Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hamdan Zoelva: Calon Anggota DPD Ilegal jika KPU Tak Jalankan Putusan PTUN soal OSO

Kompas.com - 14/02/2019, 08:50 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com â€” Mantan Ketua Mahkamah K onstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengatakan, langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengabaikan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sangat berbahaya.

Sebab, jika tak terbitkan SK DCT baru yang memuat nama OSO, dapat dikatakan tidak ada calon anggota DPD yang sah.

Hal ini disampaikan Hamdan seusai menjadi saksi ahli dalam sidang pemeriksaan KPU dan Bawaslu atas kasus dugaan pelanggaran kode etik di kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Rabu (13/2/2019).

"Misalnya KPU tidak mengeluarkan surat keputusan baru soal penetapan DCT DPD, maka dia nanti membuat surat suara itu dari mana? Nanti calon anggota DPD ilegal jadinya sebab tidak ada dasarnya," kata Hamdan.

Baca juga: KPU dan Bawaslu Disidang atas Dugaan Pelanggaran Etik dalam Kasus OSO

"Kan (SK) sudah dibatalkan oleh PTUN, pengadilan yang membatalkan. Bukan orang biasa itu," katanya.

Hamdan meminta KPU untuk lebih berhati-hati dalam mengambil sikap.

Masalah hukum seperti ini, menurut dia, sangat penting. Jika KPU tak jalankan putusan PTUN, hal itu akan sangat berbahaya bagi proses demokrasi Indonesia.

"Harus hati-hati. Jangan sampai pemilu terganggu," ujar Hamdan.

Baca juga: Ketua KPU Minta DKPP Tolak Seluruh Gugatan OSO soal Pelanggaran Etik

Sebelumnya, KPU memutuskan untuk tidak menerbitkan surat keputusan (SK) DCT anggota DPD yang baru.

Menurut Ketua KPU Arief Budiman, tak ada perubahan DCT karena OSO tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik hingga batas waktu yang ditentukan, yaitu Selasa (22/1/2019).

Oleh karena itua, SK DCT anggota DPD yang ditetapkan KPU pada 20 September 2018 dianggap masih berlaku hingga saat ini.

Baca juga: Pengamat: KPU Korban Putusan Hukum yang Bertabrakan Terkait Kasus OSO

Arief mengatakan, meskipun bunyi putusan pengadilan tata usaha negara (PTUN) membatalkan SK DCT, hal itu tak berlaku jika OSO tak menyerahkan surat pengunduran diri.

Putusan PTUN memerintahkan KPU mencabut SK DCT anggota DPD yang tidak memuat nama OSO. Majelis hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.

Dalam pandangan KPU, putusan PTUN itu satu klausul dan tidak bisa dimaknai secara terpisah. SK DCT batal hanya jika OSO mau menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik sebagai syarat pencalonan anggota DPD.

Kompas TV Pendukung Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) berunjuk rasa di depan kantor KPU, Jakarta Pusat. Dalam unjuk rasa yang mereka namakan Aksi Bela OSO ini, mereka meminta KPU meloloskan OSO dalam daftar calon tetap DPD RI. Lalu bagaimana nasib pencalonan OSO sebagai caleg DPD setelah KPU tak memasukkannya dalam daftar calon tetap caleg DPD? Bagaimana pula sikap Partai Hanura yang menaungi OSO? Simak pembahasannya bersama Ketua DPP Partai Hanura Dodi Abdul Kadir dan Pakar Hukum Tata Negara Profesor Juanda berikut ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE
Baca tentang


Terkini Lainnya
Puan Ingatkan Pemerintah Tak Lengah Terkait Kembali Naiknya Covid-19
Puan Ingatkan Pemerintah Tak Lengah Terkait Kembali Naiknya Covid-19
Nasional
KPK Sita Uang Rp 1,9 Miliar Terkait Kasus Pemerasan Izin TKA Kemenaker
KPK Sita Uang Rp 1,9 Miliar Terkait Kasus Pemerasan Izin TKA Kemenaker
Nasional
Soal Peningkatan Kasus Covid-19, Puan: Pemerintah Tidak Boleh Lengah
Soal Peningkatan Kasus Covid-19, Puan: Pemerintah Tidak Boleh Lengah
Nasional
Wamen PUPR Diana Kusumastuti Diperiksa 6 Jam di Kejagung soal Proyek Rumah Eks Pejuang Timtim
Wamen PUPR Diana Kusumastuti Diperiksa 6 Jam di Kejagung soal Proyek Rumah Eks Pejuang Timtim
Nasional
Kemhan Buka Peluang Pembelian Pesawat Tempur China J-10 C
Kemhan Buka Peluang Pembelian Pesawat Tempur China J-10 C
Nasional
Respons Pimpinan DPR dan MPR soal Surat Usulan Pemakzulan Gibran
Respons Pimpinan DPR dan MPR soal Surat Usulan Pemakzulan Gibran
Nasional
Diusulkan Jadi Dewan Kehormatan PSSI, Prabowo Setuju?
Diusulkan Jadi Dewan Kehormatan PSSI, Prabowo Setuju?
Nasional
Wamenaker Immanuel Temui Sekjen ISSA, Bahas Sistem Jaminan Sosial untuk Pekerja Digital
Wamenaker Immanuel Temui Sekjen ISSA, Bahas Sistem Jaminan Sosial untuk Pekerja Digital
Nasional
Gibran “Unfollow' Akun Terkait Judol: Berganti Username 7 Kali, Sudah Lapor ke Komdigi
Gibran “Unfollow" Akun Terkait Judol: Berganti Username 7 Kali, Sudah Lapor ke Komdigi
Nasional
KPK Yakin Proses Ekstradisi Paulus Tannos Berjalan Lancar
KPK Yakin Proses Ekstradisi Paulus Tannos Berjalan Lancar
Nasional
PK Ditolak, Teddy Tjokro Tetap Dihukum Bayar Uang Pengganti Rp 20,8 M
PK Ditolak, Teddy Tjokro Tetap Dihukum Bayar Uang Pengganti Rp 20,8 M
Nasional
Prabowo Diusulkan Jadi Dewan Kehormatan PSSI
Prabowo Diusulkan Jadi Dewan Kehormatan PSSI
Nasional
Menag Ingatkan Jemaah Haji Tak Langgar Aturan Saat Wukuf: Jangan Ghibah dan Berucap Kotor
Menag Ingatkan Jemaah Haji Tak Langgar Aturan Saat Wukuf: Jangan Ghibah dan Berucap Kotor
Nasional
Paulus Tannos Jadi Buronan Pertama yang Dipulangkan Pakai Perjanjian Ekstradisi dengan Singapura
Paulus Tannos Jadi Buronan Pertama yang Dipulangkan Pakai Perjanjian Ekstradisi dengan Singapura
Nasional
Razia di Lapas Nabire, Ditjen Pas Sita Senjata Tajam dan Ponsel
Razia di Lapas Nabire, Ditjen Pas Sita Senjata Tajam dan Ponsel
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau