Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Pembangunan Monas

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO-RODERICK ADRIAN MOZES
Tugu Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Kamis (17/7/2014). Monumen peringatan setinggi 132 meter ini didirikan pada 1951 dan diresmikan pada 1961. Setiap hari libur, Monas kerap dikunjungi banyak wisatawan.
Penulis: Ari Welianto
|
Editor: Ari Welianto

KOMPAS.com - Monumen Nasional (Monas) boleh jadi ikon Indonesia sekaligus Jakarta yang paling terkenal.

Monas dibangun untuk mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi Kemerdekaan 1945. Selain itu, Monas dibangun sebagai inspirasi bangkitnya semangat indonesia.

Dilansir dari situs resmi Provinsi DKI Jakarta, Monas melambangkan keperkasaan perjuangan bangsa Indonesia. Lokasi yang dipakai untuk membangun Monas ada di tangah lapangan Merdeka yang salah satu bagiannya adalah Lapangan Ikada.

Lapangan Ikada dulunya dipakai oleh Presiden Soekarno dan wakilnya Moh Hatta menggelar rapat raksasa guna menghimpun kekuatan rakyat mengusir penjajah. 

Sejak rencana pembangunan hingga kini dikelola di bawah Gubernur DKI Jakarta, Monas kerap jadi kontroversi. Bagaimana sejarah berdirinya Monas?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ambisi Soekarno

Monas merupakan proyek ambisi Presiden Soekarno di awal 1960-an. Waktu itu, Indonesia tengah mencalonkan diri sebagai tuan rumah Asian Games ke-4 tahun 1962.

Selain Gelora Bung Karno, Tugu Selamat Datang, dan Hotel Indonesia, Soekarno bermimpi menunjukkan kebesaran bangsa Indonesia lewat Monas. 

Rencana Soekarno itu dikritik keras. Saat itu, perekonomian Indonesia buruk. Utang pemerintah menggemuk, ekspor lesu, dan inflasi meroket.

Namun Soekarno tetap mewujudkan mimpinya. Pembangunan Monas dimulai 17 Agustus 1961. Proses konstruksi memakan waktu hingga 14 tahun.

Pembangunan Monas dilaksanakan dalam dua tahap dengan mengambil perencanaan, kontruksi, dan material dalam negari.

Tahap pertama dikerjakan pada 1961 oleh Panitia Monumen Nasional yang diketuai langsung presiden. Tahap pertama secara resmi dikerjakan pada 17 Agustus dengan menancapkan pasak beton pertama oleh presiden.

Total sekitar 284 pasak beton yang digunakan pondasi. Ada 360 pasak bumi untuk pondasi Museum Sejarah Nasional. 

Pengerjaan pondasi rampung pada Maret 1962.  Dinding museum yang ada didasar bangunan rampung Oktober. 

Tahap kedua dikerjakan pada 1966 oleh Panitia Pembina Tugu Nasional  yang diketuai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Tahap kedua fokus pada pembangunan fisik. Pengerjaan terhenti karena ada peristiwa Gerakan 30 September.  

Pengerjaan dilanjutkan lagi pada 1969 hingga 1975 dengan menambah diaroma di museum sejarah. Secara resmi Monas diresmikan dan dibukan untuk umum pada 12 Juli 1975 oleh Presiden Soeharto.

Hasil Sumbangan

Pendanaan proyek Monas tidak hanya dari pemerintah, tapi juga bantuan dari sejumlah pihak.

Harian Kompas pada 17 April 2019 menulis, jika pemerintah memberlakukan sumbangan wajib dari pengusaha-pengusaha bioskop se-tanah air.

Sepanjang November 1961 hingga Januari 1962 tercatat ada 15 bioskop yang menyumbang Rp 49.193.200,01. Rekapitulasi tahun 1972, total biaya pembangunan Monas mencapai sekitar Rp 358 juta.

Emas yang berada di puncak Monas merupakan bantuan dari pengusaha asal Aceh, yakni Teuku Markam. Ia, menyumbangkan emas sekitar 28 kilogram dari sekitar 38 kilogram.

Teuku Markam merupakan salah satu pengusaha yang dekat dengan Soekarno. Emas sumbangannya itu kemudian dilebur dan dipakai untuk melapisi lidah api yang ujung emas.

Lidah api itu dianggap sebagai perwujudan kepribadian bangsa Indonesia yang dinamis, bergerak, dan berkorban.

Ada juga bantuan dari sejumlah negara, yakni Jepang, Jerman Barat, Italia, dan Perancis.

Dikritik

Di tengah pembangunannya, Indonesia menderita hiperinflasi ratusan persen. Kondisi ini berujung diperlakukan pemangkasan tiga angka nol rupiah atau sanering pada 1965.

Harian Kompas yang terbit 21 November 1966 mengabarkan, Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI) Kotamadya Surabaya merilis pernyataan "usul" ke pemerintah untuk menurunkan emas yang melapisis lidah api Monas.

Mereka minta emas Monas diturunkan dan diuangkan untuk dapat dipergunakan bagi hal-hal yang bersifat produktif.

Pernyataan itu dilatar belakangi jika Indonesia sedang tercekik utang luar negeri yang parah dan ekonomi perlu dibenahi.  

Baca juga: Yang Belum Terungkap dari Ledakan di Monas...

Bentuk Monas

Pada 12 Juli 1975, Monas akhirnya diresmikan oleh Presiden Soeharto dan dibuka untuk umum.

Tugu monas didesain dengan memadukan konsep Lingga dan Yoni yang berasal dari Sansekerta.

Lingga digambarkan dengan tugu obelisk yang menjulang tinggi dan adanya lidah api yang dilapisi emas. Itu diartikan perjuangan yang terus menerus.

Tinggi obelisk 117,8 meter dengan landasan persegi setinggi 17 meter, sesuai dengan tanggak kemerdekaan Indonesia.

Sementara itu Yoni adalah pelataran cawan yang ada di bawah tugu.

Pelataran puncak luasnya 11 x 11 meter. Untuk mencapai pelataran puncak, pengunjung bisa memakai lift atau tangga.

Pada pelataran bawah luasnya 45 x 45 meter dengan tinggi 17 meter dari dasar.

Kedua lambang itu melambangkan kesuburan dan keharmonisan yang saling melengkapi dalam sejarah Indonesia.

Untuk mempercantik Monas, dibangun beberapa bangunan pendukung. Ada taman, kolam air mancur, dan patung Pangeran Diponegoro yang terbuat dari perunggu.

Pintu masuk Monas ada di taman Medan Merdeka Utara yang dekat dengan Patung Pangeran Diponegoro.

Belakangan, dibangun juga Museum Sejarah di Monas pada 17 Agustus 1966 yang diresmikan Presiden Soekarno. Pada museum ini menampilkan sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Baca juga: Kisah di Balik Pembangunan Monumen Nasional

(Sumber: Kompas.com/Vitorio Mantalean/Aswab Nanda Pratama/Nibras Nada Nailufar | Editor: Sabrina Asil/Inggried Dwi Wedhaswary/Robertus Belarminus)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi