Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ajukan Praperadilan, Lukas Minta Dikeluarkan dari Rutan KPK

Kompas.com - 03/04/2023, 06:26 WIB
Syakirun Ni'am,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan kliennya dari tahanan.

Hal itu juga sebagaimana tertuang dalam gugatan praperadilan yang diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Gugatan teregister dengan nomor perkara 29/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL.

Petrus mengatakan, dalam petitumnya, Lukas meminta agar Majelis Hakim PN Jaksel memerintahkan KPK menempatkan Lukas di rumah sakit atau tahanan kota dengan segala akibat hukumnya.

Baca juga: Sidang Praperadilan Lukas Enembe Lawan KPK Digelar 10 April 2023

“Bapak Lukas Enembe juga memohon pada Hakim untuk menetapkan dan memerintahkan Bapak Lukas Enembe untuk dikeluarkan dari tahanan,” ujar Petrus dalam keterangan tertulisnya, Minggu (2/3/2023).

Pada pokoknya, gugatan praperadilan tersebut menggugat penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, perpanjangan penahanan dan penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Lukas.

Ia meminta Hakim PN Jaksel menyatakan, Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor Sprin.Dik/ 81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 tidak sah dan tidak berdasar hukum.

Baca juga: Jadi Tersangka KPK, Lukas Enembe Ajukan Praperadilan

Adapun Sprindik tersebut menetapkan Lukas sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Papua.

“Oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat,” kata Petrus.

Lebih lanjut, Lukas juga meminta hakim menyatakan surat penahanan tertanggal 12 dan 20 Januari, dan 2 Maret tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.

“Karenanya penahanan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat dan harus dinyatakan tidak sah,” tuturnya.

Lukas telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pada September 2022 lalu.

Baca juga: KPK Soal Dugaan TPPU Lukas Enembe: Tungggu Saja Dalam Waktu Dekat

Ia diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka sebesar Rp 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi itu sebagai pemenang lelang tiga proyek multiyears di Papua.

Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 50 miliar terkait dengan jabatannya sebagai gubernur.

Lukas sempat menjalani pembantaran di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) sebanyak dua kali.

Pengacara Lukas berkali-kali menyampaikan bahwa klien mereka harus segera dibawa ke Singapura atau kondisinya akan semakin buruk.

Baca juga: Terduga Penyuap Lukas Enembe Segera Disidang di Pengadilan Tipikor Jakpus

Sementara itu, KPK menilai fasilitas kesehatan di dalam negeri masih cukup untuk mengobati Lukas Enembe.

KPK pun membenarkan bahwa Lukas sedang sakit. Namun, kondisinya tidak seburuk sebagaimana digambarkan para pengacaranya.

Belakangan, KPK membekukan rekening, menyita uang tunai, perhiasan, hingga sejumlah mobil dari Lukas dengan nilai total sekitar Rp 150 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Komentar
jangan banya drama hey monyet cebol..!!


Terkini Lainnya
KPK Sudah Periksa Saksi untuk Selidiki Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024
KPK Sudah Periksa Saksi untuk Selidiki Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024
Nasional
Prabowo: 30 Tahun RI Ikut Kapitalis Pasar Bebas dan Tak Berhasil
Prabowo: 30 Tahun RI Ikut Kapitalis Pasar Bebas dan Tak Berhasil
Nasional
Bukan Kapitalisme atau Sosialisme, Prabowo: Saya Memilih Jalan Tengah
Bukan Kapitalisme atau Sosialisme, Prabowo: Saya Memilih Jalan Tengah
Nasional
Prabowo di Hadapan Putin: Indonesia Tidak Memihak, Satu Musuh Terlalu Banyak
Prabowo di Hadapan Putin: Indonesia Tidak Memihak, Satu Musuh Terlalu Banyak
Nasional
Prabowo Yakin Indonesia Bisa Swasembada Pangan dalam Setahun, Lebih Cepat dari Target
Prabowo Yakin Indonesia Bisa Swasembada Pangan dalam Setahun, Lebih Cepat dari Target
Nasional
Prabowo Yakin Ekonomi RI Bisa Tumbuh 7 Persen Akhir 2025: Bahkan Lebih
Prabowo Yakin Ekonomi RI Bisa Tumbuh 7 Persen Akhir 2025: Bahkan Lebih
Nasional
Di SPIEF Rusia, Prabowo Pamer Cadangan Beras Indonesia Terbesar Sepanjang Sejarah
Di SPIEF Rusia, Prabowo Pamer Cadangan Beras Indonesia Terbesar Sepanjang Sejarah
Nasional
Prabowo Paparkan 4 Prioritas Pemerintahannya di SPIEF 2024
Prabowo Paparkan 4 Prioritas Pemerintahannya di SPIEF 2024
Nasional
Prabowo Analogikan Pertumbuhan Penduduk RI di Depan Putin: Dalam 10 Tahun, Ada 10 Singapura
Prabowo Analogikan Pertumbuhan Penduduk RI di Depan Putin: Dalam 10 Tahun, Ada 10 Singapura
Nasional
Ajak Rusia Berivestasi, Prabowo: Saya Miliki Hubungan Baik dengan Perusahaan Rusia
Ajak Rusia Berivestasi, Prabowo: Saya Miliki Hubungan Baik dengan Perusahaan Rusia
Nasional
Prabowo: Ada Bahaya di Negara Berkembang seperti RI, Kolusi antara Pemodal dan Pejabat Pemerintah
Prabowo: Ada Bahaya di Negara Berkembang seperti RI, Kolusi antara Pemodal dan Pejabat Pemerintah
Nasional
Ahli di Sidang Hasto: Tidak Masuk Akal Orang Kena Pasal Perintangan, padahal Perkara Sudah Inkrah
Ahli di Sidang Hasto: Tidak Masuk Akal Orang Kena Pasal Perintangan, padahal Perkara Sudah Inkrah
Nasional
Prabowo: Kesalahan Besar Banyak Negara Asia Tenggara Cenderung Ikut Kekuatan Besar Dunia
Prabowo: Kesalahan Besar Banyak Negara Asia Tenggara Cenderung Ikut Kekuatan Besar Dunia
Nasional
Singgung Konflik Timur Tengah di SPIEF 2025, Prabowo: Harap Segera Capai Resolusi Damai
Singgung Konflik Timur Tengah di SPIEF 2025, Prabowo: Harap Segera Capai Resolusi Damai
Nasional
MA Sunat Hukuman Hakim Agung Gazalba Saleh Jadi 10 Tahun Penjara
MA Sunat Hukuman Hakim Agung Gazalba Saleh Jadi 10 Tahun Penjara
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau