Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemanasan Global: Proses, Penyebab, dan Dampaknya

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Garry Lotulung
Sejumlah pelajar saat beraksi dengan isu global Friday For Future di depan Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (15/3/2019). Aksi ini protes terhadap lambannya penanganan krisis pemanasan global di seluruh dunia.
|
Editor: Nibras Nada Nailufar

KOMPAS.com - Pemanasan global kini jadi ancaman serius bagi bumi dan makhluk hidup. Di sisi lain, banyak juga yang menganggap pemanasan global hanya mitos.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump contohnya. Sebenarnya, apa sih pemanasan global itu?

Untuk memahami pemanasan global, mari simak dulu proses pemanasan yang alami. Manusia, hewan, dan tumbuhan yang ada di bumi, membutuhkan panas untuk bisa hidup.

Dikutip dari Global Warming: A Very Short Introduction (2004), panas berasal dari pancaran atau radiasi matahari. Sebagian panas ini ditahan di bumi oleh gas-gas yang ada di atmosfer.

Baca juga: Apa Bedanya Pemanasan Global dengan Perubahan Iklim?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atmosfer bumi terdiri dari sekitar 78 persen nitrogen, 21 persen oksigen, dan 1 persen gas lainnya.

Sebagian gas-gas dalam 1 persen itu disebut gas rumah kaca. Apa saja yang termasuk gas rumah kaca? Ada uap air, karbon dioksida, ozon, metana, dan dinitrogen oksida.

Gas rumah kaca di langit ini bekerja seperti selimut. Mereka menjaga suhu bumi tidak terlalu dingin, sekitar 35 derajat celsius. Tanpa gas ini, suhu di bumi bisa sangat dingin, mencapai -20 derajat celsius.

Proses inilah yang memebedakan bumi dengan planet lainnya. Planet lainnya tak punya "selimut" yang pas seperti bumi. Manusia, hewan, dan tumbuhan, tak bisa bertahan hidup di planet-planet lain.

Baca juga: Penyumbang Pemanasan Global Paling Besar dari Sektor Energi

Penyebab pemanasan global

Pemanasan global adalah proses peningkatan suhu bumi yang berlebihan. Penyebabnya, gas rumah kaca yang tentu juga berlebihan.

Dalam 200 tahun terakhir, manusia menghasilkan karbon dioksida yang berlebih. Kita menghasilkan karbon dioksida lewat pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas bumi.

Pembakaran yang masif ini dimulai sejak abad ke-18, ketika dunia memasuki Revolusi Industri. Gas rumah kaca yang makin tebal ini membuat panas matahari lebih banyak terperangkap di bumi.

Akibatnya, bumi makin hangat. Dibanding masa sebelum Revolusi Industri, bumi makin panas sekitar 1,1 derajat celsius. Inilah yang dimaksud dengan pemanasan global.

Baca juga: Meski Tak Bisa Dihindari, 5 Cara Ini Dapat Kurangi Efek Pemanasan Global

Dampak pemanasan global

Pemanasan ini memberi dampak yang berbahaya bagi para penghuni bumi. Secara langsung, peningkatan suhu membuat es atau gletser di kutub bumi meleleh.

Es itu meleleh menjadi air di lautan. Kenaikan permukaan air laut membuat tanah yang tadinya daratan, kini menjadi laut.

Dikutip dari The Uninhabitable Earth: Life After Warming (2019), pada 2017, terungkap bahwa dua gletser di Antartika Timur meleleh hingga 18 juta ton per tahun.

Hal yang sama terjadi di Greenland. Es di sana meleleh hampir sejuta ton setiap harinya.

Baca juga: Bapak Ilmu Iklim yang Mencetuskan Istilah Pemanasan Global Wafat

Jika pemanasan terus berlangsung, bukan tak mungkin seluruh es di kutub akan mencair. Beberapa prediksi menyebut daratan akan mulai hilang dalam waktu 30 tahun dari sekarang.

Siapa saja yang akan terdampak? Kemungkinan sebagian besar dari populasi manusia. Dua per tiga kota besar dunia ada di pesisir. Separuh populasi manusia tinggal di kota-kota itu.

Saat ini, lebih dari 600 juta atau manusia hidup berjarak 10 meter dari laut. Mereka terpaksa harus mencari tempat tinggal baru dalam waktu dekat jika pemanasan global tak ditekan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi