Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Jepang Menerapkan Ekonomi Perang

Baca di App
Lihat Foto
Koleksi Tropen Museum (Wikimedia)
Pendaratan tentara Jepang di Jawa.
Penulis: Ari Welianto
|
Editor: Ari Welianto

KOMPAS.com - Pada masa pendudukan di Indonesia, Jepang mengeluarkan kebijakan ekonomi perang.

Ekonomi perang merupakan kebijakan pemerintah Jepang yang digunakan untuk menggali semua kekuatan ekonomi di Indonesia.

Kebijakan tersebut dikeluarkan untuk membantu kegiatan Jepang yang tengah menghadapi pada Perang Dunia II.

Mengapa Jepang menerapkan kebijakan ekonomi perang?

Baca juga: Ekonomi Perang di Masa Pendudukan Jepang 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam buku Ekonomi Indonesia (2017) Dalam Lintasan Sejarah karya Boediono, Perang Dunia II mengubah peta politik.

Indonesia dikuasai oleh Jepang pada 1942-1945. Tujuan politik penguasa baru untuk adalah menjadikan Indonesia sebagai penyangga tentara Jepang untuk memenangi peperangan.

Untuk mencapai tujuan politik tersebut, sistem ekonomi perang diterapkan. Saat PD II pecah, di daratan Eropa satu demi satu negara jatuh ke tangan Jerman.

Di Asia, khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara satu demi satu negara seperti Indonesia jatuh ke Jepang.

Pada Maret 1942, Belanda menyerah. Berakhirlah masa kekuasan Belanda yang panjang di Indonesia dan diganti kekuasaan yang jauh lebih keras dan lebih eksploitatif. 

Selama 3,5 tahun di bawah pendudukan Jepang ekonomi Indonesia beroperasi dengan modus darurat perang.

Baca juga: Akibat Pendudukan Jepang di Bidang Ekonomi

Dampak ekonomi perang

Salah satu ciri utama dari sistem ekonomi perang adalah:

Menjadi penyangga

Kepentingan ekonomi penguasa adalah menjadikan Indonesia sebagai penyangga kegiatan Jepang.

Artinya ekonomi dioperasikan utama untuk menghasilkan barang-barang dan bahan pendukung perang yang dilakukan Jepang.

Bukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Produksi minyak bumi, hasil-hasil pertambangan, bahan pangan digenjot untuk mendukung pasukan Jepang.

Penduduk Indonesia hanya memperoleh apa yang tersisa dari kegiatan ekonomi tersebut. Secara prinsip, sistem tersebut tidak jauh beda dengan sistem kolonial.

Baca juga: Tiga Wilayah Pemerintahan Militer Jepang di Indonesia

Sistem kerja paksa Jepang yang disebut romusa  jauh lebih brutal jika dibandingkan sistem tanam paksa Kolonial. 

Pada masa pendudukan Jepang, tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia merosot drastis.

Kelangkaan kebutuhan sehari-hari dan kelaparan sudah menjadi berita sehari-hari. Ciri utama sistem ekonomi perang adalah keterisolasian dari dunia luar.

Ekonomi yang sebelumnya sangat terbuka dan terintrasi dengan dunia luar menjadi tertutup. Alat transportasi laut dimobilisasi untuk tujuan perang.

Pada masa itu terjadi kerusakan-kerusakan sarana dan prasaran produksi. Sebagian karena politik bumi hangus Belanda dan sebagian karena tida adanya pemeliharaan yang memadai.

Pada awal pendudukan, Jepang berusaha memperbaiki ekonomi Indonesia yang hancur.

Karena saat Jepang berusahan merebut dari Belanda. Belanda memilih membumihanguskan obyek-obyek vital.

Ini dilakukan agar Jepang kesulitan mengambil alih Indonesia. Sarana-sarana yang coba diperbaiki seperti transportasi, telekomunikasi, dan bangunan-bangunan publik.

Baca juga: Latar Belakang Pendudukan Jepang di Indonesia

Pengendalian perkebunan

Jepang mengeluarkan undang-undang No 322/1942 yang menyatakan bahwa gunseikan (kepala militer) langsung mengawasi perkebunan kopi, kina, karet, dan teh.

Bagi Jepang hanya sedikit komoditas yang bisa berguna menunjang perang.

Kopi, teh, dan tembakau diklasifikasikan sebagai barang yang kurang berguna bagi perang.

Komoditas yang dipaksa Jepang untuk ditanam adalah karet, kina, gula, dan beras.

Industri merosot

Pada pendudukan Jepang, tidak hanya sandang, pangan atau pakaian menjadi masalah. Banyak rakyat yang tidak mempunyai pakaian layak.

Sebelumnya untuk sandang sangat tergantung impor dari Belanda.

Untuk mengatasi kekurangan sangat, Jepang memaksa petani menanam kapas dan membuka usaha konveksi.

Baca juga: Jepang Siapkan Penyederhanaan Pelaksanaan Olimpiade Tokyo

Tapi industri tekstil tidak bisa dihidupkan kembali. Karena suplai kapas berkurang. Pada masa itu, Jepang membagi dua industri.

Pertama industri yang berguna langsung untuk perang, seperti pabrik mesin, paku, kawat, dan baja pelapis granat.

Kedua adalah barang-barang yang menyangkut kebutuhan rakyat.

Bank dan keuangan

Jepang tetap mempergunakan mata uang gulden yang merupakan peninggalan Belanda. Tujuan tersebut untuk menjaga harga barang tetap stabil.

Beberapa bank milik Belanda dilikuidasi dan diganti dengan bank Jepang, seperti Yokohama Ginko, Mitsui Ginko, dan Kana Ginko.

Baca juga: Sambutan Rakyat Indonesia terhadap Jepang

Salah satu bank, yakni Nanpo Kaihatsu Ginko melanjutkan tugas tentara Jepang dalam mengedarkan invansion money.

Invansion money kemudian dicetak mulai dari satu hingga sepuluh gulden. Itu untuk mengganti uang Belanda.

Selama pendudukan, Jepang juga menarik pajak yang tinggi mencapai 70 hingga 35 kali lipat dari pajak sebelumnya bagi keturunan Eropa dan Tionghoa.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi