Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Naskah Pidato "Indonesia Menggugat" yang Ditulis Soekarno di Atas Kaleng Tempat Buang Air...

Kompas.com - 30/06/2021, 23:59 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pidato Indonesia menggugat yang mengguncang dunia internasional yang dibacakan Presiden Soekarno sebagai pembelaannya sebelum dipenjara di Sukamiskin, Bandung, memiliki kisah menarik.

Naskah pidato yang berisikan kecaman Soekarno terhadap kekejaman pemerintah kolonial Belanda itu ternyata ditulis di atas kaleng tempat Bung Karno biasa buang air selama berada di Penjara Banceuy, Bandung, sebelum ia dieksekusi ke Sukamiskin.

Dalam otobiografinya yang berjudul Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat, Soekarno menceritakan tak ada perabot selain kaleng tempat buang air yang bisa ia pakai untuk alas menulis. Sebabnya, di dalam sel tak disediakan meja baginya untuk menulis.

Baca juga: Soekarno dan Percobaan Pembunuhan Terhadapnya... 

"Selain dari tempat tidur, satu-satunya perabot yang ada dalam selku adalah sebuah kaleng tempat buang air. Kaleng yang menguapkan bau tidak enak itu adalah perpaduan dari tempat buang air kecil dan melepaskan hajat besar," kata Bung Karno dalam otobiografinya.

"Ia (kaleng itu) aku alasi dengan beberapa lapis kertas sehingga tebal dan aku mulai menulis. dengan cara begini aku bertekun menyusun pembelaanku yang kemudian menjadi sejarah politik Indonesia dengan nama Indonesia Menggugat," kata Bung Karno lagi.

Saat itu Soekarno yang berusia 29 tahun mengguncang dunia internasional lantaran lewat pidato pembelaannya yang berjudul Indonesia Menggugat mampu membuka mata dunia internasional betapa kejamnya perlakuan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.

Pada 18 Agustus 1930, Bung Karno pun dihadapkan di muka pengadilan dan membacakan naskah pembelaannya itu. Ruangan pengadilan penuh sesak dijejali para anggota Partai Nasional Indonesia (PNI) dan masyarakat umum.

Dalam pembelaannya tersebut, Soekarno membantah berbagai tuduhan pemerintah kolonial Belanda yang menyebutnya tengah menyiapkan suatu pemberontakan.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah, Presiden Soekarno Wafat...

"Pengadilan menuduh kami menjalankan kejahatan? Dengan apa kami menjalankan kejahatan? Dengan pedang? Dengan bedil? Dengan bom? Senjata kami adalah rencana," tutur Bung Karno.

"Rencana untuk mempersamakan pungutan pajak sehingga rakyat marhaen yang memiliki penghasilan Rp 60 setahun tidak dibebani pajak yang sama dengan orang kulit putih yang memiliki penghasilan Rp 9.000 setahun," lanjut Bung Karno.

Pembelaan yang dibacakan Bung Karno itu kemudian ramai diberitakan oleh koran-koran di masa itu. Meski mendapat perhatian luas dari dunia internasional, Belanda tetap bersikukuh menjatuhi hukuman empat tahun penjara kepada Soekarno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Komentar
dikita terkadang sangat ironis betapa pemimpin yang cerdas dan mampu membawa negeri ini dari cengkeraman kolonial dipenghujungnya harus hidup dalam pengasingan yang sangat sunyi serta kebebasan yang terbelenggu. betapa kita begitu kejam memperlakukan sosok tokoh yang hebat.


Terkini Lainnya
IUTC Beri Penghargaan ke Kapolri, Presiden KSPSI: Ini Sangat Bersejarah
IUTC Beri Penghargaan ke Kapolri, Presiden KSPSI: Ini Sangat Bersejarah
Nasional
Peran 9 Tersangka Baru dalam Kasus Korupsi Pertamina
Peran 9 Tersangka Baru dalam Kasus Korupsi Pertamina
Nasional
Imigrasi Bima Waspadai Lonjakan WNA saat Festival Lakey 2025
Imigrasi Bima Waspadai Lonjakan WNA saat Festival Lakey 2025
Nasional
Imigrasi Sumbawa Bina 3 Desa, Dorong Warga Bekerja Legal di Luar Negeri
Imigrasi Sumbawa Bina 3 Desa, Dorong Warga Bekerja Legal di Luar Negeri
Nasional
Panglima TNI: Negara yang Tak Mampu Penuhi Kebutuhan Pangan Rentan Intervensi Asing
Panglima TNI: Negara yang Tak Mampu Penuhi Kebutuhan Pangan Rentan Intervensi Asing
Nasional
Ragukan File CDR KPK, Pengacara Hasto: Keasliannya Tidak Bisa Dibuktikan
Ragukan File CDR KPK, Pengacara Hasto: Keasliannya Tidak Bisa Dibuktikan
Nasional
Banten Pinjami Dua Lokasi untuk Sekolah Rakyat di Tangsel dan Lebak
Banten Pinjami Dua Lokasi untuk Sekolah Rakyat di Tangsel dan Lebak
Nasional
Saat 8 Tersangka Kasus Pertamina Digelandang Masuk Mobil Tahanan
Saat 8 Tersangka Kasus Pertamina Digelandang Masuk Mobil Tahanan
Nasional
Di Depan Kapolri, Said Iqbal Cerita Ada Buruh Meninggal karena Stres Usai Di-PHK Tanpa Pesangon
Di Depan Kapolri, Said Iqbal Cerita Ada Buruh Meninggal karena Stres Usai Di-PHK Tanpa Pesangon
Nasional
Apa Peran Riza Chalid dalam Kasus Dugaan Korupsi di Pertamina?
Apa Peran Riza Chalid dalam Kasus Dugaan Korupsi di Pertamina?
Nasional
Kejagung Sebut Kasus Pertamina Sebabkan Kerugian Hingga Rp 285 Triliun
Kejagung Sebut Kasus Pertamina Sebabkan Kerugian Hingga Rp 285 Triliun
Nasional
Organisasi Buruh Dunia Berikan Penghargaan ITUC kepada Kapolri
Organisasi Buruh Dunia Berikan Penghargaan ITUC kepada Kapolri
Nasional
Mensos: 100 Titik Tuntas, Sekolah Rakyat Akan Dimulai 14 Juli 2025
Mensos: 100 Titik Tuntas, Sekolah Rakyat Akan Dimulai 14 Juli 2025
Nasional
PGTC 2025 Resmi Dibuka, Mahasiswa Bisa Daftar Lomba Ilmiah Berkelanjutan
PGTC 2025 Resmi Dibuka, Mahasiswa Bisa Daftar Lomba Ilmiah Berkelanjutan
Nasional
Kejagung Kerja Sama dengan Jaksa RI di Singapura Buru Riza Chalid
Kejagung Kerja Sama dengan Jaksa RI di Singapura Buru Riza Chalid
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Apa Saja yang Ditawarkan Indonesia ke AS untuk Dapat Keringanan Tarif?
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau