Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa itu Oktroi dalam De Javasche Bank?

Baca di App
Lihat Foto
YURINDA HIDAYAT
Gedung Javasche Bank di Bandung, Jawa Barat
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - De Javasche Bank (DJB) merupakan nama dari Bank Indonesia sebelum dinasionalisasikan. DJB menjadi salah satu peninggalan jajahan Belanda yang masih diteruskan Indonesia hingga sekarang.

DJB menjadi saksi kapan dan bagaimana bank sirkulasi pertama dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda. Bangkan DJB menjadi bank pertama yang menjalankan kegiatan perbankan di Hindia Belanda. Lalu apa hubungannya dengan Oktroi?

Dilansir dari situs resmi Bank Indonesia, gagasan penbentukan bank sirkulasi di Hindia Belanda dicetuskan oleh Komisaris Jenderal Hindia Belanda Mr. C.T. Elout ke Hindia Belanda.

Saat itu kondisi keuangan Hindia Belanda memerlukan penertiban dan pengaruran sistem pembayaran dalam bentuk perbankan. Pada saat yang sama, pengusaha di Batavia mendesak Hindia Belanda untuk mendirikan lembaga bank untuk memenuhi kepentingan bisnis mereka.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Sejarah Hari Bank Indonesia

Sehingga Raja Willem I menerbitkan Surat Kuasa kepada Komisaris Jenderal Hindia Belanda pada 9 Desember 1826. Surat tersebut memberikan wewenang kepada pemerintah Hindia Belanda untuk membentuk suatu bank berdasarkan wewenang khusus berjangka waktu, atau disebut Oktroi.

Dengan surat kuasa tersebut, pemerintah Hindia Belanda mulai mempersiapkan berdirinya DJB. Kemudian pada 24 Januari 1828 dengan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Nomor 25 ditetapkan akte pendirian De Javasche Bank (DJB).

Oktroi merupakan ketentuan dan pedoman bagi DJB dalam menjalankan usahanya. Oktroi DJB pertama berlaku selama 10 tahun sejak 1 Januari 1828 sampai 31 Desember 1837 dan diperpanjang sampai dengan 31 Maret 1838. Pada periode oktroi keenam, DJB melakukan pembaharuan akte pendiriannya di hadapan notaris Derk Bodde di Jakarta pada 22 Maret 1881.

Perkembangan DJB berdasarkan Oktroi

Selama perkembangan De Javasche Bank, terdapat delapan Oktroi sesuai dengan waktunya. Berikut Oktroi tersebut:

Oktroi I: 1828-1838

Dalam Surat Keputusan Komisaris Jenderal No. 28 11 Desember 1827 ditetapkan Oktroi khusus bagi DJB sebagai ketentuan dan pedoman dalam menjalankan usahanya.

Sebagai bank sirkulasi, selain mencetak dan mengedarkan uang DJB juga menyelenggarakan beberapa transaksi berikut.

Pemberian kredit dengan bunga 0,75 persen perbulan dan apabila dengan jaminan uang asing, uang emas dan perak bunganya 0,50 persen dan 0,65 persen.

Pengambil-alihan surat wesel atu aksep yang dikeluarkan Kantor Lelang Negara di Pulau Jawa, penggadaian surat berharga, benda berharga dan barang dagangan serta penukaran uang

Untuk menghimpun dana dari masyarakat, DJB juga menerima simpanan rekening koran dan deposito, memberikan jasa inkaso atas surat-surat berharga dan menerima titipan penyimpanan mata uang asing.

Pada tahun kedua, DJB mulai membuka kantor cabang diluar Batavia, yaitu Semarang dan Surabaya.

Oktroi II : 1838 – 1848

Berdasarkan perkembangan usaha bank dan kepatuhan terhadap ketentuan- ketentuan dalam Oktroi I, melalui Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 1 tanggal 17 Juli 1837, De Javasche Bank diberikan pembaharuan oktroi untuk jangka waktu 10 tahun yang berlaku sejak 1 April 1838 sampai dengan 31 Maret 1848.

Baca juga: Sejarah Rupiah, Bermula dari Oeang Republik Indonesia

Oktroi kedua mengatur pemegang buku dan kasir dalam hal menyangkut bank dapat menggantikan fungsi notaris setelah mereka sebelumnya menempuhkan ujian. Sebelumnya aturan ini tidak terdapat dalam oktroi pertama.

Dalam oktroi kedua, DJB tidak membuka kantor cabang baru dan perluasan hanya dapat dilakukan di pulau Jawa.

Oktroi III : 1848 – 1858

Oktroi ketiga sebenarnya telah berakhir pada 31 Maret 1858 namun berdasarkan Surat Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 5 tanggal 28 Maret 1858. DJB diberikan oktroi sementara yang berlaku selama dua tahun mulai 1 April 1858 sampai dengan 31 Maret 1860 dengan beberapa perubahan, sebagai berikut:

  1. Semua pecahan uang kertas-bank dapat ditukar dengan alat pembayaran yang sah dan kata recepis dalam oktroi ketiga dihapus.
  2. Hak suara pemegang saham yang semula empat saham satu suara berubah menjadi dua saham satu suara, lima saham dua suara, sembilan saham tiga suara, 14 saham lima suara dan 20 saham enam suara.
Oktroi IV : 1860 – 1870

Dalam pasal 5 dinyatakan bahwa selain Kantor Cabang Semarang dan Surabaya, bank dapat mempunyai kantor-kantor di wilayah Hindia Belanda. Untuk itu pada periode ini didirikan lima kantor cabang di Jawa maupun luar Jawa yaitu Padang, Makasar, Cirebon, Solo dan Pasuruan.

Kantor cabang Padang merupakan kantor cabang ketiga dan yang pertama di luar Jawa. Didirikan pada 29 Agustus 1864 dengan A.W. Verkouteren sebagai Pemimpin Cabang pertama.

Kantor cabang keempat dan kedua di luar Jawa adalah Kantor Cabang Makasar. Pendirian kantor cabang ini diusulkan oleh Kamar Dagang dan Kerajinan Makasar. Hal itu disebabkan karena Makasar merupakan kota perdagangan dan lalu-lintas keuangan pemerintah. Kantor cabang Makasar diresmikan tanggal 11 Desember 1864.

Baca juga: Ciri-Ciri Uang Rupiah

Kantor cabang kelima didirikan di Cirebon. Rencana itu pertamakali dibicarakan dalam Rapat Direksi 22 Juni 1866. Kelima kantor cabang yang telah didirikan berada di daerah pantai atau kota-kota pelabuhan. Selanjutnya muncul gagasan didirikannya cabang di daerah pedalaman.

Gagasan itu muncul ketika Presiden De Javasche Bank, C.F.W Wiggers van Kerchem berada di Yogyakarta. Ia menyatakan bahwa pendirian Kantor Cabang Solo merupakan suatu kebutuhan.

Dengan Surat Keputusan No. 15 tanggal 23 Oktober 1867 disetujui pendirian Kantor Cabang Solo, bersamaan dengan Kantor Cabang Pasuruan. Kantor Cabang Solo diresmikan 25 Nopember 1867 dan Kantor Cabang Pasuruan dibuka pada 27 Nopember 1867.

Oktroi V : 1870 – 1881

Pasal satu oktroi kelima menegaskan bahwa di Hindia Belanda tidak boleh didirikan suatu bank sirkulasi dan juga dilarang beredar uang kertas bank dari bank sentral luar negeri, kecuali dengan SK Gubernur Hindia Belanda.

Menjelang berakhirnya Oktroi V, tanggal 1 April 1879 dibuka Kantor Cabang Yogyakarta dengan SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 7 tanggal 20 Desember 1878.

Alasan pendirian Kantor Cabang tersebut adalah desakan dari berbagai pihak, termasuk Firma Dorrepaal & Co Semarang, karena firma tersebut mempunyai cabang usaha di Yogyakarta. Terlebih lagi Yogyakarta pada waktu itu menunjukkan perkembangan ekonomi yang cerah.

Baca juga: Sejarah Peradaban India Kuno

Oktroi VI : 1881 – 1891

Oktroi ini disusun berdasarkan Surat Keputusan Raja Willem III Nomor 19 tanggal 16 Oktober 1880. Berdasarkan itu DJB yang telah berusia 52 tahun melakukan pembaharuan dasar pendiriannya dengan Akte Pendirian di hadapan Notaris Derk Bodde di Jakarta pada 22 Maret 1881.

Dalam Akte Pendirian itu seluruh isi SK Raja Willem dicantumkan di dalamnya. Selain itu nama bank didahului dengan Naamlooze Vennootschap atau N.V. De Javasche Bank. Dengan perubahan Akte tersebut, DJB dianggap sebagai perusahaan baru.

Oktroi VII : 1891 – 1906

Pada pasal 5 oktroi ini, ditentukan bahwa bank diperkenankan memiliki Kantor Perwakilan di Amsterdam yang dibuka pada 15 Mei 1891. selain itu di Batavia didirikan Kantor Filial Weltervreden pada 6 Me1 1901 yang hanya bertahan selama satu setengah tahun karena ditutup pada 31 Januari 1902.

Oktroi VIII :1906 – 1921

Pada periode ini, bentuk hukum, modal, tempat kedudukan dan jenis usaha tidak mengalami perubahan. Namun terdapat jenis surat berharga yang diperjual-belikan yaitu wesel luar negeri dengan jangka waktu yang lazim dalam perdagangan internasional.

Pada periode Oktroi terakhir ini, DJB banyak mengeluarkan ketentuan baru dalam bidang sistem pembayaran yang mengarah kepada perbaikan bagi lalu lintas pembayaran di Hindia Belanda.

Baca juga: G20: Sejarah, Tujuan, dan Peran Indonesia

Mulai 1 Januari 1907 DJB mulai menerapkan sistem lalu-lintas giro di seluruh kantornya dan tidak lama kemudian dilaksanakan sistem kliring atau sistem perhitungan antar bank-bank ternama. Pada 15 Februari 1909 disepakati perjanjian tentang sistem perhitungan kliring untuk pertama kalinya di Batavia (Jakarta).

Oktroi VIII berakhir hingga 31 Maret 1921 dan hanya diperpanjang selama satu tahun sampai dengan 31 Maret 1922.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi