Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan

Baca di App
Lihat Foto
Kemdikbud
Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945.
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, kondisi negara masih belum stabil. Banyak permasalah yang belum diatasi.

Bangsa Indonesia masih terus berjuang dalam menghadapi agresi penjajah Belanda untuk yang kedua kalinya ingin menguasai Indonesia.

Dilansir dari buku Pendidikan Pancasila: Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa (2010) karya Pandji Setijo, Indonesia juga menghadapi segenap permasalahan dalam negeri.

Demokrasi parlementer

Negara Republik Indonesia sudah sah memiliki kemerdekaannya, baik secara de facto maupun de yure.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, jalannya pemerintahan masih terbilang belum stabil. Pancasila sebagai dasar negara dan sistem liberal atau demokrasi parlementer.

Terdiri dari para menteri yang duduk dalam kabinet, dipimpin oleh seorang menteri, dan bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR, bukan kepada presiden.

Baca juga: Peristiwa Penting Era Orde Baru

Presiden dalam kedudukannya tidak bisa diganggu gugat, namun bisa dijatuhkan parlemen. Sebaliknya, sewaktu-waktu parlemen juga bisa dibubarkan Presiden.

Pasca proklamasi kemerdekaan, kondisi dasar negara dan undang-undang negara dinyatakan masih bersifat sementara.

Hal tersebut mengingat pada saat dibuat dasar negara dan undang-undang dalam kondisi tergesa-gesa dan secara cepat. Sehingga undang-undang dasar yang di dalamnya terdapat Pancasila sebagai dasar negara dan berada dalam pembukaannya.

Selain itu, Undang-Undang Dasar dan Pancasila belum mendapatkan kesepakatan yang sifatnya fundamental dan masih perlu pematangan agar memenuhi keinginan segenap pihak dari berbagai unsur komponen bangsa yang terdiri dari masyarakat, golongan, agama, dan politik.

Agresi Belanda dan Republik Negara Serikat

Tahun 1948, agresi Belanda masih berlangsung di Indonesia dan pemerintahan dipusatkan di Yogyakarta.

Banyak pemimpin bangsa ditangkap dan diasingkan, di antaranya presiden dan wakil presiden, serta beberapa menteri.

Hal tersebut membuat lahirnya perjanjian Roem Royen dan Indonesia membentuk pemerintahan baru dalam bentuk Republik Negara Serikat (RIS) dengan UUD 1945 atau Konstitusi RIS 1949.

Meski sudah membentuk pemerintahan baru, kondisi ketatanegaraan dan pemerintahan masih sama. Akhirnya, pada 17 Agustus 1950 lahir Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.

Baca juga: Sistem Pemerintahan Militer Jepang di Indonesia

Lihat Foto
Kementerian Penerangan
Presiden Soekarno membacakan Dekrit 5 Juli 1959
Dekrit Presiden 1959

Dalam jangka waktu lima tahun setelah ditetapkannya NKRI dan UUDS 1950, bangsa Indonesia masih menghadapi situasi sulit. Salah satunya dalam menuntaskan UUD 1945 yang di dalamnya tercantum Pancasila.

Kemudian, terbentuk Badan Pembentuk UUD sebagai hasil pemilu pertama yang tertunda. Badan itu kemudian menjadi MPR.

Beberapa sidang yang berlangsung tidak pernah menemukan titik terang. Bahkan antar golongan terus-menerus berselisih paham dan berdebat tanpa ada hasil yang jelas.

Melihat hal tersebut, Presiden Soekarno mengumumkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang isinya menyatakan pembubaran badan pembentuk UUD. Kemudian, memutuskan berlakunya kembali UUD 1945.

Dengan UUD 1945, sistem pemerintahan menggunakan demokrasi terpimpin. Membentuk kabinet atas dasar efisiensi, efektif, serta mampu mmengatasi dan menanggulangi permasalahan nasional.

Meski begitu, pada periode waktu 1959 hingga 1965 masih tercatat penyimpangan dalam kondisi kenegaraan. Salah satunya banyak kelembagaan negara belum terbentuk sesuai UUD 1945.

Baca juga: Sistem Hukum di Indonesia Sesuai UUD 1945

Oerde Baru

Tahun 1966 tercatat lahirnya Orde Baru di bawah pimpinan Jenderal Soeharto, yang secara definitive diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia.

Pada masa ini, banyak kelembagaan negara disesuaikan dengan amanat UUD 1945. Undang-undang merupakan hasil kerja sama presiden dengan DPR serta sistem pemerintahan disesuaikan dengan amanat UUD 1945.

Melalui program GBHN, pemerintah Orde Baru melakukan pembangunan nasional secara bertahap menuju tercapainya tujuan NKRI.

Namun, dalam evaluasi masa pemerintahan Orde Baru masih banyak ditemui penyimpangan yang cukup menonjol, di antaranya pemusatan kekuasaan, sifat otoriter pemerintahan, adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan lain-lain.

Hingga akhirnya, lahir masa Reformasi pada 1998 setelah pengunduran diri Presiden Soeharti dari jabatannya yang sudah dipegang selama 32 tahun.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi