Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan dan Baleg DPR Diminta Cek Putusan MK Sebelum Sahkan RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 09/08/2020, 15:11 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekertaris Jenderal Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, pihaknya telah meminta pimpinan DPR RI dan Pimpinan Badan Legislasi (Baleg) untuk mengecek putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebelum mengesahkan RUU Cipta Kerja.

Sebab, menurut dia, akan ada putusan MK yang dilanggar jika RUU Cipta Kerja disahkan.

“Waktu pertemuan (DPR) dengan pimpinan delegasi itu, kita sampai bahwa ada banyak Keputusan Mahkamah Konstitusi yang akan dilanggar oleh RUU Cipta kerja ini secara keseluruhan,” kata Dewi dalam konferensi pers, Minggu (9/8/2020).

“Sebelum masuk ke pasal-pasal yang jumlahnya ribuan itu, kita meminta pimpinan DPR dan pimpinan Baleg cek dulu, review dulu, berdasarkan keputusan keputusan Mahkamah Konstitusi yang ada,” tutur dia.

Baca juga: Kelanjutan Nasib RUU Cipta Kerja, Mahfud: Pemerintah Sudah Punya Rumusan Baru

Menurut Dewi, DPR sebagai lembaga politik seharusnya menegakkan konstitusi bukan malah melanggar konstitusi.

Sebab, kata dia, terdapat pasal-pasal yang akan dilanggar DPR jika RUU Cipta Kerja disahkan.

Namun, ia tak merinci pasal mana saja yang akan dilanggar itu. Dewi hanya menyebut terkait bidang agraria. 

“Misalnya di bidang agraria dan sumber daya alam, setidaknya ada 10 lebih keputusan Mahkamah Konstitusi yang sudah ditetapkan oleh MK yang itu akan dilanggar oleh DPR apabila RUU Cipta kerja ini ngotot disahkan,” ujar Dewi.

“Apalagi kalau kita konsolidasikan dari semua klaster pembahasan itu, pelanggaran terhadap konstitusinya begitu banyak,” ucap dia.

Selain itu, Dewi menyebut, DPR telah menyalahi tata tertib dengan malaksanakan pembahasan RUU Cipta Kerja pada masa reses.

“Ini juga menyalahi tata tertib masa sidang ya, kewajiban anggota DPR seharusnya masa reses  melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR, untuk melaksanakan kunjungan kerja, menyerap aspirasi konstituennya, dan menyampaikan apa yang sudah dilakukan oleh para anggota DPR kepada konsituennya,” ujar Dewi.

Baca juga: Dinilai Langgar Aturan dan Janji, DPR Disomasi Masa Aksi Penolakan RUU Cipta Kerja

Pada tanggal 16 Juli 2020, perwakilan massa aksi menentang RUU Omnibus Law Cipta Kerja di depan DPR diterima oleh DPR yang terdiri dari wakil pimpinan DPR beserta anggota DPR lainnya.

Dalam pertemuan tersebut DPR menjanjikan tidak akan meneruskan pembahasan Omnibus Law pada masa reses.

Bahkan, salah satu pimpinan DPR menyatakan bahwa anggota DPR harus kembali ke daerah pemilihan untuk menyerap aspirasi masyarakat dan pembahasan Omnibus Law di masa reses melanggar Tata Tertib DPR.

Namun, DPR tetap melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja pada masa reses.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Komentar
semangatnya ruu cipta lapangan kerja, adlh menciptakan lapangan kerja sebyk2 dg kemudahan berusaha utk investor lokal & investor asing & umkm! masa' iya masih baru usaha apalagi umkm dituntut bayar gaji pegawai 4 jutaan naik terus tiap bulan, ada di negara mana itu, coba tunjukin dah para buruh?!


Terkini Lainnya
Kredit Fiktif di Dua Cabang Bank BUMN, Pensiunan TNI AD Divonis 9 dan 6 Tahun Bui
Kredit Fiktif di Dua Cabang Bank BUMN, Pensiunan TNI AD Divonis 9 dan 6 Tahun Bui
Nasional
Program MBG Jalan Terus meski Sekolah Libur, BGN Siapkan Aturan Teknisnya
Program MBG Jalan Terus meski Sekolah Libur, BGN Siapkan Aturan Teknisnya
Nasional
Erupsi Gunung Lewotobi, Kemensos Pastikan Logistik dan Dapur Umum Siap Layani Pengungsi
Erupsi Gunung Lewotobi, Kemensos Pastikan Logistik dan Dapur Umum Siap Layani Pengungsi
Nasional
Mensos Nonaktifkan 7,39 Juta Peserta PBI JKN karena Sudah Dianggap Sejahtera
Mensos Nonaktifkan 7,39 Juta Peserta PBI JKN karena Sudah Dianggap Sejahtera
Nasional
Korupsi di Sektor Yudisial Jadi Tantangan Serius Pemerintahan Prabowo-Gibran
Korupsi di Sektor Yudisial Jadi Tantangan Serius Pemerintahan Prabowo-Gibran
Nasional
Kenapa Zarof Ricar Tak Dijatuhi Hukuman 20 Tahun Penjara?
Kenapa Zarof Ricar Tak Dijatuhi Hukuman 20 Tahun Penjara?
Nasional
Zarof Ricar Pakai Uang Suap Rp 5 M dari Pengacara Ronald Tannur untuk Danai Film 'Sang Pengadil'
Zarof Ricar Pakai Uang Suap Rp 5 M dari Pengacara Ronald Tannur untuk Danai Film "Sang Pengadil"
Nasional
Digitalisasi Birokrasi Dipercaya Jadi Strategi Pencegahan Korupsi di Era Prabowo
Digitalisasi Birokrasi Dipercaya Jadi Strategi Pencegahan Korupsi di Era Prabowo
Nasional
Diperiksa di Kasus Dugaan Fitnah Isu Judol, Kader PDI-P: Kami Minta Keadilan
Diperiksa di Kasus Dugaan Fitnah Isu Judol, Kader PDI-P: Kami Minta Keadilan
Nasional
Rincian Uang dan Emas Rp 1 Triliun Zarof Ricar yang Dirampas untuk Negara
Rincian Uang dan Emas Rp 1 Triliun Zarof Ricar yang Dirampas untuk Negara
Nasional
Vonis 16 Tahun Zarof Ricar, Hakim: Usianya 63, jika Dihukum 20 Tahun, Sama Saja Seumur Hidup
Vonis 16 Tahun Zarof Ricar, Hakim: Usianya 63, jika Dihukum 20 Tahun, Sama Saja Seumur Hidup
Nasional
Pakar: Tingginya Kepuasan Publik atas Penanganan Korupsi Jadi Momentum Penegak Hukum Tingkatkan Kinerja
Pakar: Tingginya Kepuasan Publik atas Penanganan Korupsi Jadi Momentum Penegak Hukum Tingkatkan Kinerja
Nasional
Mensos Bakal Cabut Bansos Penerima yang Rekeningnya Ada Transaksi Mencurigakan
Mensos Bakal Cabut Bansos Penerima yang Rekeningnya Ada Transaksi Mencurigakan
Nasional
Menteri PKP Maruarar Gandeng KPK Awasi Program Perumahan untuk Cegah Korupsi
Menteri PKP Maruarar Gandeng KPK Awasi Program Perumahan untuk Cegah Korupsi
Nasional
Usai Insiden Ancaman Bom, Kemenag Terus Koordinasi dengan Saudia Airlines
Usai Insiden Ancaman Bom, Kemenag Terus Koordinasi dengan Saudia Airlines
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau