Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Fotografer Istana Era Soeharto, Wajib Dites Pancasila untuk Dapat ID Liputan

Kompas.com - 19/08/2020, 09:56 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Era kepresidenan Soeharto bisa dibilang merupakan masa yang paling menyulitkan para wartawan untuk mendapat izin meliput di Istana Kepresidenan.

Hal itu diceritakan pewarta foto yang meliput Istana Kepresidenan di era Presiden Soeharto, Enny Nuraheni, dalam sebuah webinar pada Selasa (19/8/2020).

"Zaman Pak Harto jangan ditanya. Susah banget urus ID istana. Saya digojlok benar-benar untuk mengurus mendapatkan ID Istana, dua tahun. Dua tahun baru lulus screening (penyaringan)," kenang Enny.

Baca juga: Istana Kembalikan Naskah Asli Teks Proklamasi ke ANRI

Selama dua tahun itu, setiap hari Enny harus mengurus ID liputan mingguan ke Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dan Sekretaris Militer Presiden.

Awalnya ia hanya memperoleh izin liputan dua kali seminggu selama tiga bulan. Tiga bulan berikutnya ia mendapat izin liputan mingguan. Tiga bulan berikutnya ia mendapat izin liputan bulanan.

Tiga bulan kemudian dia mendapatkan izin liputan per tiga bulan, lalu berlanjut hingga izin liputan selama enam bulan.

Namun setelah mengikuti sederet persyaratan tadi dia tidak diluluskan untuk mendapat izin liputan tetap.

Baca juga: Seorang Wartawan di Kalsel Divonis 3 Bulan Penjara karena Berita

Ia juga telah mengikuti berbagai macam tes pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan yang diwajibkan untuk bisa mendapat ID.

"Terus saya tanya kenapa sudah di-screening, tanya jawab siapa kakek sampai nenek, sampai kakakku kerja di mana. Dibilang Pak Imam Sulardi Sekmil, saya enggak lulus karena saya enggak nasionalis," kata Enny.

"Saya ditanya 'kenapa kamu kerja di pers asing?'. Aku bilang, 'hah, cuma karena di pers asing berarti aku enggak nasionalis'," kenang Enny lantas ia tertawa.

Baca juga: Curhat Wartawan Ibu Kota Meliput di Tengah Tingginya Kasus Covid-19

Kendati demikian Enny tak menyerah. Ia mengikuti seluruh kemauan Sekretaris Militer Presiden untuk hadir di Istana Kepresidenan hampir setiap hari demi mendapat ID liputan tetap.

"Begitu aku lulus ngantongin ID Istana, ya sudah Pak Imam yang tadinya benci sama saya, eh malah sayang banget sama aku," kenang Enny lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Perspektif Baru Pemberantasan Korupsi
Perspektif Baru Pemberantasan Korupsi
Nasional
Demokrat: Roy Suryo yang Beropini Ijazah Palsu Jokowi Bukan Bagian Partai Kami
Demokrat: Roy Suryo yang Beropini Ijazah Palsu Jokowi Bukan Bagian Partai Kami
Nasional
Projo: Isu Ijazah Palsu Tak Akan Berhenti, 'Downgrade' Jokowi agar Dianggap Beban Politik
Projo: Isu Ijazah Palsu Tak Akan Berhenti, "Downgrade" Jokowi agar Dianggap Beban Politik
Nasional
Demokrat Bantah Jadi 'Partai Biru' Dalang Isu Ijazah Palsu Jokowi, Ini Klarifikasinya
Demokrat Bantah Jadi "Partai Biru" Dalang Isu Ijazah Palsu Jokowi, Ini Klarifikasinya
Nasional
Cak Imin: 210.000 Orang Telah Keluar dari Belenggu Kemiskinan, Kita Fokuskan Jadi Sejahtera
Cak Imin: 210.000 Orang Telah Keluar dari Belenggu Kemiskinan, Kita Fokuskan Jadi Sejahtera
Nasional
BGN Diminta Tak Segan Cabut Izin SPPG yang Lalai, Kualitas MBG Harus yang Utama
BGN Diminta Tak Segan Cabut Izin SPPG yang Lalai, Kualitas MBG Harus yang Utama
Nasional
Refleksi 66 Tahun Kementerian PANRB: Hadirkan Birokrasi yang Berpihak pada Rakyat
Refleksi 66 Tahun Kementerian PANRB: Hadirkan Birokrasi yang Berpihak pada Rakyat
Nasional
Motor Sitaan Atas Nama Ajudan, KPK: Ridwan Kamil Bukan Samarkan Kepemilikan
Motor Sitaan Atas Nama Ajudan, KPK: Ridwan Kamil Bukan Samarkan Kepemilikan
Nasional
Budi Arie: Berbagai Propaganda Kita Hadapi dengan Hasil Nyata untuk Rakyat
Budi Arie: Berbagai Propaganda Kita Hadapi dengan Hasil Nyata untuk Rakyat
Nasional
Putusan MK Bukan Obat, Pakar: Revisi UU Pemilu Harus Segera Dibahas
Putusan MK Bukan Obat, Pakar: Revisi UU Pemilu Harus Segera Dibahas
Nasional
Bima Arya: Jangan Sampai Biaya Politik Mahal Jadi Alasan Kepala Daerah Dipilih DPRD
Bima Arya: Jangan Sampai Biaya Politik Mahal Jadi Alasan Kepala Daerah Dipilih DPRD
Nasional
Bus Persib Kecelakaan di Thailand, Kondisi Pemain Aman, Pengemudi Luka Ringan
Bus Persib Kecelakaan di Thailand, Kondisi Pemain Aman, Pengemudi Luka Ringan
Nasional
Bima Arya: Indonesia Anut Sistem Presidensial, tetapi UU Kepresidenan Belum Ada, Ajaib
Bima Arya: Indonesia Anut Sistem Presidensial, tetapi UU Kepresidenan Belum Ada, Ajaib
Nasional
Djarot PDI-P: Kalau Mau Fair Tangkaplah Harun Masiku, Jangan Hasto Dikorbankan
Djarot PDI-P: Kalau Mau Fair Tangkaplah Harun Masiku, Jangan Hasto Dikorbankan
Nasional
Wamendagri: Revisi UU Pemilu Jangan untuk Kepentingan Jangka Pendek dan Partisan
Wamendagri: Revisi UU Pemilu Jangan untuk Kepentingan Jangka Pendek dan Partisan
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau