Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Masturbasi: Dilarang Yahudi dan Dituduh Sumber Penyakit

Baca di App
Lihat Foto
lolostock
ilustrasi masturbasi
|
Editor: Nibras Nada Nailufar

KOMPAS.com - Masturbasi atau onani lazim dilakukan oleh mereka yang tak punya pasangan, atau bahkan yang sudah berpasangan.

Kita bahkan punya Bulan Masturbasi Internasional yang jatuh pada bulan Mei.

Penerimaan masyarakat akan masturbasi sebenarnya terbilang baru-baru ini saja.

Sebab setengah abad yang lalu, dunia masih mengecam masturbasi.

Masturbasi dilarang atas nama agama dan negara. Bahkan masturbasi dianggap sebagai sumber penyakit.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

 Baca juga: Kapan Aktivitas Masturbasi Dianggap Berbahaya?

Mengapa dulu masturbasi dilarang?

Larangan Yahudi

Antropolog Michael S Patton dalam jurnal berjudul Masturbation from Judaism to Victorianism yang diterbitkan di Journal of Religion and Health Vol. 24 mengungkap asal mula larangan masturbasi.

Yudaisme, kepercayaan tertua yang mengakar di Israel, merupakan awal masturbasi dianggap penyimpangan.

Dalam Kitab Genesis 38:7-10, Onan, cucu Yakub pendiri suku asli Yehuda, diceritakan meninggal dunia tiba-tiba.

Meninggalnya Onan disebut dikarenakan ia menyia-nyiakan benihnya dengan menolak bersetubuh dengan istri saudaranya untuk meneruskan keturunan.

 Baca juga: Dokter Jerman Klaim 100 Orang Tewas Tiap Tahun Akibat Masturbasi

Menurut Patton, apa yang dilakukan Onan secara teknis adalah coitus interruptus (metode tarik-keluar) agar tidak hamil.

Namun banyak yang menafsirkan kejadian itu sebagai onani. Nama Onan pun diabadikan sebagai istilah untuk masturbasi, onani.

Gereja salahkan masturbasi

Setelah Kristen berkembang, masturbasi kembali masuk daftar perbuatan hina dan dosa.

Pada masa dominasi gereja, seks dianggap sebagai hal yang tabu.

Setelah Kitab Perjanjian baru, gaya hidup selibat (tidak kawin) dianut oleh pastor, biarawan, dan biarawati.

Selibat atau hidup tanpa seks dianggap sebagai gaya hidup yang ideal.

 Baca juga: Kepuasan Seksual Tak Bisa Didapatkan dari Masturbasi

Persetubuhan pada masa itu dianggap sebagai kebutuhan untuk meneruskan keturunan, dan bukan untuk kenikmatan.

Bersetubuh selain untuk kepentingan meneruskan keturunan dianggap dosa dan terkutuk. Bahkan dalam Kitab Talmud, hukuman untuk masturbasi adalah hukuman mati.

Stigma negatif Yudaisme tentang masturbasi pada akhirnya diadopsi oleh agama Kristen. Meskipun Yesus tidak pernah tercatat mengatakan masturbasi terlarang, gereja menetapkan larangan bagi umatnya untuk masturbasi.

Ini karena masturbasi bukan kegiatan meneruskan keturunan.

 Baca juga: Sejarah Kebiri Manusia, Pelayan yang Dipercaya hingga Suara dari Surga

Bahkan pada awal dominasi gereja di abad ke-44, seorang pendeta dari Afrika Utara bernama Agustinus dari Hippo, menyatakan bahwa persetubuhan merupakan nafsu binatang.

Santo Agustinus berpendapat persetubuhan dibenarkan hanya dengan alasan meneruskan keturunan.

Masturbasi dianggap sebagai hal yang tidak natural karena dilakukan bukan untuk meneruskan keturunan.

Bahkan ia menganggap pelacuran dan persetubuhan di luar nikah lebih baik karena merupakan dosa yang natural.

Pandangan Agustinus mengenai seksualitas diadopsi sebagai aturan Gereja Protestan dan Romawi hingga tahun 1962.

 Baca juga: Tujuh Manfaat Sehat Masturbasi

Dosa terbesar abad pertengahan

Selanjutnya pada era pertengahan abad 6 hingga 14, masturbasi secara resmi dilarang oleh Paus Leo IX sejak 1054.

Pada masa pertengahan, masturbasi merupakan dosa terbesar di antara dosa seksual lainnya.

Di Irlandia, pria dewasa harus menjalani pengakuan dosa selama setahun penuh, dan 40 hari hingga 3 kali 40 hari bagi anak berusia 12 tahun ke bawah.

Pada abad pertengahan pula, bangsa Eropa mencoba merasionalisasi pandangan Kristen dalam hal hukum alam ketuhanan berdasarkan pandangan Aristoteles dan Santo Thomas Aquinas.

Dari situ, gereja abad pertengahan mengklasifikasikan persetubuhan di luar nikah, pemerkosaan, persetubuhan sedarah (incest), dan perselingkuhan sebagai dosa yang natural karena mampu menghasilkan keturunan.

 Baca juga: Unik, Ada Perusahaan yang Berikan Cuti Pegawai untuk Masturbasi

Sementara masturbasi dianggap dua kali lebih berat dosanya, setara dengan sodomi dan seks dengan hewan (bestiality) karena tidak natural atau tidak dapat menghasilkan keturunan.

Pelaku masturbasi disiksa

Perlawanan gereja terhadap seks terus berlanjut hingga era Renaisans.

Di Eropa, ratusan ribu orang disiksa agar mengakui bersetubuh dengan iblis. Banyak yang dibakar hidup-hidup, bahkan dimusnahkan secara massal.

Humanisme klasik yang dianut kala itu membentuk pandangan bahwa iblis merasuki jiwa manusia yang menyebabkan manusia melakukan masturbasi.

Sifilis yang mewabah sepanjang abad 16 juga dianggap disebabkan oleh masturbasi.

Padahal, sifilis atau raja singa adalah penyakit yang ditularkan lewat aktivitas seksual dengan penderitanya.

 Baca juga: Serba-serbi Penyakit Sifilis, Gejala hingga Cara Penularannya

Para pemuka di gereja Katolik menjelaskan bahwa masturbasi merupakan perbuatan terkutuk karena menyia-nyiakan benih (sperma) dan sama dengan pembunuhan.

Kampanye antimasturbasi

Buku berjudul Onania yang ditulis pada 1707 oleh orang tak dikenal (anonim) sangat laku di pasaran.

Buku itu mempopulerkan asumsi bahwa masturbasi menyebabkan kerusakan atau ganguan mental, fisik, serta spiritual.

Fisikawan asal Swiss, Samuel-Auguste Tissot kemudian menulis sekuelnya pada 1758.

Ia menjelaskan bagaimana masturbasi dapat menyebabkan kegilaan akibat aliran darah berlebihan ke otak.

Masturbasi dipercaya dapat menyebabkan kepanikan, gangguan darah, konstipasi, kematian, kerusakan kelamin, hingga epilepsi.

 Baca juga: Nonton Star Wars: The Rise of Skywalker, Waspada Epilepsi Fotosensitif

Selain itu, masturbasi juga membuat sakit kepala, sakit jantung, kerusakan paru-paru, depresi, mual, jerawat, sakit mata, hingga kerusakan pendengaran.

Paham ini berkembang dari masa ke masa di berbagai belahan Eropa dan Amerika.

Beberapa ilmuwan juga berusaha menciptakan obat untuk mencegah masturbasi, tindakan penyiksaan diri atau self-abuse sebagai sumber penyakit masyarakat abad 19.

Temuan seperti helm kelamin, cincin kelamin, didesain agar penis terkena benda tajam ketika orang mulai meraba-raba kelaminnya.

Perempuan dikhawatirkan masturbasi

Puncak larangan terhadap masturbasi berlangsung di Eropa pada abad ke-19, ketika Inggris hidup di bawah Ratu Victoria yang menjunjung tinggi moralitas.

 Baca juga: Celana Dalam Ratu Victoria Akan Dilelang

Kaum puritan dan moralis di Eropa sampai melarang perempuan mengendarai sepeda, kuda, atau bekerja di mesin jahit di pabrik.

Mereka menuduh para perempuan bisa bermasturbasi dari kegiatan itu. Masturbasi dianggap penyakit yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lain.

Kemudian di akhir abad 19, bahaya masturbasi bergeser. Masturbasi tidak lagi dianggap sebagai penyebab kegilaan, namun dianggap sebagai penyebab neurosis atau gangguan jiwa. Kesalahpahaman ini terus berlangsung hingga abad 20.

Dunia baru membebaskan masturbasi dari berbagai tusuhan di era 1960-an. Amerika Serikat, disusul seluruh dunia, tak lagi membuat seks tabu.

 Baca juga: Menimbang Robot Seks, dari Niat Baik hingga Objektivikasi Manusia

Para ilmuwan di abad 20 gagal membuktikan semua tuduhan terhadap masturbasi yang diyakini selama berabad-abad.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi