Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Logo Tut Wuri Handayani, Makna dan Sejarahnya

Baca di App
Lihat Foto
Kemdikbud
Logo Tut Wuri Handayani
|
Editor: Nibras Nada Nailufar

KOMPAS.com - Logo Tut Wuri Handayani selalu digunakan dalam segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan di Indonesia.

Tahukah kamu apa makna lambang Tut Wuri Handayani? Sebelumnya, mari simak dulu asal-usulnya!

Sejarah lambang Tut Wuri Handayani

Dilansir dari situs Kemdikbud, Tut Wuri Handayani yang juga tertulis dalam logo, berasal dari Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara.

Tut Wuri Handayani memiliki arti, "di belakang mendorong". Kalimat itu adalah bagian dari semboyan "ing ngarso sung tulodo ing madyo mangun karso tut wuri handayani".

Semboyan itu dapat diartikan sebagai, "di depan, seorang pendidik harus bisa menjadi teladan di tengah murid, pendidik harus bisa memberikan ide, dan di belakang, seorang pendidik harus bisa menberikan dorongan."

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Mengenang Tokoh Hardiknas, Ki Hajar Dewantara

Penggunaan Tut Wuri Handayani sebagai logo merupakan penghargaan bagi Ki Hajar Dewantara dan jasa-jasanya.

Siapa pencipta lambang Tut Wuri Handayani?

Logo Tut Wuri Handayani sudah lama digunakan. Tepatnya sejak 1977.

Dalam buku pengumuman Lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang diterbitkan pada 1978, diceritakan bahwa lambang ini tercipta setelah ada sayembara.

"Semenjak Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, lembaga yang mengemban sebagian tugas umum pemerintahan di bidang pendidikan dan kebudayaan, berawal dengan bentuk Kementerian Pengajaran hingga sekarang menjadi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, belum pernah memiliki sebuah lambang," tulis Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan T Umar Ali waktu itu.

Baca juga: Sistem Pendidikan Nasional

Seiring dengan bertambah besarnya tanggung jawab Departemen Pendidikan, kerap terjadi masalah kompleks dalam pelaksanaan tugas sehari-hari.

Situasi itu mendorong rasa perlu adanya sarana untuk menunjang usaha membulatkan perwujudan pengabdian dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.

Sarana itu diharapkan dapat digunakan sebagai kelengkapan sarana kerja dalam pembinaan dan motivasi kepegawaian di pusat dan daerah.

Maka, para pegawai Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, terdorong untuk menciptakan lambang di lingkungannya masing-masing.

Tentunya, hal ini kurang elok. Perlu adanya lambang yang mewadahi seluruh instansi.

Baca juga: Sejarah Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas)

Oleh karena itu, pada 14 Februari 1977 dibentuklah Panitia Sayembara Pembuatan Lambang Departemen.

Duduk di Tim Juri adalah arkeolog Dr. Soekmono, dosen Departemen Seni Rupa ITB Prof. Drs. HA Sadali, dan Ketua Sekolah Tinggi Seni Rupa (ASRI) Yogyakarta Drs. Abdulkadir MA.

Di akhir sayembara, ada 1.600 logo yang diseleksi. Sayangnya tak ada yang terpilih menjadi lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

"Dari hasil penilaian oleh Tim Juri, ternyata tidak muncul sebuah pun gambar yang sepenuhnya memenuhi norma penilaian, tetapi terpilih 10 gambar yang dapat digolongkan terbaik dan ditetapkan sebagai gambar-gambar yang mendapat hadiah," tulis T Umar.

Dari kesepuluh gambar terbaik, dibuat modifikasinya yang akhirnya melahirkan lambang Tut Wuri Handayani.

Lambang itu ditetapkan pada 6 September 1977 melalui SK Menteri Nomor 0398/M/1977.

Baca juga: Hari Pendidikan Nasional dan Momen Mengenang Ki Hadjar Dewantara...

Lihat Foto
kemdikbud.go.id
Tut Wuri Handayani
Makna lambang Tut Wuri Handayani

Berikut uraian lambang beserta artinya:

  • Bidang Segi Lima (biru muda): menggambarkan alam kehidupan Pancasila.
  • Semboyan Tut Wuri Handayani: digunakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam melaksanakan sistem pendidikannya. Pencantuman semboyan ini berarti melengkapi penghargaan dan penghormatan kita terhadap almarhum Ki Hajar Dewantara yang hari lahirnya telah dijadikan Hari Pendidikan Nasional.
  • Belencong Menyala Bermotif Garuda: Belencong (menyala) merupakan lampu yang khusus dipergunakan pada pertunjukan wayang kulit. Cahaya belencong membuat pertunjukan menjadi hidup.
  • Burung Garuda (yang menjadi motif belencong): memberikan gambaran sifat dinamis, gagah perkasa, mampu dan berani mandiri mengarungi angkasa luas. Ekor dan sayap garuda digambarkan masing-masing lima, yang berarti: ‘satu kata dengan perbuatan Pancasilais’.
  • Buku: merupakan sumber bagi segala ilmu yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
  • Warna putih pada ekor dan sayap garuda dan buku: berarti suci, bersih tanpa pamrih.
  • Warna kuning emas pada nyala api: berarti keagungan dan keluhuran pengabdian.
  • Warna biru muda pada bidang segi lima: berarti pengabdian yang tak kunjung putus dengan memiliki pandangan hidup yang mendalam (pandangan hidup Pancasila).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Kemdikbud
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi