Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Jubir PN Jakpus soal Rencana Pemanggilan Ketua PN Jakpus Terkait Putusan Penundaan Pemilu

Kompas.com - 06/03/2023, 22:48 WIB
Irfan Kamil,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

4

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Zulkifli Atjo mengatakan, pemanggilan dan pemeriksaan terhadap hakim telah diatur dalam Undang-undang dan Surat Edaran (SE) antara Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA).

Hal itu disampaikan Zulkifli menanggapi rencana KY yang bakal memanggil hakim, panitera, dan ketua PN Jakarta Pusat terkait putusan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait tahapan Pemilihan Umum (Pemilu).

Pemanggilan terhadap pihak PN Jakpus dilakukan untuk mendalami laporan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih terhadap majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara perdata yang diajukan Prima.

"Pemanggilan dan pemeriksaan hakim oleh KY sudah diatur oleh Undang-undang dan surat edaran bersama antara KY dengan MA," kata Zulkifli kepada Kompas.com, Senin (6/3/2023).

Baca juga: KY Bakal Periksa Ketua PN Jakpus Terkait Putusan Penundaan Tahapan Pemilu

DIketahui, majelis hakim yang dipimpin T Oyong dengan anggota H Bakri dan Dominggus Silaban memenangkan gugatan Prima.

Majelis hakim PN Jakarta Pusat kemudian menghukum KPU sebagai pihak tergugat untuk menunda tahapan pemilu yang telah berjalan.

Keputusan yang kontroversial tersebut berbuah laporan Koalisi Masyarakat Sipil yang diwakili oleh Themis Indonesia Law Firm dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Perwakilan Perludem, Ihsan Maulana mengatakan, majelis hakim yang memeriksa perkara Prima diduga melakukan pelanggaran karena mengabulkan sebuah perkara yang bukan kewenangan absolutnya.

Ia berpandangan, tindakan majelis hakim bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2 tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.

"Oleh karena itu, dapat diduga majelis hakim yang memeriksa perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst melanggar prinsip kode etik dan pedoman perilaku hakim bersikap profesional," ujar Ihsan.

Baca juga: Terima Laporan Terkait Hakim PN Jakpus, Ketua KY: Kita Tindak Lanjuti

Diberitakan, PN Jakarta Pusat memenangkan Prima atas gugatan perdata terhadap KPU, Kamis (2/3/2022).

Dalam putusan atas gugatan 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan pada 8 Desember 2022, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024.

"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.

Sebelumnya, Prima melaporkan KPU karena merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.

Dalam tahapan verifikasi administrasi, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.

Namun, Prima merasa telah memenuhi syarat keanggotaan tersebut dan menganggap bahwa Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah dan menjadi biang keladi tidak lolosnya mereka dalam tahapan verifikasi administrasi.

Baca juga: Ketua MKMK Anggap Perlu Pemeriksaan Lanjutan di Kasus Pengubahan Substansi Putusan MK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

4
Komentar
putusan hakim kok diributkan..klo putusan hakim sambo kok diem wae


Terkini Lainnya
ADHI Perkuat Diversifikasi Investasi Strategis untuk Pertumbuhan yang Berkelanjutan
ADHI Perkuat Diversifikasi Investasi Strategis untuk Pertumbuhan yang Berkelanjutan
Nasional
KPK Ingatkan Ormas Agama Patuhi Regulasi Tata Kelola Tambang
KPK Ingatkan Ormas Agama Patuhi Regulasi Tata Kelola Tambang
Nasional
Hukuman Terdakwa Korupsi Jalan Tol MBZ Diperberat Jadi 8 Tahun Bui
Hukuman Terdakwa Korupsi Jalan Tol MBZ Diperberat Jadi 8 Tahun Bui
Nasional
Siswa SMA di Garut Meninggal Diduga Dibully, Puan Soroti Lemahnya Sistem Deteksi Kekerasan Sekolah
Siswa SMA di Garut Meninggal Diduga Dibully, Puan Soroti Lemahnya Sistem Deteksi Kekerasan Sekolah
Nasional
Dulu Gabung Tentara Bayaran Rusia demi Uang, Satria Arta Kumbara Kini Minta Pulang ke Indonesia
Dulu Gabung Tentara Bayaran Rusia demi Uang, Satria Arta Kumbara Kini Minta Pulang ke Indonesia
Nasional
Keakraban Prabowo-Jokowi di Solo, Tepis Isu Pecah Kongsi?
Keakraban Prabowo-Jokowi di Solo, Tepis Isu Pecah Kongsi?
Nasional
Kemensos Siap Dukung Kopdes Merah Putih, Gus Ipul: Upaya Memutus Rantai Kemiskinan Ekstrem
Kemensos Siap Dukung Kopdes Merah Putih, Gus Ipul: Upaya Memutus Rantai Kemiskinan Ekstrem
Nasional
PDI-P Ibaratkan Pemira PSI 'Sepak Bola Gajah', Jubir: Gajah Tak Mau Ribut dan Berisik
PDI-P Ibaratkan Pemira PSI "Sepak Bola Gajah", Jubir: Gajah Tak Mau Ribut dan Berisik
Nasional
Respons TNI AL dan Kemenlu soal Permintaan Eks Marinir Satria Arta Dipulangkan ke Indonesia
Respons TNI AL dan Kemenlu soal Permintaan Eks Marinir Satria Arta Dipulangkan ke Indonesia
Nasional
Peduli Disabilitas dan Lansia, DWP Kemensos Salurkan Bantuan Atensi di Yogyakarta
Peduli Disabilitas dan Lansia, DWP Kemensos Salurkan Bantuan Atensi di Yogyakarta
Nasional
Wakil Ketua DPR Harap Kopdes Merah Putih Tumbuhkan Ekonomi Daerah dan Nasional
Wakil Ketua DPR Harap Kopdes Merah Putih Tumbuhkan Ekonomi Daerah dan Nasional
Nasional
DTSEN Diklaim Bisa Identifikasi Keluarga Berisiko Stunting
DTSEN Diklaim Bisa Identifikasi Keluarga Berisiko Stunting
Nasional
Kecaman Prabowo ke Vampir Ekonomi, Serakahnomics hingga Penggiling Brengsek
Kecaman Prabowo ke Vampir Ekonomi, Serakahnomics hingga Penggiling Brengsek
Nasional
Ekoteologi dan Peran Negara
Ekoteologi dan Peran Negara
Nasional
Ramai-ramai Soroti Vonis Tom Lembong: Ekonomi Kapitalis, Tak Ada Mens Rea
Ramai-ramai Soroti Vonis Tom Lembong: Ekonomi Kapitalis, Tak Ada Mens Rea
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau