Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbagai Dalih BPOM soal Pengawasan Bahan Baku Obat Sirup yang Dioplos

Kompas.com - 10/11/2022, 21:32 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memaparkan sejumlah obat sirup yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di atas batas aman disebabkan karena bahan baku yang digunakan bukan standar untuk farmasi.

Hal itu terungkap saat BPOM dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyelidiki penyebab sejumlah obat sirup mengandung cemaran etilen glikol dan dietilen glikol sebagai pelarut.

Dalam temuan dari penyelidikan terungkap ada permainan distributor bahan kimia yang memasok bahan kimia untuk industri umum kepada pelaku industri farmasi untuk pembuatan obat sirup.

Baca juga: Bertambah 4, Simak Daftar Lengkap 73 Obat Sirup yang Ditarik BPOM

Padahal EG dan DEG adalah zat kimia berbahaya yang tidak boleh digunakan dalam obat sirup. Namun cemarannya dimungkinkan ada dari beberapa zat pelarut tambahan termasuk propilen glikol dengan ambang batas aman 0,1 miligram/mililiter.

Bahan-bahan kimia EG dan DEG itu diduga dijual ke industri farmasi dengan alasan harga yang lebih murah ketimbang pelarut khusus obat sirup. Namun, ternyata hal itu berakibat fatal.

Sejumlah obat sirup yang tercemar kedua senyawa kimia itu diduga menjadi salah satu faktor penyebab merebaknya kasus gagal ginjal yang merenggut nyawa lebih dari 300 anak-anak di Indonesia.

Selain itu, BPOM juga memaparkan sejumlah alasan mengapa mereka tidak bisa mengawasi peredaran bahan baku pelarut untuk standar industri yang malah digunakan sebagai bahan baku obat.

Baca juga: Soal Oplosan Bahan Baku Obat Sirup, BPOM: Kalau di Bawah Pengawasan, Pasti Tak Diberikan Izin

Berikut ini rangkuman sejumlah alasan BPOM terkait pengawasan senyawa kimia untuk industri yang diduga disalahgunakan menjadi bahan baku farmasi.

1. Cuma awasi bahan kimia khusus farmasi

Ketua BPOM Penny K Lukito menyatakan mereka hanya mengawasi dan memeriksa bahan baku dalam kategori pharmaceutical grade atau khusus farmasi untuk pelarut obat sirup.

hal itu disampaikan Penny dalam rapat dengan Komisi IX DPR pada 4 November 2022 lalu.

"Bahan baku yang digunakan sebagai produksi untuk industri farmasi (obat) itu seharusnya pharmaceutical grade. Nah, tapi dalam hal ini pharmaceutical grade-lah yang harus mendapatkan SKI (Surat Keterangan Impor) dari BPOM, sehingga BPOM bisa melakukan pengawasan di awal," kata Penny.

Baca juga: BPOM Ungkap Bahan Baku Obat Sirup Tercemar EG Berasal dari Perusahaan-perusahaan Ini

Maka dari itu, kata Penny, BPOM tidak mengawasi impor dan peredaran EG dan DEG karena penggunaannya sebenarnya untuk industri di luar farmasi.

Di sisi lain, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan tidak mengatur pembatasan impor senyawa propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG).

2. Pengawasan EG dan DEG bukan tanggung jawab BPOM

Penny mengatakan, BPOM tidak bisa bertanggung jawab atas pengawasan peredaran dan penggunaan senyawa kimia EG dan DEG yang ternyata digunakan sebagai bahan baku pelarut obat sirup oleh beberapa pelaku industri farmasi.

Baca juga: BPOM Cabut Izin Edar 69 Obat Sirup, BPKN: Pastikan Tak Ada Lagi di Tengah Masyarakat

Menurut Penny, seharusnya bahan baku untuk produksi obat sirup harus didapatkan dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memenuhi ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).

Halaman:
Komentar
bagi orang2 yg melakukan pengoplosan untuk campuran obat, ini pembunuhan berencana namanya, polisi harus bisa menjerat mereka dg pasal berlapis


Terkini Lainnya
Menag Sebut Arab Saudi Penuhi Semua Permintaan Presiden Prabowo
Menag Sebut Arab Saudi Penuhi Semua Permintaan Presiden Prabowo
Nasional
Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola ASN Profesional Jadi Kunci Kesejahteraan Masyarakat
Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola ASN Profesional Jadi Kunci Kesejahteraan Masyarakat
Nasional
Hingga 31 Juli, Anak-anak Bisa Nikmati Liburan Seru di Bandara InJourney Airports
Hingga 31 Juli, Anak-anak Bisa Nikmati Liburan Seru di Bandara InJourney Airports
Nasional
Kompas.com ke Para Kolumnis: Terima Kasih telah Beri Warna Baru
Kompas.com ke Para Kolumnis: Terima Kasih telah Beri Warna Baru
Nasional
Hukuman Setya Novanto Disunat, ICW: Korupsi Besar Harusnya Hukuman Diperberat
Hukuman Setya Novanto Disunat, ICW: Korupsi Besar Harusnya Hukuman Diperberat
Nasional
Hasto Dituntut 7 Tahun, Pengacara Sebut Tak Lepas dari Peran Eks Penguasa
Hasto Dituntut 7 Tahun, Pengacara Sebut Tak Lepas dari Peran Eks Penguasa
Nasional
Kepala BP Haji: Kami Siap Jalankan Amanah Haji 2026
Kepala BP Haji: Kami Siap Jalankan Amanah Haji 2026
Nasional
Soal Pemilu Dipisah, Wamendagri: Sejauh Mana Kewenangan MK dalam Pembentukan Undang-Undang?
Soal Pemilu Dipisah, Wamendagri: Sejauh Mana Kewenangan MK dalam Pembentukan Undang-Undang?
Nasional
Sentil Putusan MK, Bima Arya: Kita Butuh Sistem Pemilu yang Melembaga, Bukan Berubah Secara Ekstrem
Sentil Putusan MK, Bima Arya: Kita Butuh Sistem Pemilu yang Melembaga, Bukan Berubah Secara Ekstrem
Nasional
Wamendagri Tegaskan Revisi UU Pemilu Jadi Agenda Prolegnas 2025
Wamendagri Tegaskan Revisi UU Pemilu Jadi Agenda Prolegnas 2025
Nasional
BKKBN Sebut Fenomena Childfree di Perkotaan, Terpengaruh Tren Medsos
BKKBN Sebut Fenomena Childfree di Perkotaan, Terpengaruh Tren Medsos
Nasional
Pigai Usul Individu hingga Pebisnis Bisa Ditetapkan Jadi Pelaku Pelanggar HAM
Pigai Usul Individu hingga Pebisnis Bisa Ditetapkan Jadi Pelaku Pelanggar HAM
Nasional
KPK Cegah Eks Sekjen MPR Ma'ruf Cahyono ke Luar Negeri
KPK Cegah Eks Sekjen MPR Ma'ruf Cahyono ke Luar Negeri
Nasional
Natalius Pigai Sebut Revisi UU HAM Bakal Perkuat Komnas HAM
Natalius Pigai Sebut Revisi UU HAM Bakal Perkuat Komnas HAM
Nasional
Muncul Fenomena 'Childfree', BKKBN: Penyebabnya Trauma dan KDRT
Muncul Fenomena "Childfree", BKKBN: Penyebabnya Trauma dan KDRT
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau