Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pusako: Ambang Batas Parlemen 4 Persen Jadikan Saja Tradisi Politik

Kompas.com, 1 Juli 2020, 16:38 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Feri Amsari mengusulkan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold tetap 4 persen.

Feri menilai, menaikkan standar ambang batas parlemen menimbulkan tidak terwakilinya keberagaman partai politik di DPR.

"Soal ambang batas parlemen, kalau ditinggikan, betul ada problematika keberagaman tidak diwakili. Maka angka 4 persen menurut saya jadikan saja tradisi politik, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah," kata Feri dalam RDPU dengan Komisi II di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/7/2020).

Menurut Feri, dengan standar ambang batas parlemen 4 persen, dapat merangkul keberagaman partai politik di DPR.

Baca juga: Ahli Sarankan Ambang Batas Parlemen Jadi 5 Persen

Selain itu, ia menyarankan, pemilu legislatif menggunakan sistem proporsional terbuka sesuai dengan konsep Pasal 1 ayat 2 UUD 1945.

"Saya lebih pilih proporsional terbuka karena sesuai UU," ujarnya.

Lebih lanjut, Feri mengatakan, terkait presidential threshold sebenarnya dalam UUD 1945 diatur sebesar 0 persen.

Namun, Fery tak mengusulkan berapa idealnya standar ambang batas pencalonan presiden.

Ia mengatakan, partai politik tak perlu khawatir dengan presidential threshold karena tak semua parpol memiliki calon yang mumpuni maju dalam Pilpres 2024.

Baca juga: Ambang Batas Parlemen Dinilai Tak Proporsional dan Penentuannya Tak Transparan

"Kalau ambang batas pencalonan di UUD 45, 0 persen. Saya paham angka 0 persen partai kecil non parlemen akan senang. Tapi partai parlemen tidak perlu khawatir karena beberapa partai kecil belum tentu lolos verifikasi, belum tentu juga mereka bisa mencari calon yang mumpuni," pungkasnya.

Sebelumnya, ambang Batas Parlemen atau parliamentary threshold (PT) diusulkan naik menjadi 7 persen yang semula di angka 4 persen.

Kenaikan ambang batas parlemen ini diusulkan Partai Nasdem dan Partai Golkar dalam revisi UU Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Jadi kalau misalnya di nasional yang lolos tujuh persen threshold, maka otomatis di daerah juga yang lolos (adalah) partai yang (lolos) tujuh persen di nasional tersebut," kata Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Nasdem Saan Mustopa dalam diskusi secara virtual, Minggu (7/6/2020).

Baca juga: Wacana Revisi Parliamentary Threshold di Tengah Elektabilitas Parpol yang Merosot

Saan juga mengatakan, selain opsi ambang batas parlemen menjadi 7 persen, ada dua opsi yang diusulkan yaitu ambang batas yang berjenjang.

Opsi ini diusulkan oleh PDI Perjuangan, misalnya, ambang batas parlemen di DPR RI sebesar 5 persen. DPRD provinsi empat persen dan DPRD Kabupaten/Kota tiga persen.

Kemudian, opsi ambang batas parlemen tetap diangka 4 persen.

Baca juga: Syarat Mengurus Sertifikat Tanah Warisan, Lengkap dengan Biayanya

Sepengamatan Saan, opsi tersebut diusung oleh PPP, PAN, dan PKS.

Ia pun meyakini akan ada titik temu yang disepakati para fraksi dalam pembahasan RUU Pemilu tersebut.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang

Berikan Opinimu
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Penampakan Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Uya Kuya Menanti Nasibnya Diputus MKD DPR
Penampakan Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Uya Kuya Menanti Nasibnya Diputus MKD DPR
Nasional
155.938 Personel Polri Apel Tanggap Darurat Persiapan Hadapi La Nina
155.938 Personel Polri Apel Tanggap Darurat Persiapan Hadapi La Nina
Nasional
Kemenag Kecam Pengeroyokan Pemuda hingga Tewas di Masjid Sibolga
Kemenag Kecam Pengeroyokan Pemuda hingga Tewas di Masjid Sibolga
Nasional
Momen Haru Gibran saat Tahu Ada Siswa SMP di Papua yang Seragamnya Bolong
Momen Haru Gibran saat Tahu Ada Siswa SMP di Papua yang Seragamnya Bolong
Nasional
KPK Panggil Dirjen Kemenkes Jadi Saksi Terkait Kasus Korupsi RSUD Kolaka Timur
KPK Panggil Dirjen Kemenkes Jadi Saksi Terkait Kasus Korupsi RSUD Kolaka Timur
Nasional
Pemerintah Akan Bayar Utang Kereta Cepat Whoosh, Prabowo: Duitnya Ada
Pemerintah Akan Bayar Utang Kereta Cepat Whoosh, Prabowo: Duitnya Ada
Nasional
Ahmad Sahroni Datangi MKD DPR Sambil Berlari, tapi 'No Comment'
Ahmad Sahroni Datangi MKD DPR Sambil Berlari, tapi "No Comment"
Nasional
Uya Kuya dan Eko Patrio Datang Bareng ke Sidang Putusan MKD RI
Uya Kuya dan Eko Patrio Datang Bareng ke Sidang Putusan MKD RI
Nasional
Kemenkes Klaim 50,5 Juta Masyarakat Sudah Ikuti Pemeriksaan Kesehatan Gratis
Kemenkes Klaim 50,5 Juta Masyarakat Sudah Ikuti Pemeriksaan Kesehatan Gratis
Nasional
Anggota Non-aktif Nafa Urbach Datangi DPR Jelang Putusan MKD
Anggota Non-aktif Nafa Urbach Datangi DPR Jelang Putusan MKD
Nasional
Penekanan Gibran soal Papua: Ini Bukan Tempat Pengasingan atau Pembuangan
Penekanan Gibran soal Papua: Ini Bukan Tempat Pengasingan atau Pembuangan
Nasional
Pastikan Dampak Nyata, Kementerian PANRB Terus Perkuat Tata Kelola Program MBG
Pastikan Dampak Nyata, Kementerian PANRB Terus Perkuat Tata Kelola Program MBG
Nasional
Kapolri Pimpin Apel Kesiapan Tanggap Darurat Bencana, Persiapan Hadapi Potensi La Nina
Kapolri Pimpin Apel Kesiapan Tanggap Darurat Bencana, Persiapan Hadapi Potensi La Nina
Nasional
Dulu Jakarta ke Surabaya, Kini Trayek Kereta Cepat Diwacanakan sampai Banyuwangi
Dulu Jakarta ke Surabaya, Kini Trayek Kereta Cepat Diwacanakan sampai Banyuwangi
Nasional
Eks Kadisbud Jakarta Iwan Henry Ajukan Banding Atas Vonis 11 Tahun
Eks Kadisbud Jakarta Iwan Henry Ajukan Banding Atas Vonis 11 Tahun
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau