Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Nasir
Wartawan

Wartawan Kompas, 1989- 2018

Media Pers Seribu Wajah

Kompas.com, 31 Maret 2023, 14:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEDIA pers memiliki seribu wajah yang merupakan manifestasi banyak masalah dari banyak kehidupan. Seribu wajah menggambarkan pers menyerap semua masalah kehidupan, sebagai bakti pers pada kepentingan umum.

Dengan banyak wajah, media pers yang independen dapat diterima semua pihak. Pers tidak berwajah tetap pada pihak tertentu, golongan dan partai tertentu. Namun pers berdiri di tengah, sehingga semua bisa mengambil manfaat darinya, sebagai infrastruktur penyebaran informasi.

Itulah gambaran yang saya tangkap ketika akan berbicara dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Tokoh Masyarakat (Patomas) Bogor dan PT Danakirti Media News di Hotel Amaris, Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 30 Maret 2023.

Saya mencoba merefleksikan tentang kebebasan pers dengan memandang dari sudut kemasan yang sedikit beda di acara yang diakhiri buka puasa bersama.

Ketika materi saya sampaikan, suasana audien tenang, diam semua. Saya khawatir ada hadirin yang sulit memahaminya.

Namun saya lanjutkan dengan kata-kata terkenal, “Di bawah matahari ini tidak ada yang baru”. Tidak ada materi baru di sini.

Media pers tetap berada di posisi netral dalam menjaga independensi dan kemerdekaannya sebagaimana dipesankan dalam undang-undang nomor 40 Tahun 1999 serta kode etik jurnalistik.

Kebebasan pers dan kemerdekaannya meneguhkan sejatinya pers sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut.

Tidak boleh ada pihak luar yang memengaruhi, mendekte dan menghalang-halangi pers dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Namun kebebasan pers yang menjadi pilar demokrasi keempat, akan menghadapi persoalan yang serius apabila wartawan tidak profesional, tidak kompeten, dan apalagi kalau tidak melaksanakan kode etik jurnalistik yang sudah disepakati masyarakat pers.

Pelanggaran terhadap hak asasi manusia, pelanggaran pedoman pemberitaan ramah anak, dan kode etik akan menjadi-jadi apabila wartawan tidak membaca undang-undang tentang pers, dan kode etik jurnalistik.

Kode etik jurnalistik harus dibaca oleh para wartawan dan pengusaha media, supaya mengerti tentang pedoman yang harus selalu dilaksanakan.

Bahkan masyarakat sebaiknya juga turut membaca kode etik jurnalistik supaya bisa ikut mengawasi kerja wartawan. Buku kode etik jurnalistik sudah saatnya dibagi-bagikan kepada masyarakat. Ayo kita mulai!

Tahun Politik

Dalam diskusi publik yang bertema media dalam fungsinya mencerdaskan anak bangsa di tahun politik, saya mencoba mengelaborasinya. Di tahun politik yang menantang 2023- 2024, media pers jangan terkooptasi oleh partai tertentu, sehingga membuat pers tidak bebas.

Pengetahuan tentang politik perlu diperdalam, agenda-agenda dan tahapan pemilihan umum dicatat supaya tidak tertinggal momen-momen penting.

Halaman:
Berikan Opinimu
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Continue with Google Continue with Google
atau