Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Try Sutrisno Usul UUD 1945 Dikaji Ulang dan Presiden Dipilih MPR

Kompas.com - 12/08/2019, 15:21 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno mengusulkan agar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dikaji ulang.

Menurut dia, amandemen sebanyak empat kali yang telah dilakukan sebelumnya merupakan hal yang keliru karena banyak yang melenceng dari ide awal.

"Bukan ada amandemen, tapi kaji ulang. Artinya empat kali (amandemen) itu diteliti lagi. Kaji ulang itu, yang asli dikembalikan," ujar Try usai acara dialog kebangsaan bertajuk 'Pancasila Perekat Kita, Satu Nusa Satu Bangsa' di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (12/8/2019).

"Materi (amandemen) empat kali itu yang cocok untuk memperkuat UUD 45 karena kebutuhan zaman, karena suatu tantangan zaman dijadikan adendum, lampiran pada UUD 45 yang asli," terang dia.

Baca juga: Fungsi MPR Jadi Alasan Rachmawati Minta RI Kembali ke UUD 1945

Melalui pengkajian ulang UUD 1945, MPR RI harus ditempatkan kembali sebagai lembaga tertinggi negara sesuai dengan aslinya.

Sebab sistem kenegaraan di Indonesia pada intinya adalah MPR, DPR, Utusan Daerah dan Utusan Golongan. Bahkan menurut dia, di Indonesia tidak ada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) maupun DPRD.

"Kalau negara serikat, ada negara bagian ada dewan perwakilan daerah. Kalau kita, enggak ada itu. Yang benar utusan daerah. Kembali lagi MPR lembaga tertinggi isinya DPR, Utusan Daerah, Utusan Golongan," tegas dia.

Ia pun mendorong pemilihan presiden dan wakil presiden kembali dipilih ke MPR sesuai sistem NKRI sejak lama.

Menurut dia, hal tersebut sudah tercantum dalam sila keempat dalam demokrasi di Indonesia.

"Jangan meniru liberal. Habisin duit saja," pungkas dia.

 

Kompas TV Lembaga Ketahanan Nasional atau Lemhanas telah mendeteksi sejumlah ancaman yang berpotensi merusak ideologi dan kesatuan bangsa.wacana untuk mengganti ideologi Pancasila juga mulai disuarakan. Gubernur Lemhanas, Agus Widjojo juga mengingatkan soal kemunculan istilah NKRI beryariah yang menurutnya tak selaras dengan elemen yang ada pada NKRI. Istilah NKRI beryariah dimunculkan dalam rekomendasi Ijtima Ulama ke-4 yang berlangsung di Bogor pada 5 Agustus lalu. Dalam rekomendasi yang mereka sampaikan mereka menyebut ingin mewujudkan NKRI bersyariah yang berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 dengan prinsip ayat suci di atas ayat konstitusi agar diimplementasikan dalam kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara. Istilah tak hanya disoroti oleh Lemhanas tapi juga oleh kalangan yang menilai istilah Pancasila dan NKRI yang ada saat ini sudah final. Bagaimana sebenarnya ancaman terhadap ideolog Pancasila dan NKRI. Lalu apa antisipasi yang sudah dilakukan? Benarkah istilah NKRI bersyariah kurang tepat? Kita sudah bersama dengan Gubernur Lemhanas, Agus Widjojo. #NKRIBersyariah #ItjimaUlama #Lemhanas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com