Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Mekanisme Peringatan Dini Tsunami di Indonesia

Kompas.com - 16/06/2021, 18:40 WIB
Nadia Faradiba

Penulis

KOMPAS.comTsunami adalah bencana alam yang mengerikan karena efek yang ditimbulkannya. Tsunami adalah rangkaian gelombang laut yang menjalar dengan kecepatan mencapai lebih dari 900 kilometer per jam atau lebih. Gelombang tsunami bisa merusak apapun yang dilaluinya, seperti gedung, jalan, dan berbagai fasilitas lainnya.

Indonesia berada di area Ring of Fire, yang merupakan tempat bertemunya lempeng tektonik. Ini membuat Indonesia menjadi negara yang rawan terkena bencana gempa bumi, letusan vulkanik, serta tsunami. Ring of Fire adalah tempat terjadinya 80 persen tsunami di Bumi.

Baca juga: Fakta Gempa M 6,1 Maluku, 13 Kali Gempa Susulan dan Berpotensi Tsunami

Terjadinya tsunami

Tsunami terjadi akibat adanya gempa bumi yang dahsyat di dasar laut. Gempa bumi tersebut menyebabkan terjadinya longsor baik longsor di dasar laut atau longsor dari darat menuju ke laut, yang menyebabkan meningkatnya level air di laut.

Tidak semua gempa bumi yang kencang bisa menyebabkan tsunami. Beberapa kriteria gempa yang bisa menyebabkan tsunami antara lain gempa dengan magnitudo lebih besar dari 7 SR dan sumber gempa bumi terjadi di laut dangkal pada kedalaman kurang dari 100 kilometer.

Mekanisme peringatan dini tsunami

Untuk mengantisipasi tsunami, Indonesia telah memiliki InaTEWS atau Indonesia Tsunami Early Warning System. BMKG adalah satu-satunya badan resmi yang bertugas untuk mengelola dan menyerukan peringatan dini tsunami berdasarkan InaTEWS.

Baca juga: Maluku Waspada Gempa Susulan dan Tsunami, Warga Wajib Lakukan 7 Tindakan Antisipasi

InaTEWS memiliki dua macam sistem pemantauan potensi tsunami. Sistem pertama adalah dengan sistem pemantauan darat yang terdiri dari jaringan seismometer broadband dan GPS.

Sistem yang kedua adalah sistem pemantauan laut yang terdiri dari beberapa indikator. Indikator pemantauan di laut meliputi tide gauge, buoy, CCTV, radar tsunami, dan kabel bawah laut. Data dari semua komponen tersebut akan dikirimkan ke BMKG melalui komunikasi satelit.

Buoy adalah alat untuk mengamati ketinggian tsunami di laut. Alat ini disebut juga dengan tsunameter. Alat ini terdiri dari dua bagian, satu bagian berada di dasar laut, dan satu bagian di permukaan air laut. Alat ini akan mencatat jika ada perubahan tekanan dan ketinggian air laut yang melewati alat tersebut.

Sedangkan tide gauge adalah jaringan alat yang digunakan untuk mengamati pasang surut ait di pantai berkaitan dengan tsunami. Alat ini bisa mengetahui jika gelombang tsunami sudah mencapai pantai atau jika tsunami sudah reda.

Hasil data akan diolah oleh BMKG menggunakan jaringan seismometer, akselerometer, dan perangkat lunak SeisComP3. Peringatan dini tsunami bisa dikeluarkan oleh BMKG dalam waktu 5 menit setelah terjadinya gempa bumi.

Jika terjadi gempa dengan magnitudo 7 SR atau lebih, BMKG akan menyebarluaskan berita gempa bumi dan potensi tsunami melalui berbagai media, seperti peringatan di media sosial, SMS, dan peringatan dari aplikasi BMKG di ponsel.

Baca juga: UPDATE Gempa Maluku M 6,1: BMKG Minta Segera Jauhi Pantai, Ada Potensi Tsunami

Waktu peringatan tsunami

Walaupun mekanisme peringatan dini tsunami sudah baik, namun waktu tiba tsunami ke daratan dari terjadinya gempa bumi sangat singkat, yaitu hanya sekitar 10 sampai 60 menit. Ini membuat penyebaran informasi peringatan dini tsunami dan proses evakuasi menjadi sulit.

Maka dari itu penting bagi setiap orang yang tinggal di daerah rawan gempa dan tsunami untuk memahami tanda-tanda tsunami dan mitigasi bencana tsunami. Dengan begitu, kerugian korban jiwa dan materi akan bisa diminimalisir.

Baca juga: Kearifan Lokal Tanda Tsunami Versi Masyarakat, Ikan Terdampar hingga Suara Gemuruh

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com