Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

NU-Muhammadiyah Sepakat Isu Penundaan Pemilu Tak Perlu Digoreng Lagi

Kompas.com - 05/01/2023, 06:49 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, sepakat isu penundaan pemilihan umum (pemilu) tak relevan untuk terus dibicarakan.

Keduanya sama-sama mengungkit hal ini setelah masing-masing ormas menerima kunjungan jajaran komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

KPU RI lebih dulu menyambangi kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pada Selasa (3/1/2023), sebelum sowan ke kantor Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) pada Rabu (4/1/2023).

Sebelumnya, isu ini kembali mengemuka gara-gara sejumlah partai tak lolos pendaftaran dan verifikasi calon peserta Pemilu 2024. Kemudian, mereka menunggangi isu dugaan kecurangan KPU untuk mengusulkan penghentian tahapan pemilu yang sudah berlangsung sejak 14 Juni 2022.

Baca juga: Muhammadiyah-NU Sepakat Elite Politik Harus Jauhi Sentimen Keagamaan di Pemilu 2024

Muhammadiyah: Pemilu 2024 harga mati

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir bahkan menjadikan isu ini sebagai pernyataan perdana ketika menyambut jajaran komisioner KPU RI.

"Salaman artinya pemilu jadi, tidak ditunda, tidak ditambah," kata Haedar Nashir di hadapan awak media, Selasa siang, saat bersalaman dengan Hasyim.

Haedar menambahkan, penyelenggaraan pemilu pada 14 Februari 2024 sudah menjadi kesepakatan bersama pemerintah, DPR, dan lembaga-lembaga penyelenggara pemilu.

"Menurut Sekum (Sekretaris Umum) Muhammadiyah (Abdul Mukti), Pemilu 14 Februari 2024 itu harga mati," ujar Haedar.

"KPU menjamin berdasarkan konstitusi juga di mana dalam pandangan KPU tadi, pemilu selain luber dan jurdil, juga dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Itu sudah (ketentuan) UUD 1945. Artinya selesai dan tidak perlu lagi ada wacana atau opini-opini," katanya lagi.

Baca juga: Terima Kunjungan KPU, Muhammadiyah: Artinya Pemilu Jadi, Tidak Ditunda

NU: alasannya apa?

Sementara itu, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mempertanyakan alasan di balik wacana penundaan pemilu.

Ia bahkan menggunakan perbandingan saat Indonesia dihantam pandemi Covid-19 yang amat gawat pada 2020, pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak tetap dipaksakan berlangsung.

"Dulu itu ketika kita kena pandemi, dengan situasi yang sangat menegangkan, bukan hanya secara domestik tapi juga global, ya mungkin cukup alasan untuk berpikir bagaimana nasib jadwal pemilu," ujar Yahya, Rabu.

Baca juga: Akhir 75 Tahun Kemenag Urus Haji, Ditutup dengan Permintaan Maaf

"Tapi, dalam keadaan sekarang ini, bicara soal perubahan jadwal, penundaan, dan sebagainya, itu alasannya apa?" katanya lagi.

Yahya menegaskan bahwa wacana ini hanya bisa digulirkan seandainya ada alasan yang sangat kuat, argumen-argumen yang sungguh melegitimasi kemungkinan ditundanya pemilu.

"Kalau tidak legitimate, untuk apa?" kata juru bicara Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid itu.

Baca juga: Tak Larang Politikus Sowan ke Pesantren, Gus Yahya: Pokoknya Jangan Bawa Nama NU

Halaman:
Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Pembentukan Tim Khusus Kampung Haji Tunggu Prabowo Pulang dari Luar Negeri
Pembentukan Tim Khusus Kampung Haji Tunggu Prabowo Pulang dari Luar Negeri
Nasional
Bangun Karakter, MPLS Sekolah Rakyat Kenalkan Siswa 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat
Bangun Karakter, MPLS Sekolah Rakyat Kenalkan Siswa 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat
Nasional
BP Haji Ungkap Rencana Menteri Arab Saudi ke Indonesia di Tengah Tanda Tanya Kuota Haji 2026
BP Haji Ungkap Rencana Menteri Arab Saudi ke Indonesia di Tengah Tanda Tanya Kuota Haji 2026
Nasional
Mendagri Tito Tekankan Pentingnya Peran Dukcapil dalam DTSEN
Mendagri Tito Tekankan Pentingnya Peran Dukcapil dalam DTSEN
Nasional
Konsultan Kemendikbudristek Ibrahim Arief Klaim Sakit, Minta Pemeriksaan Ditunda, tapi Dijemput Paksa
Konsultan Kemendikbudristek Ibrahim Arief Klaim Sakit, Minta Pemeriksaan Ditunda, tapi Dijemput Paksa
Nasional
2 Kali Diperiksa Kejagung, Nadiem Makarim Ucapkan Terima Kasih
2 Kali Diperiksa Kejagung, Nadiem Makarim Ucapkan Terima Kasih
Nasional
Periksa 2 Eks Stafsus Menaker, KPK Telusuri Dugaan Pemerasan Izin TKA Era Hanif Dhakiri
Periksa 2 Eks Stafsus Menaker, KPK Telusuri Dugaan Pemerasan Izin TKA Era Hanif Dhakiri
Nasional
Di DPR, Mensos Pastikan Coret Penerima Bansos dari DTSEN Jika Terbukti Main Judol
Di DPR, Mensos Pastikan Coret Penerima Bansos dari DTSEN Jika Terbukti Main Judol
Nasional
Anggota DPR Mafirion Tak Penuhi Panggilan KPK Terkait Kasus Pemerasan Izin Urus TKA
Anggota DPR Mafirion Tak Penuhi Panggilan KPK Terkait Kasus Pemerasan Izin Urus TKA
Nasional
Akhiri Lawatan Luar Negeri, Prabowo Bertolak dari Paris ke Indonesia
Akhiri Lawatan Luar Negeri, Prabowo Bertolak dari Paris ke Indonesia
Nasional
Peluncuran Kopdeskel Merah Putih Siap Digelar, Mendagri Tito Pastikan Dukungan Penuh
Peluncuran Kopdeskel Merah Putih Siap Digelar, Mendagri Tito Pastikan Dukungan Penuh
Nasional
2 Hari Selesai Bahas DIM, YLBHI Kritik Kualitas Pembahasan RUU KUHAP
2 Hari Selesai Bahas DIM, YLBHI Kritik Kualitas Pembahasan RUU KUHAP
Nasional
Diperiksa Kejagung 10 Jam, Nadiem: Izinkan Saya Kembali ke Keluarga Saya
Diperiksa Kejagung 10 Jam, Nadiem: Izinkan Saya Kembali ke Keluarga Saya
Nasional
Nadiem Makarim Ucap Terima Kasih Usai Diperiksa Kejagung
Nadiem Makarim Ucap Terima Kasih Usai Diperiksa Kejagung
Nasional
KPK Kritik RUU KUHAP yang Hanya Atur Pencekalan ke Luar Negeri untuk Tersangka
KPK Kritik RUU KUHAP yang Hanya Atur Pencekalan ke Luar Negeri untuk Tersangka
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau