Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Neni Nur Hayati
Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia. Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Keterwakilan Perempuan di Penyelenggara Pemilu

Kompas.com - 12/02/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAHAPAN seleksi anggota KPU dan Bawaslu Periode 2022-2027, kini memasuki fase akhir, yakni uji kelayakan dan kepatutan (fit and propper test) di DPR.

Tim seleksi telah menyerahkan 14 nama calon anggota KPU dan 10 nama calon anggota Bawaslu kepada Presiden Joko Widodo.

Dari total jumlah tersebut, terdapat empat orang perempuan calon anggota KPU dan tiga orang perempuan calon anggota Bawaslu.

Pasal 10 ayat 7 dan Pasal 92 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah mengamanatkan bahwa komposisi KPU dan Bawaslu memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

Sayangnya, pelibatan perempuan dalam penyelenggara pemilu dinilai masih sangat minim dan rendah.

Periode-periode sebelumnya hanya ada satu orang keterwakilan perempuan, baik di KPU ataupun di Bawaslu.

Padahal, keterlibatan untuk menjadi penyelenggara pemilu tentunya menjadi hal yang penting untuk terwujudnya sistem demokrasi yang lebih inklusif dengan menghadirkan perempuan secara langsung.

Sebab, laki-laki yang hanya memiliki perspektif gender saja itu tidaklah cukup.

Frasa “memperhatikan” dalam regulasi undang-undang bisa saja memiliki tafsir berbeda.

Jika ditafsirkan secara tekstual, seolah bagus ada keterwakilan perempuan, tidak ada keterwakilan juga bukan menjadi permasalahan krusial.

Sebab, tidak ada sanksi yang mengharuskan terpenuhinya keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di penyelenggara pemilu.

Sehingga, sebagian pihak menilai bahwa hal ini bukan menjadi keharusan.

Namun justru di sisi lain, dukungan regulasi ini bisa menjadi angin segar terhadap proses demokrasi serta pemenuhan hak perempuan dalam dunia penyelenggara pemilu, jika tidak dipahami dan diartikulasikan dalam makna sempit.

Regulasi ini justru menunjukkan adanya political will dari pemerintah terhadap kesetaraan gender dalam penyelenggara pemilu.

Secara kontektual, diksi memperhatikan sebagaimana yang ditafsirkan oleh Maju Perempuan Indonesia (MPI) bukan hanya pelengkap semata, melainkan memberikan penekanan prioritas yang diupayakan oleh para pihak yang terlibat di dalamnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau