Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yanuar Prihatin
Trainer, Anggota DPR RI

Yanuar Prihatin adalah seorang trainer yang yang mengkhususkan diri pada pengembangan life skill, sukses hidup dan pemenangan pemilu/pilkada. Sejak 2014 hingga saat ini menjadi anggota DPR RI Fraksi PKB Dapil Jabar 10.

Alasan Mengapa Harus Tetap Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Kompas.com - 05/01/2023, 14:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HARI-hari terakhir ini muncul kembali debat tentang sistem pemilu yang seharusnya dianut Indonesia: proporsional terbuka atau tertutup? Bagaimana cara menjawab pertanyaan ini?

Tentunya harus ada ukuran atau parameter yang jelas supaya kita punya standar yang sama untuk memahami pesoalan ini. Setidaknya ada lima parameter yang bisa dijadikan acuan.

Pertama, alasan historis. Sistem proporsisonal tertutup penah digunakan pada Pemilu 1955, dan mencapai puncaknya sepanjang pemilu di masa Orde Baru.

Pemilu awal reformasi 1999 juga menggunakan sistem tertutup ini.

Mengapa kemudian sistem proporsional tertutup diganti dengan proporsional terbuka? Sederhana saja. Ini artinya sistem proporsional tertutup mengandung banyak kekurangan dan kelemahan, yang akhirnya kemudian dikoreksi melalui sistem proporsional terbuka.

Kelemahan tersebut sangat jelas dalam beberapa aspek fundamental, antara lain, kedaulatan partai mereduksi kedaulatan rakyat, hubungan anggota legislatif dan para pemilih berjarak lebar, pemilih tidak punya peluang untuk menentukan wakil yang dikehendakinya, kader parpol cenderung mengakar ke atas bukan ke bawah, demokrasi menjadi elitis karena didominasi oleh segelintir oligarki, dan seterusnya.

Jika kita kembali kepada sistem yang tertutup, maka sama artinya dengan menghidupkan ulang seluruh kelemahan dan kekurangan itu dalam sistem pemilu kita.

Kedua, kedaulatan rakyat. Inti demokrasi dan pemilu adalah menegakkan prinsip kedaulatan rakyat.

Di manakah prinsip ini lebih mungkin tumbuh dan berkembang: dalam sistem tertutup atau sistem terbuka?

Dalam sistem tertutup, kedaulatan partai jauh lebih kuat. Partai memegang kendali sepenuhnya siapa yang akan dijadikan anggota legislatif.

Tak sedikitpun celah bagi pemilih untuk ikut campur urusan ini. Siapapun wakilnya, pemilih harus menerima, suka atau tidak suka, kenal atau tidak kenal, baik atau buruk.

Dalam sistem proporsional terbuka, ada keseimbangan antara hak partai dan hak rakyat. Partai mengusulkan nama-nama calon, dan rakyat diberi kebebasan untuk memilih calon mana yang dipercaya untuk mewakilinya.

Dalam kondisi semacam ini, partai “dipaksa” untuk memajukan nama-nama terbaik yang berpeluang besar disukai dan dipercaya rakyat.

Dalam sistem tertutup, kehendak rakyat bukanlah pertimbangan utama, karena simbol partai lebih pokok.

Ketiga, pendewasaan budaya politik. Demokrasi yang kokoh, stabil dan dewasa ditandai oleh budaya politik yang menghargai kompetisi, perbedaan pendapat dan pilihan, toleransi yang asli bukan pura-pura, rasionalitas dalam bersikap dan memilih, komunikasi politik yang terbuka, partisipasi masyarakat yang otonom, dan kesetaraan dalam mobilitas vertikal individu atas dasar kompetensi dan kualitas diri.

Halaman:
Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Prabowo Sebut Relasi Politik Kakak-Adik, Politikus PDIP: Tak Harus Serumah
Prabowo Sebut Relasi Politik Kakak-Adik, Politikus PDIP: Tak Harus Serumah
Nasional
PDIP-Gerindra Disebut Kakak Adik, Deddy Sitorus: Sinyal yang Ditujukan Prabowo
PDIP-Gerindra Disebut Kakak Adik, Deddy Sitorus: Sinyal yang Ditujukan Prabowo
Nasional
Romo Magnis hingga Eks Jaksa Agung Kirim Amicus Curiae untuk Hasto PDIP
Romo Magnis hingga Eks Jaksa Agung Kirim Amicus Curiae untuk Hasto PDIP
Nasional
Komisi II DPR Akan Kaji Usul Moratorium Pembangunan IKN
Komisi II DPR Akan Kaji Usul Moratorium Pembangunan IKN
Nasional
Peneliti TII: Pelibatan Ahli di RUU KUHAP Hanya Tambal Sulam
Peneliti TII: Pelibatan Ahli di RUU KUHAP Hanya Tambal Sulam
Nasional
Heran Eks Marinir Satria Arta Kumbara Berperang untuk Rusia, Anggota DPR: Kok Bisa?
Heran Eks Marinir Satria Arta Kumbara Berperang untuk Rusia, Anggota DPR: Kok Bisa?
Nasional
Kebakaran KM Barcelona, Komisi V Akan Panggil Menhub dan Ikut Investigasi
Kebakaran KM Barcelona, Komisi V Akan Panggil Menhub dan Ikut Investigasi
Nasional
BPOM Tarik 15 Produk Obat Herbal Berbahaya, Anggota DPR: Alternatif Aman Malah Jadi Ancaman
BPOM Tarik 15 Produk Obat Herbal Berbahaya, Anggota DPR: Alternatif Aman Malah Jadi Ancaman
Nasional
Polemik Eks Marinir Satria, Pengamat Dorong Evaluasi Loyalitas Eks Prajurit
Polemik Eks Marinir Satria, Pengamat Dorong Evaluasi Loyalitas Eks Prajurit
Nasional
Usai Ditunda, BPS Bakal Rilis Data Kemiskinan Jumat Mendatang
Usai Ditunda, BPS Bakal Rilis Data Kemiskinan Jumat Mendatang
Nasional
Ketua DPR: Insiden KM Barcelona Momentum Evaluasi Total Keamanan Transportasi Laut
Ketua DPR: Insiden KM Barcelona Momentum Evaluasi Total Keamanan Transportasi Laut
Nasional
Kejagung Persilakan KPK Periksa Eks Bos BJB yang Juga Tersangka Kasus Sritex
Kejagung Persilakan KPK Periksa Eks Bos BJB yang Juga Tersangka Kasus Sritex
Nasional
Soal Danantara Investasi Rp 130 Triliun di AS, Rosan: Kita Fokus di Indonesia
Soal Danantara Investasi Rp 130 Triliun di AS, Rosan: Kita Fokus di Indonesia
Nasional
Pemerintah Diminta Susun Kurikulum Anti-Pelecehan di Sekolah dan Pesantren
Pemerintah Diminta Susun Kurikulum Anti-Pelecehan di Sekolah dan Pesantren
Nasional
Eks Marinir Satria Minta Pulang ke RI, Komisi I Singgung Loyalitasnya
Eks Marinir Satria Minta Pulang ke RI, Komisi I Singgung Loyalitasnya
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Armand Maulana: Musik Indonesia Bagus jika Sistem Benar, Korea-Jepang Tak Ada Apa-apanya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau