Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrasi Terpimpin (1957-1965): Sejarah dan Latar Belakangnya

Baca di App
Lihat Foto
Kemendikbud RI
Dekrit Presiden 1959.
|
Editor: Nibras Nada Nailufar

KOMPAS.com - Pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959), kehidupan sosial politik di Indonesia belum mencapai kestabilan secara nasional. 

Salah satu penyebabnya karena kabinet yang sering mengganti program kerja sehingga tidak bisa dijalankan dengan maksimal. 

Lahirnya Demokrasi Terpimpin

Dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan: Pengantar Teori (2015) oleh Wahyu Widodo dan kawan-kawan, adanya kegagalan konstituante dalam menetapkan dan membahayakan keselamatan bangsa dan negara, pada 5 Juli 1959 Presiden Sukarno mngeluarkan suatu keputusan bernama Dekrit Presiden. 

Dekrit Presiden dilihat sebagai usaha untuk mencari jalan dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. Sehingga pada saat itu digunakan demokrasi terpimpin. 

Baca juga: Demokrasi Indonesia Periode Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istilah demokrasi terpimpin pertama kali digunakan secara resmi dalam pidato Presiden Sukarno pada 10 November 1956 pada pembukaan sidang konstituante di Bandung. 

Gagasan Presiden Soekarno pada konstituante tersebut dikenal sebagai Konsepsi Presiden 1957. Pokok-pokok pikiran dalam konsepsi itu yakni:

Maka pada 9 April 1957, Soekarno melantik kabinet berkaki empat atau Kabinet Karya. 

Empat unsur yang terwakilkan di Kabinet Karya yakni Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sementara golongan politik dari masyarakat ditampung dalam Dewan Nasional yang disahkan pada 6 Mei 1957.

Dewan Nasional diketuai Soekarno dengan wakil ketua Roeslan Abdul Gani. Isinya 41 wakil dari berbagai golongan karya mulai dari pemuda, tani, buruh, wanita, cedekiawan, agama, kedaerahan, dan lain-lain.

Baca juga: Lembaga Negara masa Demokrasi Terpimpin

Pemberlakuan Demokrasi Terpimpin

Demokrasi Terpimpin yang sudah dirintis pada 1957, sebenarnya baru resmi berjalan sejak 1959, ketika Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden.

Dekrit Presiden dikeluarkan karena ketidakstabilan pemerintah. Badan Konstituante untuk menetapkan undang-undang baru untuk mengganti UUDS 1959.

Badan Konstituante adalah lembaga negara yang dibentuk lewat Pemilihan Umum (Pemilu) 1955.

Badan tersebut dibentuk untuk merumuskan UU baru. Tapi sejak dimulai persidangan pada 1956 hingga 1959, Badan Konstituante tidak berhasil merumuskan UU baru. Kondisi itu membuat Indonesia semakin buruk dan kacau.

Banyak muncul pemberontakan di daerah-daerah, mereka tidak mengakui keberadaan pemerintahan pusat dan membuat sistem pemerintahan sendiri.

Pada 22 April 1959 diadakan sidang lengkap Konstituante di Bandung. Pada sidang tersebut Presiden Soekarno mengusulkan untuk kembali ke UUD 1945.

Dalam pidatonya, Soekarno mengkritik cara kerja Konstituante yang kurang mengalami kemajuan selama dua tahun lima bulan dan 12 hari.

Baca juga: Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Terpimpin

Kemudian meminta supaya usul pemerintah disetujui dengan segera. Usulan Presiden Soekarno untuk kembali ke UUD 1945 terjadi pro dan kontra, ada yang mendukung dan menolak.Dua partai besar, PNI dan PKI menerima usul rencana pemerintah tentang UUD 1945, sedangkan Masjumi menolak.

Di kalangan yang menolak menjelaskan kekhwatirannya tentang akibat-akibat pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dengan pelaksanaan UUD 1945.

Namun dalam sidang Konstituante telah beberapa kali dilakukan pemungutan suara tidak berhasil memecahkan usul pemerintah tersebut.

Akhirnya pada 5 Juli 1959, di Istana Merdeka, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisi:

  • Dibubarkannya Konstituante
  • Diberlakukannya kembali UUD 1945
  • Tidak berlakunya lagi UUDS 1950
  • Dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) yang diberlakuakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Dengan adanya Dekrit Presiden, maka sistem pemerintahan liberal dan kabinet parlementar berakhir.

Kemudian diganti dengan sistem pemerintahan terpimpin dan kabinet diganti dengan presidensial.

Baca juga: Penerapan Demokrasi Terpimpin

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi