Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Kapuas Pakai Uang Korupsi untuk Bayar Survei, Indikator Politik Buka Suara

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN
Para tersangka selaku Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah Ben Brahim S Bahat (kedua kiri) dan istri yang juga anggota DPR Fraksi NasDem Ary Egahni (kanan) berjalan menuju ruangan konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (28/3/2023). KPK menetapkan pasangan suami istri tersebut sebagai tersangka terkait dugaan korupsi berupa pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara disertai dengan penerimaan suap di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah dengan jumlah uang yang diterima tersangka sebesar Rp8,7 miliar. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.
|
Editor: Sabrina Asril

JAKARTA, KOMPAS.com - Indikator Politik Indonesia mengaku telah bersepakat dengan Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng), Ben Brahum S Bahat bahwa uang yang dibayarkan untuk jasa survei bukan berasal dari tindak pidana.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Ben Brahum bersama istri sebagai tersangka kasus korupsi. Keduanya disebut menerima sejumlah uang hingga barang mewah dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pihak swasta.

Uang hasil korupsi itu ternyata dipakai untuk kepentingan kampanye Ben maju Pilgub Kalteng dan istrinya yang maju sebagai anggota DPR RI.

Direktur Indikator Politik Indonesia Fauny Hidayat mengatakan, ketentuan itu tertuang dalam kontrak kerja antara pihaknya dengan Ben Brahim yang ingin dicalonkan salah satu partai sebagai calon Gubernur Kalteng pada 2020.

Baca juga: Bupati Kapuas Jadi Tersangka Korupsi, Mendagri: Kepala Daerah Tolonglah Berubah...

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diketahui, Ben Brahim dan istrinya, Ary Egahni diduga melakukan korupsi. Sebagian uang itu kemudian digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional.

“Salah satu klausulnya menyatakan bahwa pihak pemesan survei (Ben Brahim) menjamin bahwa sumber dana yang dipakai survei bukan berasal dari sumber atau perbuatan tindak pidana,” kata Fauny saat dihubungi Kompas.com, Rabu (29/3/2023).

Fauny menyebut, kontrak kerja itu menyepakati bahwa survei dilakukan satu kali pada Juni 2020.

Pihaknya pun telah menyerahkan hasil survei itu kepada Ben Brahim sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam kontrak kerja.

Baca juga: Uang Korupsi Bupati Kapuas Diduga untuk Bayar Survei Poltracking dan Indikator Politik Indonesia

“Setelah itu tidak ada komunikasi dan hubungan sama sekali dengan Ben Brahim sampai saat ini,” ujar Fauny.

Menurut Fauny, menjelang Pilkada serentak 2020, Indikator Politik indonesia menjadi salah satu polster yang direkomendasikan salah satu partai.

Pihaknya dipercaya melakukan survei penjaringan bakal calon kepala daerah yang hendak diusung partai tersebut.

Ben Brahim yang tengah menjabat Bupati Kapuas berniat menjadi kandidat calon Gubernur Kalteng. Ia ingin mengantongi dukungan dari partai tersebut.

Baca juga: Sederet Fakta Korupsi Bupati Kapuas, untuk Biaya Politik dan Belanja Barang Mewah

“Karenanya minta disurvei oleh Indikator dalam rangka mengecek tingkat kedipilihannya,” tutur Fauny.

Sebelumnya, KPK menduga Ben Brahim menerima uang dan fasilitas dari berbagai SKPD di Pemerintah kabupaten (Pemkab) Kapuas.

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menyebut, Istri Ben Brahim, Ary diduga aktif ikut campur dalam urusan Pemkab Kapuas.

Salah satunya dengan memerintahkan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memenuhi kebutuhan pribadinya.

Selain dari pihak sejumlah Kepala SKPD, pihaknya juga diduga menerima uang dan fasilitas dari pihak swasta.

“Mengenai besaran jumlah uang yang diterima Ben Brahim dan Ary sejauh ini sejumlah sekitar Rp 8,7 miliar yang antara lain juga digunakan untuk membayar 2 lembaga survei nasional,” kata Johanis dalam konferensi pers di KPK, Rabu (29/3/2023).

Selain itu, uang panas itu juga digunakan Ben Brahim untuk biaya operasional saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas dan pemilihan gubernur Kalimantan Tengah.

“Termasuk untuk keikutsertaan Ary Egahni yang merupakan istri Ben Brahim dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI di tahun 2019,” tutur Tanak.

Belakangan, KPK membenarkan dua lembaga survei itu adalah Indikator Politik Indonesia dan Poltracking Indonesia.

Kompas.com telah menghubungi Direktur Eksekutif Polrtracking Indonesia, Hanta Yufha. Namun, hingga berita ini ditulis ia belum merespons.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi