Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LSM Menilai Sanksi dalan RUU Perlindungan Data Pribadi Masih Rancu

Kompas.com - 02/08/2019, 14:11 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar menilai sejumlah ketentuan mengenai sanksi yang diatur dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) masih rancu.

Wahyudi menjelaskan, dalam naskah RUU PDP yang beredar, ada sanksi administratif, denda, dan sanksi pidana.

Baca juga: Kemendagri Diminta Kaji Ulang Kerja Sama Data Kependudukan

 

Dia menilai RUU yang kini masih dibahas pemerintah itu masih cenderung mengikuti regulasi perlindungan data pribadi ala Uni Eropa (UE).

"Yang jadi pertanyaan, berapa besaran dendanya. Kalau mengacu pada perlindungan data milik UE, sanksinya 4 persen dari pendapatan perusahaan atau lembaga yang melakukan pelanggaran. Sampai sekarang masih rancu dalam RUU ini (PDP)," ujar Wahyudi dalam konferensi pers RUU PDP di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (2/8/2019).

Lebih lanjut, tuturnya, jika mengacu pada regulasi itu, persoalan nilai pendapatan perusahaan tidak bisa diprediksi.

Ia mendorong agar besaran denda langsung ditetapkan dalam nominal rupiah.

Baca juga: Dugaan Jual-Beli Data Kependudukan, Polri Sebut Oknum Pelaku Dapat Data dari Tempat Umum

 

Tak hanya itu, Wahyudi menyarankan agar sanksi pidana dihapuskan agar tidak tumpang tindih dengan sanksi pidana yang ada dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dirinya dan bersama sejumlah LSM lainnya juga mendesak RUU PDP tersebut segera disahkan.

Menurutnya, saat ini perlindungan data pribadi masyarakat rentan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Hal itu menyusul aturan yang tidak jelas di UU dalam mengatur perlindungan data pribadi.

Baca juga: Viral Indikasi Jual-Beli Data Kependudukan hingga Dilaporkan, Begini Kronologinya

 

"Pemberian akses data kependudukan oleh Kemendagri kepada lembaga swasta dan pemerintah berpotensi melanggar privasi masyarakat sebagai pemilik data. Ketidakjelasan definisi dan cakupan ruang lingkup data pribadi dalam UU Administrasi Kependudukan mendorong perlunya pengesahan RUU PDP," ujar Wahyudi.

RUU PDP, lanjut tuturnya, diharapkan segera selesai dan dapat secara komprehensif mengatur pengelolaan data pribadi.

Kebutuhan hal itu kian mendesak mengingat banyaknya kasus penyalahgunaan atau pemindahtanganan data pribadi oleh oknum tertentu.

Baca juga: Polri Kantongi Akun Pembuat Konten Dugaan Jual Beli Data Kependudukan

 

"Banyak kasus yang dilakukan dengan semena-mena, misalnya kasus pinjaman online, persekusi karena kebocoran data pribadi, dugaan jual-beli data kependudukan, sampai kepada polemik politik elektoral," paparnya kemudian.

Akibat tidak adanya rujukan perlindungan hukum yang memadai, lanjut Wahyudi, masyarakat kini tidak memiliki jaminan kepastian hukum dalam perlindungan data pribadi.

Maka dari itu, pemerintah dan DPR segera mempercepat proses pembahasan dan pengesahan RUU PDP.

Kompas TV Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri bertemu dengan pemilik akun twitter Hendra Hendrawan yang mengunggah isu dugaan jual beli data kependudukan di media sosialnya. Ditjen Dukcapil menegaskan laporan polisi ditujukan untuk mengungkap siapa pelaku jual beli data. Dalam pertemuan dengan Hendra Hendrawan, Direktorat Jendral Kependudukan dan Catatan Sipil kembali menyatakan laporan ke Mabes Polri terkait kasus dugaan praktik jual beli data kependudukan ditujukan untuk mencari pelaku jual-beli data penduduk bukan untuk pemilik akun twitter @hendralm. Kepada Hendra, Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh menyatakan mereka justru mengapresiasinya. Saat bertemu Ditjen Dukcapil pemilik akun twitter @hendralm menjelaskan beberapa modus yang digunakan oknum untuk mengumpulkan data. Mulai dari permintaan data diri di situs jual beli daring dan situs pembuka lowongan kerja penawaran pinjaman dana lewat SMS hingga menggunakan aplikasi cek KTP yang bukan milik pemerintah. Lewat modus ini menurut Hendra satu oknum bisa memiliki belasan hingga ratusan data kependudukan yang bisa diperjual-belikan. #DataPribadiBocor #KTPElektronik #HendraLM
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Komentar
berita kompas = berita bayar pengamat, berita apa kata direktur


Terkini Lainnya
Menaker Yassierli Tegaskan Komitmen Bangun Layanan Ketenagakerjaan Bebas KKN
Menaker Yassierli Tegaskan Komitmen Bangun Layanan Ketenagakerjaan Bebas KKN
Nasional
PDIP: Tak Ada Saksi yang Melihat Hasto Merintangi Kasus Harun Masiku
PDIP: Tak Ada Saksi yang Melihat Hasto Merintangi Kasus Harun Masiku
Nasional
Ahli UGM di Sidang Hasto: Orang yang Namanya Dijual untuk Tindak Pidana Tak Dibebani Tanggung Jawab
Ahli UGM di Sidang Hasto: Orang yang Namanya Dijual untuk Tindak Pidana Tak Dibebani Tanggung Jawab
Nasional
PKS Tegaskan Masuk Koalisi Pendukung Prabowo: Tidak Ada Perdebatan
PKS Tegaskan Masuk Koalisi Pendukung Prabowo: Tidak Ada Perdebatan
Nasional
Sidang Hasto, Kubu Hasto Cecar Ahli KPK soal Penyidik Jadi Saksi
Sidang Hasto, Kubu Hasto Cecar Ahli KPK soal Penyidik Jadi Saksi
Nasional
Kerja Sama dengan Korsel, Komdigi Bikin Digital Academy di Cikarang
Kerja Sama dengan Korsel, Komdigi Bikin Digital Academy di Cikarang
Nasional
Wamenham: Yang Sedang Ditulis adalah Sejarah Nasional, Bukan Sejarah Pelanggaran HAM
Wamenham: Yang Sedang Ditulis adalah Sejarah Nasional, Bukan Sejarah Pelanggaran HAM
Nasional
Komnas HAM Belum Diajak Fadli Zon untuk Tulis Ulang Sejarah Indonesia dengan Tone Positif
Komnas HAM Belum Diajak Fadli Zon untuk Tulis Ulang Sejarah Indonesia dengan Tone Positif
Nasional
Kemenkum Hadirkan 5.008 Pos Bantuan Hukum di Semua Desa
Kemenkum Hadirkan 5.008 Pos Bantuan Hukum di Semua Desa
Nasional
Hampiri Jaksa KPK, Hasto Tunjukkan Buku yang Ditulis di Penjara
Hampiri Jaksa KPK, Hasto Tunjukkan Buku yang Ditulis di Penjara
Nasional
HNW Sebut Surat Pemakzulan Gibran Sudah di Meja Ketua MPR RI
HNW Sebut Surat Pemakzulan Gibran Sudah di Meja Ketua MPR RI
Nasional
Surat Pemakzulan Gibran, HNW: MPR Baru Bisa Bahas Atas Usulan DPR
Surat Pemakzulan Gibran, HNW: MPR Baru Bisa Bahas Atas Usulan DPR
Nasional
DPR Janji Tindak Lanjuti Aspirasi Serikat Pekerja PT Pos Indonesia soal Hak Pensiun
DPR Janji Tindak Lanjuti Aspirasi Serikat Pekerja PT Pos Indonesia soal Hak Pensiun
Nasional
Cuaca Ekstrem Jelang Puncak Haji, Timwas Haji DPR Imbau Jemaah Siapkan Mental dan Fisik
Cuaca Ekstrem Jelang Puncak Haji, Timwas Haji DPR Imbau Jemaah Siapkan Mental dan Fisik
Nasional
Pengusaha yang Terbukti Korupsi APD Covid-19 Divonis 11 Tahun 6 Bulan Penjara
Pengusaha yang Terbukti Korupsi APD Covid-19 Divonis 11 Tahun 6 Bulan Penjara
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau