KOMPAS.com - Magis religius merupakan salah satu dari jenis sifat hukum adat.
Hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis (berdasarkan adat).
Hukum adat bersumber dari kebiasaan yang tidak tertulis tumbuh dan berkembang di masyarakat kemudian diterima menjadi hukum.
Sementara itu magis religus maksudnya adalah hukum ada erat kaitannya dengan kepercayaan pada hal-hal yang gaib.
Dalam buku Hukum Adat: Perkembangan dan Pembaharuan (2018) karya Teuku Muttaqin Mansur, kepercayaan terhadap sifat ini muncul sebagai suatu pola pikir yang didasarkan pada religiusitas yaitu keyakinan masyarakat tentang adanya sesuatu yang bersifat sakral.
Sebelum masyarakat hukum adat bersentuhan dengan sistem hukum agama, religiusitas ini diwujudkan dalam berpikir yang prelogika, animistis, dan kepercayaan pada alam gaib yang menghuni suatu benda.
Baca juga: Perbedaan Hukum Kebiasaan dan Hukum Adat
Hukum adat bersifat magic religious adalah perilaku hukum atau kaidah-kaidah hukumnya berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang gaibatau berdasarkan pada ajaran ketuhanan yang maha esa.
Menurut kepercayaan bahwa di alam semesta benda-benda memiliki jiwa (animisme), benda tersebut bergerak (dinamisme), di sekitar manusia terdapat roh-roh halus yang mengawasi kehidupan manusia (malaikat, jin, iblis dan sebagainya) dan alam jagad ini ada karena diciptakan, yaitu Yang Maha Pencipta.
Sifat magis religius
Ada beberapa sifat magis relius yang dijelaskan oleh para ahli.
Menurut Kuntjara Ninggrat dalam Tolib Setiadi (2013:38), sifat magis religius dapat diidentifikasi melalui empat unsur, yakni:
- Kepercayaan kepada makhluk-makhluk halus, roh-roh dan hantu-hantu yang menempati seluruh alam semesta dan khusus terjadap gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, tubuh manusia, dan benda-benda lainnya.
- Kepercayaan kepada kekuatan sakti yang meliputi seluruh alam semesta dan khusus terdapat dalam peristiwa-peristiwa luar biasa, tumbuh-tumbuhan luar biasa, benda-benda yang luar biasa, dan suara-suara yang luar biasa.
- Kekuatan sakti dipergunakaan dalam berbagai ilmu gaib untuk mencapai kemauan manusia untuk menolak yang gaib.
- Timbulnya berbagai bahaya gaib hanya dapat dihindari atau dihindarkan dengan berbagai pantangan.
Baca juga: Asas Kesetaraan Gender Perlu Diperhatikan dalam RUU Masyarakat Hukum Adat
Sementara itu, Hilman Hadikusuma (2003:232) secara spesifik memasukan sifat ini sebagai sifat hukum delik adat (hukum pidana adat).
Dalam hukum pidana adat, sifat ini diinterprestasikan sebagai perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan atau yang menganggu keseimbangan masyarakat dikaitkan dengan keagamaan.
Dalam konteks Islam, perasaan religus antara lain diwujudkan dalam bentuk keyakinan pada perintah dan larangan Allah SWT.
Maka masyarakat menyakini bahwa setiap perbuatan, apapun bentuknya akan selalu mendapatkan imbalan dan hukuman dari Allah SWT.
Dalam buku Hukum Adat Dalam Perkembangannya (2020) karya Marhaeni Ria Siombo, Henny Wiludjeng, sifat magis religius ini merupakan kepercayaan masyarakat yang tidak mengenal pemisahan dunia lahir (fakta) dengan dunia gaib.
Baca juga: Sistem Hukum di Indonesia
Sifat ini mengharuskan masyarakat untuk selalu menjaga keseimbangan antara dunia nyata dan dunia gaib.
Setelah masyarakat adat mengenal agama, maka sifat religius tersebut diwujudkan dalam bentuk kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Masyarakat mulai mempercayai bahwa setiap perilaku akan ada imbalan dan hukuman dari Tuhan. Kepercayaan itu terus berlangsung dalam kehidupan modern hingga saat ini.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.