Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Jika UU KPK Hasil Revisi Berlaku, Capim KPK Nurul Ghufron Tak Bisa Dilantik

Kompas.com - 11/10/2019, 15:20 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terpilih Nurul Ghufron terancam tak dapat dilantik sebagai pimpinan KPK bila UU KPK hasil revisi telah berlaku dan diundangkan.

Pakar hukum tata negara dari IPDN, Juanda, mengatakan, Nurul terancam tak bisa dilantik karena UU KPK hasil revisi mengatur pimpinan KPK minimal berusia 50 tahun, sedangkan Nurul baru berusia 45 tahun.

"Kalau berlaku, berdasarkan undang-undang itu, jelas seseorang yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang itu tidak bisa dilantik" kata Juanda kepada Kompas.com, Jumat (11/10/2019).

Baca juga: Capim KPK Nurul Gufron: SP3 Itu Sesuai Hukum Negara yang Berlandaskan Pancasila

Ghufron diketahui lahir pada 22 September 1974. Artinya, ia baru berusia 45 tahun ketika mengikuti proses pemilihan hingga dilantik pada Desember 2019.

Juanda menegaskan, pelantikan pimpinan KPK yang baru pada Desember 2019 mesti didasari pada UU KPK hasil revisi yang akan berlaku pada 17 Oktober 2019.

Menurut Juanda, hal itu menimbulkan problematika karena Ghufron sesungguhnya telah sah terpilih sebagai pimpinan KPK bila berdasarkan UU KPK yang lama.

"Ini kan membuat seseorang itu dirugikan. Ini harusnya tidak boleh terjadi karena dia itu sudah terpilih, berdasarkan undang-undang lama sah dia, cuma waktu pelantikannya berdasarkan undang-undang yang baru," kata Juanda.

Baca juga: Rapat Paripurna DPR Resmi Tetapkan 5 Pimpinan KPK Terpilih

Bila Ghufron dipaksakan untuk dilantik, kata Juanda, jabatannya sebagai pimpinan KPK dapat dianggap tidak sah.

Efeknya, Ghufron tidak berhak memperoleh kewenangan sebagai pimpinan KPK.

"Kalau seseorang dilantik tidak sesuai undang-undang yang berlaku, konsekuensinya kan cacat. Kalau cacat, itu berarti tunjangan segala macam yang ia terima itu terindikasi pada korupsi," ujar Juanda.

Baca juga: Draf UU KPK Hasil Revisi Typo, Puan: Itu Teknis, Sudah Dibicarakan

Pasal 29 huruf e UU KPH hasil revisi menyatakan, "Untuk dapat diangkat sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: berusia paling rendah 50 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan;"

Gara-gara pasal ini, Istana mengembalikan draf UU KPK hasil revisi ke DPR karena terdapat ketidaksesuaian persyaratan usia. Dalam angka dituliskan "50" tahun, tapi dalam huruf dituliskan "empat puluh" tahun.

Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, adanya kesalahan pengetikan (typo) itu adalah hal teknis.

Baca juga: Mensesneg: UU KPK Ada Typo, Jadi Dikembalikan ke DPR

"Itu teknis, itu kemudian kita sudah konsolidasikan, sudah bicarakan, nanti selanjutnya kita lakukan hal-hal yang memang perlu dilakukan," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/10/2019).

Puan mengatakan, salah pengetikan itu akan membuat perubahan pada makna sehingga UU KPK hasil revisi harus segera diperbarui.

"Justru itu kita akan update, kita akan lakukan secepatnya terkait hal-hal itu," ujarnya.

Kompas TV DPR mengirimkan draf UU KPK yang baru disahkan kepada Istana Kepresidenan. Namun, setelah dicek ada typo alias salah ketik. Salah ketik ada di bagian Pasal 29. Pimpinan KPK ditulis harus penuhi syarat paling rendah 50 tahun, namun angka dan keterangan di dalam kurung tertulis &lsquo;Empat Puluh Tahun&rsquo;. Adapun Pasal 29 berbunyi: <em>Untuk dapat diangkat sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:</em><br /> <br /> <em>a. warga negara Republik Indonesia;</em><br /> <em>b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;</em><br /> <em>c. sehat jasmani dan rohani;</em><br /> <em>d. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman paling sedikit 15 (lima belas) tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan dan perbankan;</em><br /> <em>e. berusia paling rendah <strong>50 (empat puluh)</strong> tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan;</em> Karena ada typo alias salah ketik, Presiden Jokowi belum menandatangani UU KPK Ini. Jadi, draf UU KPK ini dikembalikan ke DPR. #uukpk #dpr #istana
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Komentar
ga penting dia jadi pimpinan atau engga, yang penting perppu kpk. #maleskomentar


Terkini Lainnya
Cak Imin Bicara Kekerasan Seksual di Pesantren: Terbanyak di Jawa Barat
Cak Imin Bicara Kekerasan Seksual di Pesantren: Terbanyak di Jawa Barat
Nasional
Cak Imin Sebut Dosa Besar Pesantren: Bullying, Kekerasan Seks, Intolerensi
Cak Imin Sebut Dosa Besar Pesantren: Bullying, Kekerasan Seks, Intolerensi
Nasional
Kelakar Cak Imin: NU Sudah Agak Lupa dengan Lingkungan
Kelakar Cak Imin: NU Sudah Agak Lupa dengan Lingkungan
Nasional
Kepala BGN Tegaskan Tak Ada Kebijakan Beri Bahan Mentah di Makan Siang Gratis
Kepala BGN Tegaskan Tak Ada Kebijakan Beri Bahan Mentah di Makan Siang Gratis
Nasional
Cak Imin: Pesantren Harus Pimpin Perubahan, Tak Boleh Cuma Jadi Penonton
Cak Imin: Pesantren Harus Pimpin Perubahan, Tak Boleh Cuma Jadi Penonton
Nasional
Terus Dipertanyakan Fadli Zon, Begini Laporan soal Perkosaan Massal ’98
Terus Dipertanyakan Fadli Zon, Begini Laporan soal Perkosaan Massal ’98
Nasional
Anies Harap Hakim Kasus Tom Lembong Tak Ditekan Siapapun
Anies Harap Hakim Kasus Tom Lembong Tak Ditekan Siapapun
Nasional
ASN Boleh WFA, Komisi II: Ganggu Pelayanan Publik Enggak?
ASN Boleh WFA, Komisi II: Ganggu Pelayanan Publik Enggak?
Nasional
Di KPK, Greenpeace Paparkan Karut-marut Tata Kelola Tambang di Raja Ampat
Di KPK, Greenpeace Paparkan Karut-marut Tata Kelola Tambang di Raja Ampat
Nasional
Puan-Dasco Komunikasi dengan Prabowo Atasi Masalah Pulau Enggano
Puan-Dasco Komunikasi dengan Prabowo Atasi Masalah Pulau Enggano
Nasional
Konflik Iran-Israel, Lemhanas: Stabilitas Global Pengaruhi Indonesia
Konflik Iran-Israel, Lemhanas: Stabilitas Global Pengaruhi Indonesia
Nasional
Usai Temui Prabowo, Gus Yahya Ungkap PBNU Ditugaskan Kelola 1.000 Dapur MBG
Usai Temui Prabowo, Gus Yahya Ungkap PBNU Ditugaskan Kelola 1.000 Dapur MBG
Nasional
Istri Jadi Bupati Serang, Mendes Yandri Sebut Putusan MK Terbantahkan
Istri Jadi Bupati Serang, Mendes Yandri Sebut Putusan MK Terbantahkan
Nasional
KPK Selidiki Kuota Haji di Era Yaqut, Gus Yahya Emoh Menanggapi
KPK Selidiki Kuota Haji di Era Yaqut, Gus Yahya Emoh Menanggapi
Nasional
Jokowi di Mata 3 Caketum PSI: Siap Bersaing sampai Sebut sebagai Kiai
Jokowi di Mata 3 Caketum PSI: Siap Bersaing sampai Sebut sebagai Kiai
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau