Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SEATO: Sejarah dan Kegagalannya

Baca di App
Lihat Foto
Wikimedia Commons
Bendera Southeast Asia Treaty Organization (SEATO).
|
Editor: Nibras Nada Nailufar

KOMPAS.com - Sebelum ada ASEAN sebagai perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara, ada Southeast Asia Treaty Organization (SEATO).

Dikutip dari Encyclopaedia Britannica, SEATO adalah organisasi pertahanan regional yang dibentuk lewat Perjanjian Manila.

Perjanjian itu ditandatangani pada 8 September 1954 di Manila, Filipina. Mereka yang menandatangani sekaligus menjadi anggota yakni:

Perjanjian Manila resmi berlaku pada 19 Februari 1955.

Baca juga: Peran Indonesia di Asia Tenggara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Latar belakang SEATO

Perjanjian Manila menyebut tujuan SEATO hanya untuk pertahanan dan pengawasan serta bantuan untuk mencegah aktivitas menyimpang.

Apa maksudnya aktivitas menyimpang?

Usai Perang Dunia II, dunia memasuki era Perang Dingin. Perang Dingin adalah persaingan pengaruh antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Amerika Serikat memegang teguh demokrasi, sementara Uni Soviet membanggakan paham komunisme.

Keduanya bersaing memajukan negaranya dan menyebarkan pengaruhnya ke seluruh dunia.

Amerika Serikat dan para sekutunya yakni Inggris, Perancis, dan Australia, mencoba membendung pengaruh komunisme di Asia Tenggara dengan membentuk SEATO.

Baca juga: Sejarah Berdirinya ASEAN

SEATO dibentuk untuk mencegah masuknya paham komunisme terutama lewat agresi militer seperti yang terjadi di Korea dan Indochina (Semenanjung Asia Tenggara).

SEATO disponsori oleh Presiden AS Dwight Eisenhower dan Menteri Luar Negeri AS John Foster Dulles.

Markasnya di Bangkok, Thailand, dengan Sekretaris Jenderal pertamanya Pote Sarasin, Duta Besar Thailand untuk AS.

Kegagalan SEATO

Meskipun SEATO adalah organisasi antarnegara Asia Tenggara, hanya ada dua negara Asia Tenggara yang bergabung yakni Thailand dan Filipina.

Ini karena kedua negara itu menjalin hubungan dekat dengan AS.

Negara Indochina yakni Vietnam, Kamboja, dan Laos, tidak bisa ikut organisasi karena dilarang lewat Perjanjian Jenewa.

Baca juga: Kerja Sama Indonesia dengan Negara-negara ASEAN

Malaysia yang saat itu terbagi jadi Borneo Utara dan Sarawak juga masih di bawah kendali pemerintah kolonial Inggris. Begitu pula Singapura yang masih jadi satu dengan Malaysia.

Lalu bagaimana respons Indonesia terhadap SEATO?

Dikutip dari Indonesia Melawan Amerika: Konflik Perang Dingin 1953-1963 (2008), Presiden Soekarno menolak masuk SEATO.

Prinsip politik luar negeri Indonesia kala itu adalah bebas aktif. Bebas artinya Indonesia tidak terikat pada blok atau kekuasaan tertentu.

Saat itu, komunisme juga tak dipandang sebagai "aktivitas menyimpang". Partai Komunis Indonesia (PKI) masih berjaya kala itu.

Pengaruh barat dan kolonialisme baru justru yang saat itu jadi kekhawatiran Indonesia.

Baca juga: Seputar G30S/ PKI (2): Apa Sih Bedanya PKI, Sosialisme, Komunisme, Marxisme, dan Leninisme?

Meski SEATO berkontribusi membantu negara-negara anggotanya mendirikan sekolah dan membiayai penelitian, SEATO akhirnya bubar juga.

Anggotanya tak lagi tertarik dengan keberadaan SEATO. Pakistan mundur pada 1968.

Kemudian Perancis menyetop sokongan dananya pada 1975. SEATO dibubarkan secara resmi pada 30 Juni 1977.

Lihat Foto

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Britannica
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi