Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengaku Tak Tahu soal Proses TWK, Komisioner KPK Nurul Ghufron Dinilai Cuci Tangan

Kompas.com - 18/06/2021, 17:36 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron terkesan cuci tangan alias tak mau terlibat meski mengetahui sesuatu dalam persoalan tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk pegawai KPK.

Penilaian atas sikap Ghufron itu setelah mengatakan kepada Komnas HAM bahwa pelaksanaan TWK hingga pemilihan tim asesor dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).

"Seharusnya KPK mengetahui bagaimana TWK itu dilakukan karena Pimpinan KPK yang mengusulkan," kata Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman pada Kompas.com, Jumat (18/6/2021).

"Jadi jawaban Nurul Ghufron bahwa KPK tidak mengetahui bagaimana proses dan materi tesnya karena wilayah BKN, itu sekedar cuci tangan dan melimpahkan tanggung jawab pada BKN," jelas dia.

Baca juga: ICW Pertanyakan Ketidaktahuan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron soal Penggagas TWK

Zaenur juga mendesak agar Kepala BKN Bima Haria Wibisana dapat segera mendatangi Komnas HAM untuk memberi keterangan.

Jika tidak, sambung Zaenur, hal itu menunjukan bahwa para pejabat negara memang selalu menghindari memberi pernyataan tentang TWK karena sejak awal pelaksanaannya janggal.

"Saya melihat pejabat negara seperti Kepala BKN, Pimpinan KPK dan institusi lain selalu menghindar ketika diminta akuntabilitasnya soal TWK ini," imbuh dia.

Namun, Zaenur berpandangan bahwa hal ini sudah dapat ditebak sejak awal. Sebab TWK untuk alih status pegawai KPK memang bermasalah secara hukum.

"Sudah dapat ditebak ketika mereka masing-masing cuci tangan menghindar dari permintaan transparansi dan akuntabilitas oleh publik. Karena TWK bermasalah dari dasar hukum, bermasalah pelaksanaannya, dan menimbulkan masalah pada hasilnya," tutur Zaenur.

Baca juga: Sederet Fakta Pemeriksaan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron oleh Komnas HAM

Diketahui Pimpinan KPK yang hadir dalam pemeriksaan kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta, Kamis (17/6/2021) hanya Nurul Ghufron.

Padahal untuk menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran HAM dalam TWK, Komnas HAM sudah mengundang seluruh Pimpinan beserta Sekjen KPK untuk memberi keterangan.

Komisioner KPK Choirul Anam menyebut informasi semua Pimpinan KPK dibutuhkan karena pernyataan yang dibutuhkan Komnas HAM tidak hanya bersifat institusional.

Namun, juga tentang peran masing-masing individu dalam pelaksanaan tes yang digunakan sebagai dasar alih status pegawai lembaga antirasuah itu menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dalam penyelidikan ini, Komnas HAM juga akan meminta pendapat beberapa ahli untuk turut memberikan penilaian pada polemik yang sedang terjadi saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Komentar
berani jujur sangat hebat


Terkini Lainnya
Komisi III DPR Gelar RDPU Bahas RUU KUHAP, Hadirkan LPSK dan Peradi
Komisi III DPR Gelar RDPU Bahas RUU KUHAP, Hadirkan LPSK dan Peradi
Nasional
Arahan Gus Ipul ke 53 Kepala Sekolah Rakyat yang Retreat: Gagasan Presiden, Amanah untuk Kita
Arahan Gus Ipul ke 53 Kepala Sekolah Rakyat yang Retreat: Gagasan Presiden, Amanah untuk Kita
Nasional
Air Jadi Pilar Swasembada Pangan, Kementerian PU Dorong Pembangunan Infrastruktur SDA
Air Jadi Pilar Swasembada Pangan, Kementerian PU Dorong Pembangunan Infrastruktur SDA
Nasional
Novel Baswedan Benarkan Ditunjuk Jadi Wakil Kepala Satgassus, Bakal Komunikasi dengan Kemenkeu
Novel Baswedan Benarkan Ditunjuk Jadi Wakil Kepala Satgassus, Bakal Komunikasi dengan Kemenkeu
Nasional
Jemaah Haji Dilarang Bawa Air Zamzam ke dalam Koper Bagasi
Jemaah Haji Dilarang Bawa Air Zamzam ke dalam Koper Bagasi
Nasional
Harga Minyak Jelantah MBG Rp 7.000 per Liter, BGN: Bisa Dijual untuk Bioavtur
Harga Minyak Jelantah MBG Rp 7.000 per Liter, BGN: Bisa Dijual untuk Bioavtur
Nasional
Menteri PANRB: ASN Muda Bukan PNS Biasa, tapi Motor Penggerak Reformasi Birokrasi Masa Depan
Menteri PANRB: ASN Muda Bukan PNS Biasa, tapi Motor Penggerak Reformasi Birokrasi Masa Depan
Nasional
Kala Fadli Zon Mempertanyakan Istilah ‘Perkosaan Massal’...
Kala Fadli Zon Mempertanyakan Istilah ‘Perkosaan Massal’...
Nasional
Apakah Sejarah Kebangsaan Indonesia Masih Diperlukan untuk NKRI?
Apakah Sejarah Kebangsaan Indonesia Masih Diperlukan untuk NKRI?
Nasional
Komisi I Minta Prabowo Sigap Antisipasi Dampak Perang Iran-Israel
Komisi I Minta Prabowo Sigap Antisipasi Dampak Perang Iran-Israel
Nasional
Narasi Ganda Kematian Abral Wandikbo, TNI Bantah Mutilasi, Koalisi Sipil Sebut Korban Dibunuh
Narasi Ganda Kematian Abral Wandikbo, TNI Bantah Mutilasi, Koalisi Sipil Sebut Korban Dibunuh
Nasional
Sarmuji ke Jokowi: Kalau Mau Masuk Golkar, Kita Stelsel Aktif
Sarmuji ke Jokowi: Kalau Mau Masuk Golkar, Kita Stelsel Aktif
Nasional
Singapura Tolak Penangguhan Penahanan Paulus Tannos
Singapura Tolak Penangguhan Penahanan Paulus Tannos
Nasional
Upaya Kemendagri dan Teka-teki Novum Baru Empat Pulau Sengketa Aceh-Sumut
Upaya Kemendagri dan Teka-teki Novum Baru Empat Pulau Sengketa Aceh-Sumut
Nasional
Politik Adiluhung
Politik Adiluhung
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau