Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zaman Prasejarah Berdasarkan Arkeologi

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com / CITRA FANY SAMPARAYA
Puluhan menhir di Bori Kalimbuang, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan.
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - Informasi mengenai sejarah berasal dari sumber-sumber sejarah yang terdiri atas sumber lisan yang merupakan keterangan langsung maupun sumber tertulis.

SUmber tertulis merupakan keterangan yang diperoleh melalui peninggalan-peninggalan tertulis yang mencatat peristiwa yang terjadi di masa lampau. Misalnya, prasasti, dokumen, naskah, kaligrafi, laporan, surat kabar, dan lainnya.

Berdasarkan buku Arkeologi Budaya Indonesia (2002) karya Yakob Sumarjo, informasi mengenai sejarah juga bisa didapat dari benda kebudayaan peninggalan-peninggalan zaman prasejarah.

Misalnya alat dari batu, senjata, candi, bangunan gedung, patung, dan masih banyak lainnya. Bahkan selain itu, sumber lain yang dapat memberikan infomrasi kehidupan zaman prasejarah antara lain fosil dan artefak.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zaman prasejarah berdasarkan arkeologi terbagi menjadi dua zaman, yaitu:

Zaman batu

Berdasarkan hasil temuan alat-alat yang digunakan dan cara pengerjaannya, pada zaman batu terbagi menjadi empat, sebagai berikut:

Baca juga: Zaman Masa Praaksara di Indonesia

Palaeolithikum (batu tua)

Pada zaman ini kehidupan manusia sangat tergantung pada alam dan berpindah-pindah tempat (nomaden). Makanan didapat dari sumber makanan yang ada di sekitar tempat tinggal.

Tempat tinggal manusia pada masa tersebut kebanyakan dekat dengan sumber air, banyak pohon dan berelief.

Alat yang digunakan pun masih sederhana atau terbilang seadanya, yaitu dari batu atau tulang hewan hasil buruan.

Mesolithikum (batu madya)

Pada zaman ini, manusia masih berpindah-pindah, namun sudah mencari tempat di gua-gua. Makanan didapat dengan cara berburu hewan-hewan liar dan buah-buahan dari pohon di hutan.

Saat itu masih menggunakan alat terbatas yang terbuat dari batu dan tulang, namun bentuknya sudah lebih b aik dibanding zaman sebelumnya. Sumber daya alam masih memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Lihat Foto
shutterstock.com
Ilustrasialat di zaman neolithikum
Neolithikum (batu muda)

Zaman ini, manusia mulai mengenal bercocok tanam dengan cara berladang dan mereka tinggal menetap di sekitar ladang yang mereka buat.

Setelah berkali-kali panen dan kesuburan ladang berkurang, mereka akan berpindah dan membuka ladang baru di tanah yang masih subur.

Baca juga: Manusia Masa Praaksara di Indonesia

Selain bercocok tanam, manusia juga mulai memelihara hewan ternak dan hidup dalam kelompok besar serta mengenal kepemimpinan.

Alat-alat yang digunakan masih terbuat dari batu yang diasah hingga halus dan berbentuk lebih baik.

  • Megalithikum (batu besar)

Selain alat-alat yangidsebutkan di atas, masih ada benda-benda lain yang dihasilkan. Khsusunya benda yang ada kaitannya dengan kepercayaan manusia yang hidup pada zaman batu.

Kepercayaan masyarakat pada masa bercocok tanam merupakan perkembangan dari zaman masa berburu dan mengumpulkan makanan.

Pada masa sebelumnya, manusia purba sudah mengenal kepercayaan berupa adanya penguburan. Pada masa bercocok tanam kepercayaan masyarakat dibuktikan dengan temuan bangunan-bangunan batu besar.

Bangunan batu besar atau dikenal megalithikum diperkirakan berlangsung sejak zaman bercocok tanam dan masa perundagian.

Baca juga: Peninggalan Manusia Praaksara

Bangunan megalithikum sebagai berikut:

  1. Menhir
  2. Dolmen
  3. Sarkopragus atau keranda
  4. Kubur batu
  5. Pundek berundak-undak
  6. Waruga
  7. Arca

Lihat Foto
Kemdikbud
Nekara Pejeng, alat pada zaman Logam masa perundagian Bali.
Zaman logam

Pada zaman logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Pada zaman ini masyarakat menggunakan alat-alat yang terbuat dari logam.

Zaman logam terbagi menjadi tiga, sebagai berikut:

Zaman tembaga

Orang menggunakan tembaga sebagai alat kebudayaan. Alat kebudayaan ini dikenal di beberapa bagian dunia saja. Di Indonesia tidak dikenal istilah zaman tembaga.

Zaman perunggu

Pada zaman ini orang sudah mencampur tembaga dan timah dengan perbandingan 3:10 sehingga logam yang dihasilkan lebih keras.

Baca juga: Kehidupan Manusia Praaksara di Indonesia

Peralatan pada zaman perunggu, yaitu:

  1. Nekara, semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atapnya tertutup. Nekara di Indonesia ditemukan di Bali, Sumatera, Jawa, Pulau Sangean, Roti, Leti, Selayar, Kepulauan Kei, dan Alor.
  2. Kapak corong, terbuat dari logam yang dibagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya dibelah, sedangkan ke dalam corong dimasukkan tangkai kayu yang menyiku pada bidang kapak. Di Indonesia alat ini ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, Pulau Selayar, dan Irian.
  3. Beajana, sebuah benda yang bentuknya mirip seperti gitar Spanyol tetapi memakai tangkai. Ditemukan di derah Madura dan Sumatera. Pola hiasan benda ini berupa anyaman dan huruf L.
  4. Arca-arca perunggu, seni menuangkan cairan logam untuk membuat arca sudah berkembang pada masa ini. Bentuk patung yang dibuat juga beragam. Banyak ditemukan di Lumajang, Palembang, dan Bogor.
  5. Perhiasan, biasanya berbentuk gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung dan bandul kalung. Perhiasan banyak ditemukan di Bohor, Malang, dan Bali.
  6. Candrasa, berfungsi sebagaitanda kebesaran kepala suku dan alat upacara keagamaan. Hal ini karena bentuknya yang indah dan penuh dengan hiasan.

Zaman besi

Zaman ini manusia sudah pintar melebur besi dan bijinya untuk dituang ke alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dibvandingkan peleburan besi. Membutuhkan panas sekitar 3.500 derajat selsius.

Zaman logam di Indonesia didominasi oleh alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam juga disebut sebagai zaman perunggu.

Alat-alat yang ditemyukan pada zaman ini jumlahnya sedikit, seperti:

  1. Mata kapak
  2. Mata sabit
  3. Mata pisau
  4. Mata pedang
  5. Cangkul

Di mana alat-alat tersebut banyak ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor, dan Punung (Jawa Timur ).

Baca juga: Persebaran Nenek Moyang Indonesia

Saat itu masyarakat mengenal teknik pengolahan logam yang terbagi menjadi beberapa teknik, yaitu:

Teknik bivalve (setangkap)

Pada teknik ini digunakan dua cetakan yang dapat dirapatkan. Cetakan itu diberi lubang bagian atasnya untuk dituangkan logam cair. Jika perunggu sudah dingin, cetakan baru dibuka.

Untuk membuat benda berongga, digunakan tanah liat sebagai inti yang akan membuat riongga setelah tanah liat dibuang. Cetakan dengan teknik ini dapat digunakan berkali-kali.

Teknik a cire perdue (cetakan licin)

Pembuatan perunggu dengan menggunakan teknik cetakan licin diawali dengan membuat bentuk benda logam dari lilin yang berisi tanah liat sebagai intinya.

Bentuk lilin kemudian dihias dengan pola, kemudian dibungkus lagi dengan tanah liat yang lunak. Pada bagian atas dan bawah diberi lubang.

Dari lubang atas dituangkan perunggu cair dan dari lubang bawah mengalir lilin yang meleleh. Bila perunggu yangdituangkan sudah dingin, cetakan dipecah untuk mengambil benda di dalamnya.

Pada periode ini juga disebut sebagai masa perundagian, karena timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi