Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN): Pengertian, Pencegahan dan Sanksi

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA
KPK dan BPK kerjasama hitung kerugian negara akibat kasus korupsi. Kerjasama ditandai dengan penandatanganan Mou di BPK RI, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
|
Editor: Arum Sutrisni Putri

KOMPAS.com - Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme telah dikenal di masyarakat luas dengan istilah KKN. KKN berdampak negatif di bidang politik, ekonomi dan moneter.

Praktik KKN dapat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta membahayaan eksistensi negara. Sebenarnya apa itu KKN?

Pengertian KKN

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme telah dijelaskan mengenai pengertian KKN.

Dikutip dari situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, berikut ini pengertian korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN):

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Mahfud MD: Gebuki Semua yang Korupsi

Pencegahan KKN di Indonesia

Untuk melakukan pencegahan terhadap praktik KKN, pemerintah Indonesia mengeluarkan landasan hukum yaitu Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

UU No. 28 Tahun 1999 tersebut disahkan di Jakarta pada 19 Mei 1999 oleh Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibie).

Dalam pasal 5 UU No. 28 Tahun 1999, penyelenggara negara dituntut menjalankan tugas dan fungsinya secara sungguh-sungguh, penuh rasa tanggung jawab, secara efektif, efisien, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pelaku KKN

Praktik KKN tidak hanya mungkin dilakukan antar-penyelenggara negara tetapi juga antara penyelenggaraan negara dan pihak lain seperti keluarga, para pengusaha dan lainnya.

Baca juga: KKN Selimuti Garuda Indonesia pada Era Orba

Adanya UU No. 28 Tahun 1999 dimaksudkan sebagai upaya mencegah para penyelenggara negara dan pihak lain melakukan praktik KKN. Maka sasaran pokok UU tersebut adalah para penyelenggara negara, yang meliputi:

  1. Pejabat negara pada lembaga tertinggi negara
  2. Pejabat negara pada lembaga tinggi negara
  3. Menteri
  4. Gubernur
  5. Hakim di semua tingkatan peradilan
  6. Pejabat negara yang lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
  7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis terkait penyelenggaraan negara

Yang dimaksud dengan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktik KKN, antara lain:

  1. Direksi, komisaris dan pejabat struktural lain pada BUMN dan BUMN
  2. Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan Perbankan Nasional
  3. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri
  4. Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara RI
  5. Jaksa
  6. Penyidik
  7. Panitera pengadilan
  8. Pemimpin dan bendaharawan proyek

Baca juga: Jejak Korupsi Asabri Tahun 1995, Negara Dibobol Rp 410 Miliar

Asas umum penyelenggaraan negara

Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, dalam UU No. 28 Tahun 1999 ditetapkan 7 asas umum penyelenggaraan negara, meliputi:

  1. Asas kepastian hukum
  2. Asas tertib penyelenggaraan negara
  3. Asas kepentingan umum
  4. Asas keterbukaan
  5. Asas proporsionalitas
  6. Asas profesionalitas
  7. Asas akuntabilitas

Berikut ini penjelasan masing-masing asas tersebut:

Baca juga: Menko PMK Minta KKN Dievaluasi

Sanksi KKN

Adanya sanksi sebagai jaminan atas ditaatinya ketentuan tentang asas-asas umum penyelenggaraan negara, hak dan kewajiban penyelenggara negara dan ketentuan lainnya. Sehingga dapat diharapkan memperkuat norma kelembagaan, moralitas individu dan sosial.

UU No. 28 Tahun 1999 mengatur sanksi bagi penyelenggara negara yang melanggar ketentuan. Jenis sanksi yang berlaku ada tiga jenis yaitu:

Berikut ini sanksi dan denda yang akan dikenakan pada pelaku KKN, yaitu:

Sanksi pelaku korupsi

Pembahasan mengenai pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 yang disahkan dan diundangkan pada 16 Agustus 1999 di Jakarta oleh Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie.

Dalam Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 disebutkan setiap orang yang secara hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, akan mendapatkan sanksi berupa:

  • Pidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun
  • Denda minimal RP 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar

Baca juga: UU Tipikor dan Upaya Pemberantasan Korupsi

Sanksi pelaku kolusi

Menurut Pasal 21 UU No. 28 Tahun 1999, setiap penyelenggara yang melakukan kolusi akan dikenai sanksi berupa:

  • Pidana penjara minimal 2 tahun dan maksimal 12 tahun
  • Denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar

Sanksi pelaku nepotisme

Menurut Pasal 22 UU No. 28 Tahun 1999, setiap penyelenggara negara yang melakukan nepotisme akan mendapatkan sanksi berupa:

  • Pidana penjara minimal 2 tahun dan maksimal 2 tahun.
  • Denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar

Peran serta masyarakat cegah KKN

Menurut pasal 8 UU No. 28 Tahun 1999, peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara adalah menggunakan hak dan tanggung jawab untuk ikut mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih.

Berikut ini peran serta masyarakat untuk mencegah KKN sesuai Pasal 9 UU No. 28 Tahun 1999 tersebut:

  • Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan negara.
  • Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara.
  • Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggara negara.
  • Hak memperoleh perlindungan hukum.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: KPK
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi