Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Litbang "Kompas": Kontrol Publik terhadap Pemerintah Dianggap Semakin Baik

Kompas.com - 29/08/2022, 07:41 WIB
Ardito Ramadhan,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil jajak pendapat yang diselenggarakan Litbang Kompas pada 23-26 Agustus 2022 menunjukkan bahwa mayoritas publik (60,8 persen responden) menganggap pengawasan atau kontrol masyarakat terhadap jalannya pemerintahan semakin baik.

Dari total 501 responden yang diwawancarai, hanya 35 persen yang menyatakan sebaliknya dan ada 4,2 persen yang menjawab tidak tahu.

Baca juga: Litbang Kompas: Kasus Ferdy Sambo Populer di Medsos, Kalahkan Topik Prabowo Capres 2024

Survei yang sama juga menangkap bahwa dari tiga bentuk pengawasan yang lazim dilakukan masyarakat sipil, yang dianggap paling efektif adalah kebebasan dalam mengekspresikan pemikiran atau pendapat di berbagai platform

Berdasarkan survei ini, ada 81,5 persen responden yang menyatakan bentuk tersebut efektif dan sangat efektif, sedangkan terdapat 14,4 persen responden yang menyatakan tidak efektif atau sangat tidak efektif.

"Jawaban ini muncul ditengarai akibat adanya kekhawatiran publik soal kebebasan berpendapat masih diintai oleh jeratan pasal-pasal dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik," tulis peneliti Litbang Kompas Gianie, dikutip dari Kompas.id.

Baca juga: Litbang Kompas: 41 Persen Responden Anggap Penjaringan Anggota Baru Parpol Pragmatis

Sementara itu, pengawasan publik dalam bentuk unjuk rasa atas kebijakan pemerintah dan partisipasi dalam pembahasan undang-undang dianggap tidak lebih efektif.

Unjuk rasa hanya dianggap efektif oleh 66,4 persen responden, sedangkan partisipasi publik dalam pembahasan undang-undang dianggap efektif oleh 68,5 persen.

Unjuk rasa yang dilakukan oleh publik dan berbagai elemen kerap kali memang tidak memiliki dampak dan daya dorong yang sesuai harapan untuk mengubah kebijakan pemerintah.

Baca juga: Litbang Kompas: 16,1 Persen Responden Belum Tentukan Parpol Pilihan, 9,1 Persen Belum Pilih Capres

Begitu pula dengan pembahasan undang-undang yang minim partisipasi publik, seperti UU Cipta Kerja, UU Ibu Kota Negara, dan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Dibayangi polarisasi

Akan tetapi, survei ini juga menunjukkan, mayoritas responden (77,3 persen) mengakui bahwa polarisasi atau keterbelahan masyarakat dapat memperlemah peran masyarakat sipil dalam mengawasi pemerintahan.

Publik pun menilai, polarisasi lebih mudah terjadi terkait dengan isu-isu politik dan pemerintahan ketimbang isu terkait kemaslahatan bersama, seperti kesehatan atau penegakan hukum.

Sebanyak 55,2 persen responden menyatakan, masyarakat terbelah terkait dengan isu politik, seperti pemilu atau pencapresan.

Baca juga: Litbang Kompas: Masyarakat Lebih Berharap Pemerintah Tambah Lapangan Kerja Dibandingkan Bantuan Sementara

Adapun 58,5 persen responden juga menganggap masyarakat terbelah terkait isu pemerintahan, seperti soal pemindahan ibu kota negara.

"Bisa jadi ini lebih karena masalah fokus atau prioritas pembangunan yang dianggap tidak tepat oleh sebagian masyarakat," tulis Gianie.

Di sisi lain, masyarakat lebih mudah bersatu dan bersikap imparsial jika itu terkait isu penegakan hukum (50,1 persen).

"Hal itu terbukti pada kasus penembakan Brigadir J yang menjadi sorotan publik selama 1,5 bulan terakhir. Begitu juga terkait masalah kesehatan (69,4 persen)," tulis Gianie.

Survei ini diselenggarakan pada 23-26 Agustus 2022 pekan lalu dengan mewawancarai 501 orang responden berusia minimal 17 tahun dari 34 provinsi.

Baca juga: Litbang Kompas: 77 Tahun Indonesia Merdeka, Mayoritas Anggap Rakyat Belum Maju dan Sejahtera

Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.

Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, margin of error penelitian +/- 4,37 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Komentar
demo dan partisipasi dalam legislasi tak efektif karena parpol dikuasai oligarki, karenanya keunggulan kebebasan berpendapat harus diperjuangkan mati2an. kita perlu terobosan dari civil society utk meng-kapitalisasi faktor suara publik ini bisa menjadi gamechanger di 2024 nanti


Terkini Lainnya
Soroti RUU KUHAP, Ketua KPK: Upaya Paksa Tindak Pidana Korupsi Jangan Dikoordinir Pihak Lain
Soroti RUU KUHAP, Ketua KPK: Upaya Paksa Tindak Pidana Korupsi Jangan Dikoordinir Pihak Lain
Nasional
Ketua KPK Minta Pembahasan RUU KUHAP Dilakukan secara Terbuka dan Partisipatif
Ketua KPK Minta Pembahasan RUU KUHAP Dilakukan secara Terbuka dan Partisipatif
Nasional
Kasus Gratifikasi Katalis Pertamina yang Seret Nama Mantan Suami Olla Ramlan
Kasus Gratifikasi Katalis Pertamina yang Seret Nama Mantan Suami Olla Ramlan
Nasional
Rangkap Jabatan Wakil Menteri: Menabrak Etika, Merusak Tata Kelola
Rangkap Jabatan Wakil Menteri: Menabrak Etika, Merusak Tata Kelola
Nasional
Tom Lembong Hadapi Vonis Kasus Impor Gula Hari Ini
Tom Lembong Hadapi Vonis Kasus Impor Gula Hari Ini
Nasional
Cerita Pegawai BUMN Dipermalukan Dirut Karena Keukeuh Sesuai Aturan
Cerita Pegawai BUMN Dipermalukan Dirut Karena Keukeuh Sesuai Aturan
Nasional
Cerita Pegawai Perusahaan BUMN Disebut Bodoh oleh Atasan karena Susun Daftar Risiko Tinggi
Cerita Pegawai Perusahaan BUMN Disebut Bodoh oleh Atasan karena Susun Daftar Risiko Tinggi
Nasional
KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Makanan Tambahan Balita dan Ibu Hamil di Kemenkes
KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Makanan Tambahan Balita dan Ibu Hamil di Kemenkes
Nasional
Riza Chalid Disebut Terbang dari Soetta ke Malaysia Februari 2025, Masuk Singapura Agustus 2024
Riza Chalid Disebut Terbang dari Soetta ke Malaysia Februari 2025, Masuk Singapura Agustus 2024
Nasional
KPK Sita 13 Kendaraan dan 26 Tanah dari Pegawai Kemenaker Tersangka Kasus Pemerasan TKA
KPK Sita 13 Kendaraan dan 26 Tanah dari Pegawai Kemenaker Tersangka Kasus Pemerasan TKA
Nasional
Ketua KPK: RUU KUHAP Berpotensi Kurangi Tugas dan Fungsi Pemberantasan Korupsi
Ketua KPK: RUU KUHAP Berpotensi Kurangi Tugas dan Fungsi Pemberantasan Korupsi
Nasional
KPK Tak Dilibatkan dalam Pembahasan DIM RUU KUHAP Pemerintah
KPK Tak Dilibatkan dalam Pembahasan DIM RUU KUHAP Pemerintah
Nasional
Komisaris Tolak Alasan Dirut BUMN Akuisisi Perusahaan karena Anak Pemiliknya Meninggal
Komisaris Tolak Alasan Dirut BUMN Akuisisi Perusahaan karena Anak Pemiliknya Meninggal
Nasional
Cari Keberadaan Riza Chalid, Imigrasi Koordinasi dengan Otoritas Malaysia
Cari Keberadaan Riza Chalid, Imigrasi Koordinasi dengan Otoritas Malaysia
Nasional
Ketua KPU Sebut Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Ringankan Beban Kerja Penyelenggara
Ketua KPU Sebut Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Ringankan Beban Kerja Penyelenggara
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau