Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bendara Raden Mas Mustahar, Nama Kecil Pangeran Diponegoro

Baca di App
Lihat Foto
Kemendikbud
Ilustrasi Penangkapan Pangeran Diponegoro
Penulis: Ari Welianto
|
Editor: Ari Welianto

KOMPAS.com - Pangeran Diponegoro merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia.

Pangeran Diponegoro dengan gagah berani menentang kekuasan Belanda yang menjajah Indonesia dan menguasai tanah-tanah mereka.

Perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda yang terkenal dalam Perang Jawa yang berlangsung 1825-1830.

Nama Diponegoro bukan nama asli tapi Bendara Raden Mas Antawirya. Nama Diponegoro diperoleh setelah sebagai pangeran dengan nama Bendara Pangeran Harya Dipanegara.

Pangeran Diponegoro memiliki nama kecil sejak dilahirkan. Tahukah kamu nama kecil Pangeran Diponegoro?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Gaya Militer Turki Utsmani dalam Perang Pangeran Diponegoro

Nama kecil

Dalam buku Sejarah Singkat Diponegoro (2019) karya Wardiman Djojonegoro, nama kecil Pangeran Diponegoro adalah Bendara Raden Mas Mustahar.

Ia dilahirkan pada 11 November 1785 di Ngayogyakarta Hadiningrat, menjelang fajar pada bulan sura.

Ia merupakan putra Gusti Raden Mas Suraja (Sultan Hamengkubuwana III) raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, sedangkan ibunya bernama RA Mangkorowati. Gusti Raden Suraja merupakan putra sulung Sultan Hamengkubuwana II.

Masa kecil

Saat usia 7 tahun, Bendara Raden Mas Mustahar dipindah dari Keputren (tempat kaum perempuan dan para garwa raja) di dalam keraton menuju Tegalrejo kurang lebih 3 kilometer ke sebelah barat Yogyakarta.

Sejak kecil, ia telah dibimbing oleh pejuang wanita berpengalaman, taat beragama, serta berkemauan baja. Kepribadian itu telah menjadi bagi Pangeran Diponegoro kecil.

Pangeran Diponegori dididik dalam satu lingkungan keagamaan dan ditengah masyarakat jauh dari keraton.

Menginjak dewasa pada 21 September 1803, nama Bendara Raden Mas Mustahar diubah menjadi Bendara Mas Raden Mas Antawirya.

Baca juga: Biografi Pangeran Diponegoro, Pemimpin Perang Jawa

Saat menginjak remaja, Pangeran Diponegoro mendapatkan pendidikan kesastraan Islam-Jawa.

Pengajaran bergaya pesantren lebih formal tentang Al Quran dan Hadis didapat dari ulama yang berkunjung ke Tegalrejo.

Pangeran Diponegoro dikenal sebagai pribadi yang cerdas, banyak membaca, dan ahli di bidang hukum Islam-Jawa.

Ketika dewasa, Pangeran Diponegoro menolak keinginan sang ayah untuk menjadi raja. Namun Pangeran Diponegoro menolak untuk menjadi raja.

Sudah diramalkan

Saat Pangeran Diponegoro dilahirkan sudah diramalkan kelak akan mendatangkan kerusakan yang lebih hebat pada pihak Belanda.

Dikutip Historia, nyatanya Perang Jawa meletus pada 1825.

Perang tersebut bermula dari keputusan dan tindakan Belanda yang memasang patok-patok di atas tanah milik Pangeran Diponegoro di Desa Tegalrejo.

Baca juga: Keris yang Dikembalikan Belanda Dipastikan Asli Milik Pangeran Diponegoro

Belanda ketika itu akan membuat jalan raya yang melintas di sebelah timur Tegalrejo.

Pematokan tanah tersebut meresahkan masyarakat. Bahkan Pangeran Diponegoro tidak pernah mendapat pemberitahuan.

Bentrok pun akhirnya terjadi dan meluas menjadi peperangan yang berlangsung selama lima tahun.

Tindakan tersebut ditambah beberapa kelakuan Hindia Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan eksploitasi berlebihan terhadap rakyat dengan pajak tinggi.

Perang Jawa berlangsung di sebagian Pulau Jawa.

Di mana dari Yogyakarta di pantai selatan hingga perbatasan Banyumas dibagian barat dan Magelang di utara.

Perang tersebut mampu merepotkan Belanda. Pada 1827, Pangeran Diponegoro terjepit karena Belanda menyerang dengan 23.000 pasukan.

Baca juga: Hampir 2 Abad Ada di Belanda, Raja Willem Kembalikan Keris Pangeran Diponegoro ke Jokowi 

Pada28 Maret 1830, pasukan Belanda berhasil mendesak Pangeran Diponegoro.

Kemudian dilakukan perundingan dangan Jenderal de Kock di Magelang. Belanda meminta agar Pangeran Diponegoro menghentikan perang, namun ditolak.

Pangeran Diponegoro ditangkap kemudian diasingkan ke Ungaran, Semarang. Selanjutnya dibawa ke Batavia.

Belanda akhirnya diasingkan ke Manado bersama istri keenamnya, Raden Ayu Ratna Ningsih.

Pada 1834, Pangeran Diponegoro dipindah ke Benteng Rotterdam Makassar, Sulawesi Selatan. Di Makassar, ia menghabiskan hidupnya dan meninggal pada 8 Januari 1855 di usia ke-69.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Historia.id
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi