KOMPAS.com - Bulan adalah setelit Bumi. Bulan akan revolusi atau beredar mengelilingi Planet Bumi pada garis edarnya.
Bulan merupakan benda langit yang paling terang setelah Matahari. Bulan akan tampak terang saat malam hari atau matahari tenggelam.
Orbit Bulan
Bulan berputar mengelilingi Bumi dalam orbit pada jarak rata-rata sekitar 384.000 kilometer atau 238.600 mil.
Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), Bulan yang mengelilingi Bumi berbentuk elips. Memiliki jari-jari khatulistiwa adalah 1.738 kilometer atau 1.080 mil.
Baca juga: Venus, Planet Paling Terang di Tata Surya
Saat Bulan beredar mengelilingi Bumi akan tampak perubahan bagian Bulan yang terkena sinar Matahari. Sehingga kamu akan melihat bentuk Bulan yang berubah-ubah.
Perubahan itu disebut sebagai perubahan fase. Perubahan fase tersebut membutuhkan waktu yang sedikit lama dari periode rotasinya, yakni 29,5 hari.
Dalam rentang waktu tersebut, Bulan juga akan terbit pada waktu yang berbeda setiap harinya.
Bulan akan mengelilingi Bumi dengan periode 27,3 hari. Uniknya, periode revolusi Bulan sama dengan periodik rotasinya.
Sehingga wajah Bulan yang terlihat dari Bumi akan selalu tetap dan kami tidak akan pernah melihat wajah Bulan yang membelangkangi Bumi.
Lintasan orbit Bulan tida berhimpit dengan orbit revolusi Bumi, tapi menyilang 5,2 derajat. Maka kamu akan melihat fase Bulan Purnama atau gerhana bulan secara bergantian.
Baca juga: Mengenal Anggota Tata Surya, dari yang Terbesar sampai yang Terkecil
Dilansir situs resmi Planetarium Jakarta, Matahari juga setiap waktu bergeser ke arah timur. Itu akan tampak seperti dikejar-kejar oleh Bulan.
Perubahan fase atau penampakan bentuk wajah Bulan berulang secara tetap dan tergantung kepada jarak sudutnya terhadap Matahari.
Saat Bulan berada pada fase mati (Bulan baru) akan terbit bersamaan dengan Matahari. Setelah fase itu bagian terang Bulan yang terlihat dari Bumi bertambah, sehingga Bulan tampak berbentuk sabit.
Permukaan Bulan
Bila kami cermati dan amati Bulan dengan teleskop akan lebih menarik jika dibandingkan saat melihat langsung.
Akan tampak bahwa setengah bagian wajah Bulan yang menghadap Bumi selalu sama. Ini dampak adanya revolusi Bulan.
Galileo Galilei, ketika melihat Bulan dengan Teleskop pada 1610, mendapati rona terang gelap dan banyak kawah permukaan.
Baca juga: Temuan Fosil Es 4,6 Miliar Tahun pada Meteorit, Ungkap Awal Tata Surya
Daerah yang terang dianggap tinggi disebut terra (dataran) dan daerah gelap yang dianggap rendah disebut mare (laut).
Kini diketahui dataran gelap ternyata adalah lava yang menggeras dan utamannya berada di dasar cekungan atau kawah besar akibat tumbukan.
Bukan berupa lautan dan memang hingga sekarang tidak dijumpai adanya lautan, danau, sungai di Bulan. Sementara itu, di daerah rendah lainnya ditemukan adanya campuran butir kaca.
Hampir semua permukaan Bulan termasuk kawahnya tertutup dengan lapisan tipis material yang disebut regolith.
Tebal lapisan regolith kurang lebih lima meter dengan kelimpahan usnur hidrogen cukup banyak dengan usia sekitar 3 miliar tahun.
Pada umumnya batuan kawah tersusun atas unsur potassium atau kalium (k), lanthanum (la), phosphor (p), dan kira-kira berusi lebih tua 4,3 miliar tahun.
Baca juga: Kali Pertama, Astronom Temukan Air di Planet Luar Tata Surya
Daerah mare yang tertutup material basalt yang diduga berasal dari dalam perut Bulan terjadi tidak kurang dari 3,2 miliar tahun lalu.
Basalt adalah batuan vulkanik berwarna gelap berstruktur butir halus berunsur besi, magnesium, bercampur silica yang biasa ditemukan di planet kebumian.
Kawah terbesar adalah Aitken Basin dengan diameter 2.500 kilometer dan kedalaman 12 kilometer. Ada juga gunung dan yang tertinggi adalah Apennines (4.572 meter).