JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno menegaskan, PAN tidak memiliki rekam jejak sebagai partai yang selalu menjadi oposisi.
"Partai PAN itu enggak memiliki DNA menjadi oposisi," ujar Eddy saat ditemui di Fakultas Hukum UI, Depok, Jawa Barat, Senin (24/6/2019).
Eddy menceritakan, pada Pilpres 2014, PAN berada di koalisi oposisi yang saat itu mengusung Prabowo Subianto- Hatta Rajasa. Melihat besarnya komposisi partai koalisi, PAN memutuskan menyebrang ke koalisi Indonesia kerja (KIK) yang mengusung Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Baca juga: PAN: Kami Kubu yang Kalah, Tak Berharap Banyak Dapat Kursi Menteri
"Pada 2018 PAN pindah ke koalisi pemerintah. Kekuatan di parlemen pun menjadi berubah dan seimbang," ungkapnya kemudian.
Namun demikian, menurutnya, peran oposisi dalam parlemen sangat diperlukan. Sebab, oposisi berperan memberikan pendidikan politik dan mengkritik pemerintah jika ada kebijakan yang merugikan masyarakat.
Akan tetapi, seperti diungkapkan Eddy, tidak banyak partai politik di Indonesia yang memiliki kemampuan menjadi oposisi murni.
Baca juga: Wasekjen PAN: Rekonsiliasi Tak Mesti dengan Power Sharing
"Dibutuhkan kekuatan untuk menjadi oposisi, di Indonesia banyak parpol tidak memiliki kemampuan menjadi oposisi murni," jelasnya.
Di sisi lain, hingga saat ini PAN masih berada dalam koalisi adil dan makmur yang mengusung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Arah politik PAN akan diumumkan dalam musyawarah kerja nasional (Mukernas) yang rencananya digelar pada rentang waktu satu hingga dua bulan ke depan usai Mahkamah Konstitusi mengumumkan hasil sengketa Pilpres 2019.