KOMPAS.com - Sidang kedua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dimulai pada 10 Juli 1945.
Sidang dibuka dengan laporan Soekarno selaku ketua panitia kecil yang dibentuk dalam sidang pertama.
Seperti dikutip dari Jalan Menuju Kemerdekaan: Sejarah Perumusan Pancasila (2018), dua hal yang dilaporkan Soekarno yakni:
- Hasil inventarisasi usul dan pendapat para anggota BPUPKI
- Usaha mencari jalan tengah atas perbedaan pandangan golongan Islam dan golongan nasionalis
Ada 40 orang yang mengajukan usulan. Secara garis besar, ada 32 persoalan yang diajukan.
Baca juga: Hasil Sidang Pertama BPUPKI
Usulan tersebut dikelompokkan menjadi sembilan kelompok. Kelompok usulan yang paling banyak adalah yang meminta kemerdekaan secepatnya.
Sehingga, tiga usul yang disampaikan Soekarno untuk BPUPKI yakni:
- BPUPKI menentukan bentuk negara dan menyusun hukum dasar negara
- BPUPKI meminta Pemerintah Agung di Tokyo secepatnya mengesahkan hukum dasar itu dan meminta agar segera dibentuk Badan Persiapan Kemerdekaan
- Persoalan tentara kebangsaan dan soal keuangan
Dalam pidato laporannya, Soekarno juga membacakan Piagam Jakarta, pembukaan hukum dasar negara yang dirumuskan Panitia Sembilan dan disetujui panitia kecil.
Baca juga: Panitia Sembilan: Anggota, Tugas, dan Kontribusinya
Isi sidang kedua BPUPKI
Setelah Soekarno membacakan laporan, sidang kedua kembali dijalankan.
Sidang dilanjutkan dengan agenda:
- Rancangan undang-undang dasar
- Rancangan bentuk negara, wilayah negara dan kewarganegaraan
- Susunan pemerintahan, unitarisme, dan federalisme
Para anggota pun dibagi menjadi tiga panitia yakni
- Panitia perancang undang-undang dasar
- Panitia yang mempelajari tentang pembelaan negara
- Panitia yang mempelajari tentang keuangan dan perekonomian
Panitia perancang UUD diketuai Soekarno. Mereka mulai bersidang pada 10 Juli 1945. Tiga hal yang dikerjakan panitia ini yaitu:
- Pernyataan kemerdekaan
- Preambule atau pembukaan
- Undang-undang dasar
Baca juga: Piagam Jakarta: Isi dan Kontroversinya
Perbedaan pendapat
Ketua BPUPKI Radjiman Wediodiningrat kembali meminta para anggota untuk mempertimbangkan rumusan Piagam Jakarta dan undang-undang dasar.
Anggota Parada Harahap menyatakan setuju dengan rumusan, namun mengusulkan agar piagam tersebut memuat rasa terima kasih kepada Jepang.
Soemitro Kolopaking juga setuju dengan usulan itu. Selain itu, Soemitro juga meminta agar undang-undang memuat pasal soal amandemen agar undang-undang bisa diubah sesuai kebutuhan zaman.
Kemudian Liem Koen Hian mempertanyakan status keturunan Tionghoa yang pada masa penjajahan Belanda disebut Timur Asing.
Baca juga: Daftar Anggota BPUPKI
Ia bertanya apakah nanti keturunan Tionghoa akan mendapat kewarganegaraan seperti pribumi.
Pada 11 Juli 1945, sidang dilanjutkan dengan penuh perdebatan soal Piagam Jakarta.
Johannes Latuharhary keberatan dengan frase "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."
Latuharhary mengingatkan penggunaan kalimat ini akan berakibat besar terhadap agama lain.
Kalimat itu bisa mengancam penganut adat istiadat.
Pandangan Latuharhary diamini oleh Wongsonegoro dan Djajadiningrat. Kedua tokoh itu khawatir penekanan pada syariat Islam bisa menimbulkan fanatisme.
Menanggapi ini, Agus Salim memastikan masalah ini bisa diselesaikan dengan baik dan penganut agama lain tak perlu khawatir.
Baca juga: Rumusan Pancasila dari 3 Tokoh Nasional
Kemudian KH Wahid Hasyim juga memastikan pemaksaan syariat kepada penganut Islam tak akan terjadi karena ada prinsip permusyawaratan.
Selain itu, menurut dia kalimat yang dianggap tegas itu sebenarnya kurang tegas.
Menanggapi pertentangan ini, Soekarno selaku ketua panitia menjelaskan Piagam Jakarta sudah berdasarkan kompromi golongan Islam dan nasionalis yang dicapai dengan susah payah.
Sehingga jika tak ada hal substantif lain, maka Piagam Jakarta tidak akan diubah.
Kendati demikian, perdebatan masih terus berlangsung bahkan ketika merumuskan pasal-pasal dalam undang-undang dasar.
Baca juga: Pembukaan UUD 1945: Makna dan Pokok Pikiran
Akhir sidang BPUPKI
Akhirnya pada 16 Juli 1945, BPUPKI menyetujui undang-undang dasar negara. Rancangannya memuat:
- Pernyataan Indonesia merdeka
- Pembukaan yang memuat Pancasila secara lengkap
- Batang tubuh undang-undang dasar negara yang tersusun atas pasal-pasal
Dengan disepakatinya rancangan undang-undang, maka tugas BPUPKI telah selesai. Sidang kedua ditutup pada 17 Juli 1945.
Sidang itu sekaligus menjadi akhir dari BPUPKI. Setelah itu, hasil kerja BPUPKI dilaporkan ke pemerintah Jepang.
Pemerintah Jepang pun membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) untuk menindaklanjuti kerja BPUPKI.
Baca juga: PPKI: Pembentukan, Tokoh, Sidang, dan Tugasnya
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.