Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

STOVIA, Sekolah Kedokteran yang Melahirkan Tokoh Pergerakan Nasional

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/WINDORO ADI
Bangsal tidur asrama mahasiswa kedokteran di Gedung STOVIA. Kini, gedung tersebut menjadi Museum Kebangkitan Nasional.
Penulis: Ari Welianto
|
Editor: Ari Welianto

KOMPAS.com - STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) memiliki peran penting bagi pergerakan perjuangan bangsa Indonesia.

STOVIA merupakan sekolah untuk pendidikan kedokteran bagi rakyat pribumi pada zaman Hindia Belanda.

Lewat STOVIA muncul tokoh-tokoh pergerakan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari Belanda.

Perjuangan yang dilakukan tidak lagi dengan fisik atau senjata melainkan pemikiran lewat organisasi-organisasi yang dibentuk.

Tahukah kamu mengenai STOVIA?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Tokoh Pendiri Budi Utomo: Pelajar STOVIA

Sejarah STOVIA

Pelopor STOVIA adalah Sekolah Dokter Djawa. Sekolah Dokter Djawa dibuka pada 1851.

Latar belakang Sekolah Dokter Djawa didirikan sebagai pertimbangan mendirikan sekolah khusus petugas vaksin untuk menangani wabah cacar di sepanjang pantai utara Pulau Jawa dan wilayah karesidenan Banyumas.

Dikutip situs Provinsi DKI Jakarta, menjelang akhir abad ke-19 atau 1902, Sekolah Dokter Djawa ditransformasikan ke dalam STOVIA.

Tujuannya untuk menciptakan tenaga-tenaga medis di berbagai daerah. Selain itu melaksanakan di Rumah Sakit Tentara Batavia.

Pada awalnya pendidikan di STOVIA diharuskan menggunakan pakian daerah, baju, kain, blangkon, dan kaki telanjang

Bahasa pengantar yang dipakai memakai bahasa Belanda.

Sehingga membuat murid-murid harus mengikuti kursus bahasa dari sekolah angka satu, yaitu golongan priyayi.

Banyak siswa STOVIA berasal dari keluarga kurang mampu. Sehingga sempat dianggap sebagai sekolah orang miskin.

Baca juga: Asal-usul Indonesia, dari Catatan Bung Hatta sampai Peran STOVIA

Awalnya lama pendidikan hanya ditempuh dua tahun, tapi pada 1875 menjadi enam tahun.

Dalam sistem pendidikan di STOVIA, pada 1902 kelulusannya dianggap sebagai dokter dengan gelar Inlandse Arts.

Pada 1913, apabila sebelumnya lulusannya memperolej gelar Dokter Jawa diubah menjadi Inlandsch Arts yang artinya Dokter Bumiputera atau Pribumi.

Mereka mempunyai wewenang mempraktekkan ilmu kedokteran seluruhnya termasuk ilmu kebidanan.

Pada 1914, sistem pendidikan STOVIA ditingkatkan lagi, karena calon-calonnya harus diambil dari lulusan MULO (setingkat SMP).

Pada 1927, Pemerintah Hindi Belanda mendirikan Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hogeschool).

Sekolah tersebut menerima lulusan AMS (setingkat SMA) dan HBS.

Lulusannya memakai gelar Arts, dan setara dengan lulusan universitas di negeri Belanda.

Baca juga: Politik Etis Belanda: Awal Lahirnya Tokoh-Tokoh Pergerakan Nasional

Dalam perkembangannya, STOVIA menjadi sekolah yang mendidik dokter bumiputera dan bukan hanya dokter Jawa.

Pada awalnya bangunan STOVIA terletak di Hospitaalweg, kemudian pada 5 Juli 1920 seluruh pendidikan dipindahkan ke Salemba (sekarang dikenal dengan Fakultas Kedokteran Universitan Indonesia).

Sementara bangunan Hospitaalweg dipakai untuk asrama siswa.

Penggunaan Gedung STOVIA sebagai tempat kegiatan pembelajaran berakhir setelah pendudukan Jepang ada 1942.

Melahirkan tokoh pergerakan

Dalam situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), STOVIA menjadi tempat berkumpulnya pemuda pribumi yang cerdas dan kreatif.

Karena untuk menjadi pelajar STOVIA harus melalui serangkaian ujian yang selektif.

Hal inilah yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh pergerakan nasional untuk memperjuangan kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Faktor Pendorong Munculnya Pergerakan Nasional

Mereka yang diterima harus tinggal di asrama berdasarkan tingkat kelasnya dengan peraturan yang ketat.

Kondisi itu membuat para siswa dituntut untuk hidup disiplin dan bertanggung jawab.

Kehidupan di asrama menimbulkan rasa persaudaraan diantara penghuni asrama. Apalagi mereka berasal dari berbagai daerah.

Karena adanya interaksi yang terjalin dengan rutin dan dalam waktu yang lama memunculkan rasa kebersamaan.

Kebersamaan itu kemudian berkembang menjadi kesadaran bersama sebagai bangsa.

Kesadaran itu membuat sebagian pelajar STOVIA memilih bersikap radikal terhadap pemerintah kolonial.

Mereka merumuskan bentuk perjuangan baru untuk membebaskan rakyat dari penderitaan. Karena perjuangan yang dilakukan sebelumnya masih mengalami kegagalan.

Baca juga: Pergerakan Nasional di Indonesia, Diawali Organisasi Budi Utomo

Lulusan STOVIA banyak yang aktif dalam pergerakan rakyat untuk mencapai Indonesia merdeka.

Mereka kemudian mendirikan organisasi Budi Utomo pada 1908, Indische Partij. Serta organisasi-organisasi pemuda lainnya, seperti Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon.

Tokoh tersebut seperti Sutomo, Tjipto Mangunkusumo, Wahidin Sudirohusodo. Kemudian ada Sumatera Barat seperti Achmad Mochtar, A G Zakir, atau Mohamad Sjaaf.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi