan yang menghasilkan sebuah kebermanfaatan dan kemaslahatan kepada peri kehidupan rakyat pertama-tama harus menyadari bahwa yang paling utama adalah memastikan hadirnya 'keberesan-keberesan' dalam aspek dan proses politik yang menjadi fundamental sebuah eksistensi negara-bangsa. 

Politik pertama-tama dan selalunya, semestinya menyangkut aspek partisipasi rakyat yang sejati. 

Partisipasi yang sejati itu seperti apakah? Tentunya bukan partisipasi yang hanya sekadar bertumpu pada angka ataupun jumlah, statistik mayoritas-minoritas, atau penuh dengan euforia dan citra tapi sejatinya dangkal dan artifisial. 

Namun partisipasi yang berdasarkan kualitas, sebuah demokrasi yang bermutu, sebuah politik yang melahirkan keadaban, kesadaran, visi kesejahteraan yang luas serta keberlanjutan, dan karenanya bermanfaat bagi seluruh rakyat.

Guna menjadi sebuah demokrasi yang bermutu dan bermanfaat maka politik sebagai fundamental harus ditempatkan sebagai upaya penguatan sumber daya, watak dan nalar, kewarasan, dan kebajikan pada aspek tanggung jawab dan perilaku yang konstruktif. 

Untuk itu, politik harus berlandas pada upaya pembentukan karakter atau watak individu yang positif, baik rakyatnya maupun para pemimpinnya. 

Karakteristik watak individu yang positif pada gilirannya akan membangun sebuah watak karakteristik negara-bangsa yang positif pula. Warganya hebat, bangsanya kuat, negaranya selamat.

Pertandingan olah raga yang tujuannya menghibur dan mengajarkan sportifitas jika dilakukan penuh kecurangan dan akal-akalan, 'hanya demi menang', akan membawa rasa jengah terhadap tontonan yang tak bermutu, tak membawa nilai tambah, malah menginspirasi perilaku negatif. 

Politik karenanya adalah nilai-nilai kebajikan, virtue, kemaslahatan bersama, bukan kepentingan 'aku' atau 'kami' yang menjadi tujuan, namun kepentingan 'kita' semua, 'kita bersama' sebagai sebuah keutamaan.

Oleh karenanya, sebuah kesenjangan sosial ekonomi adalah musuh bersama, ketimpangan Jakarta dan luar Jakarta adalah pengkhianatan cita-cita republik. Perilaku dan kepentingan (individu) yang korup dan menolak memahami tanggung jawab sosial sebagai sebuah bangsa yang berkeadilan adalah lawan politik negara-bangsa Pancasila. 

Jika politik dipandang sebagai sebuah pertarungan, dalam konteks demokrasi liberal sebagai misal, maka para aktor politik harus memainkannya dengan penuh nilai-nilai dan jiwa ksatria. Saya menyebutnya sebagai politik mental tinggi. Sekali lagi, bukan asal aku dan kelompokku, atau asal mementingkan hasil atau kemenangan, namun kenyataannya menzalimi proses dan membunuh nalar serta moral.

Kemerdekaan Indonesia yang penuh liku, darah dan airmata diperjuangkan dengan politik mental tinggi ini. Oleh karena itulah pada setiap tanggal 17 Agustus kita selalu merayakan kemerdekaan Indonesia.

Kemerdekaan dari apa? Kemerdekaan dari watak dan perilaku eksploitatif dari sebuah sistem bernama kolonialisme, ekonomi-politik-sosbud, dari sejumlah kelompok manusia yang satu, yang merendahkan dan membatasi kemanusiaan serta memiskinkan kelompok manusia yang lain.

Kita merayakan kemerdekaan kita karena kita mampu melawan watak jahat eksploitatif tersebut. Kita melawan kolonialisme dengan politik mental tinggi, dengan kecerdasan, kejernihan sekaligus kesabaran, dengan watak dan jiwa ksatria, dengan keberanian dan kolektivitas yang menawan, 'sama rata-sama rasa'. Bukan karena kita penganut komunis! Tapi justru karena kita bangsa yang bertakwa kepada Tuhan, bergotong royong, dan paham bahwa agama apapun membenci kezaliman, kemunafikan, kepongahan, dan perpecahan!

Halaman:
Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Panjat Pinang di Atas Air Kalimalang, BPBD dan Damkar Siaga
Panjat Pinang di Atas Air Kalimalang, BPBD dan Damkar Siaga
Nasional
Indonesia Kecam Keras Rencana Netanyahu soal Israel Raya
Indonesia Kecam Keras Rencana Netanyahu soal Israel Raya
Nasional
KPK Ungkap Ada Komitmen “Fee” hingga 7.000 Dollar AS dalam Kasus Kuota Haji
KPK Ungkap Ada Komitmen “Fee” hingga 7.000 Dollar AS dalam Kasus Kuota Haji
Nasional
Iwan Kurniawan Bantah Terlibat di Kasus Sritex, Kejagung: Nanti Diungkap di Persidangan
Iwan Kurniawan Bantah Terlibat di Kasus Sritex, Kejagung: Nanti Diungkap di Persidangan
Nasional
Ibu Asal Surabaya Nekat Cari Kerja di Malaysia Tanpa Paspor, Menteri Karding: Waduh, Gawat!
Ibu Asal Surabaya Nekat Cari Kerja di Malaysia Tanpa Paspor, Menteri Karding: Waduh, Gawat!
Nasional
Bupati Pati Sudewo Kembalikan Uang Kasus Korupsi DJKA, KPK: Tak Hapus Unsur Pidananya
Bupati Pati Sudewo Kembalikan Uang Kasus Korupsi DJKA, KPK: Tak Hapus Unsur Pidananya
Nasional
PDI-P Sudah Komunikasi dengan Kemenkum soal Pendaftaran Pengurus 2025-2030
PDI-P Sudah Komunikasi dengan Kemenkum soal Pendaftaran Pengurus 2025-2030
Nasional
Kasus Dokter Syahpri di RSUD Sekayu, Menkes: Kalau Tidak Puas, Tidak Gunakan Kekerasan
Kasus Dokter Syahpri di RSUD Sekayu, Menkes: Kalau Tidak Puas, Tidak Gunakan Kekerasan
Nasional
MK Tolak Gugatan Pensiunan Pegawai Kemenlu soal Gaji Pokok yang Belum Dibayar
MK Tolak Gugatan Pensiunan Pegawai Kemenlu soal Gaji Pokok yang Belum Dibayar
Nasional
Kemenkes Beri Hadiah Rp 50 Juta untuk Puskesmas Penemu Kusta Terbanyak di Tangerang
Kemenkes Beri Hadiah Rp 50 Juta untuk Puskesmas Penemu Kusta Terbanyak di Tangerang
Nasional
Alasan Silfester Matutina Belum Dieksekusi: Sempat Hilang hingga Pandemi Covid-19
Alasan Silfester Matutina Belum Dieksekusi: Sempat Hilang hingga Pandemi Covid-19
Nasional
Hasto 'Hattrick' Jadi Sekjen PDI-P, Ganjar: Ada Turbulensi Politik, Seluruh Partai Paham
Hasto "Hattrick" Jadi Sekjen PDI-P, Ganjar: Ada Turbulensi Politik, Seluruh Partai Paham
Nasional
KPK Selidiki Kasus Dugaan Korupsi Tambang di Lombok
KPK Selidiki Kasus Dugaan Korupsi Tambang di Lombok
Nasional
Menkes Tak Akan Toleransi Aksi Kekerasan Terhadap Tenaga Medis
Menkes Tak Akan Toleransi Aksi Kekerasan Terhadap Tenaga Medis
Nasional
Kronologi Suap Dirut Inhutani V yang Kena OTT KPK, Minta Dibelikan Mobil Baru ke Swasta
Kronologi Suap Dirut Inhutani V yang Kena OTT KPK, Minta Dibelikan Mobil Baru ke Swasta
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau