Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbagai Pergolakan di Dalam Negeri (1948-1965)

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/MUHLIS AL ALAWI
Yanto Eko Cahyono, warga Kabupaten Bantul, Yogyakarta menunjuk nama kakeknya, Insp Pol Suparbak yang terukir di Monumen Kresek (Monumen kekejaman pembantaian PKI) yang berada di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (0/10/2019). Yanto bersama istrinya mencari keberadaan makam kakeknya, Insp Pol Suparbak yang menjadi korban pembantaian PKI tahun 1948 di Madiun.
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia mengalami beberapa peristiwa pergolakan di dalam negeri. Puncaknya adalah peristiwa Gerakan 30 September atau dikenal dengan G30S. 

Sebelum peristiwa G30S, beberapa pemberontakan juga pernah terjadi di Indonesia. Berikut di antaranya: 

Peristiwa PKI Madiun 1946

Dilansir dari Sejarah Indonesia Modern (2008) karya MC Ricklefs, peristiwa PKI Madiun 1948 merupakan bentuk kekecewaan hasil perundingan Renville. Di mana Indonesia mendapat kerugian yang sangat besar.

Kekecewaan tersebut mengakibatkan PKI menginginkan kembali kekuasaan di bawah pemerintahan Amir Syariffudin. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam buku Lubang-Lubang Pembantaian PKI di Madiun (1990) karya Maksum, Amir yang merasa kecewa kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni 1948, di mana PKI menjadi salah satu yang tergabung di dalamnya.

Baca juga: Latar Belakang Pemberontakan PKI di Madiun

Muso dan Amir mendeklarasikan sebagai pemimpin kelompok tersebut. Muso dan Amir menggoyahkan kepercayaan masyarakat dengan menghasut dan membuat semua golongan menjadi bermusuhan dan mencurigai satu sama lain.

Untuk menumpas pemberontakan ini, pemerintah mengirim divisi Siliwangi I dan II di bawah pemerintahan Kolonel Soengkono dan Kolonel Soebroto.

Akibatnya beberapa tokoh PKI melarikan diri ke Tiongkok dan Vietnam, Muso terbunuh, dan Amir ditangkap kemudian dihukum mati pada 20 Desember 1948. 

Pemberontakan DI/TII

Awal pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) terjadi di Jawa Barat pada 7 Agustus 1949. Pemberontakan tidak hanya berhenti di situ saja, tetapi meluas hingga Aceh, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. 

Kartosuwirjo yang merupakan pemimpin DI/TII tidak mau mengakui pemerintah RI di Jawa Barat akibat penghapusan kesepakatan Perjanjian Renville. 

Pemerintah kemudian mengerahkan TNI untuk menumpas pemberontakan DI/TII dalam operasi Bratayudha dan Pagar Betis. AKibatnya, Sekarmadji Madijan Kartosoewirjo dijatuhi hukuman mati. 

Baca juga: PKI dan Perjuangan Pergerakan Nasional

Lihat Foto
Wikipedia
Kapten Raymond Westerling yang disebut terlibat dalam pembantaian di Sulawesi Selatan dan membentuk Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang menyerang Bandung pada 1950.
Pemberontakan APRA

Latar belakang pemberontakan APRA karena adanya friksi dalam tubuh Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). 

Raymond Wasterling yang saat itu menjabat sebagai pimpinan AngkatanPerang Ratu Adil (APRA) menyatakan bahwa Indonesia telah mengalami penjajahan Belanda dan Jepang. Sehingga membutuhkan kemakmuran seperti yang diramalkan Ramalan Jayabaya. 

Keganasan APRA yang telah membunuh 79 anggota APRIS atau Angkatan Perang RIS dan penduduk sipil, membuat APRIS mengejar segeromblan APRA.

Berkat APRIS, APRA gagal dalam menculik semua menteri dan Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX serta Pejabat Staf Angkatan Perang Kolonel TB. Simatupang. Hingga akhirnya Westerling meninggalkan Indonesia dan usaha APRA menjadi sia-sia.

Peristiwa Andi Aziz

Pemberontakan ini dipelopori oleh Andi Azis pada tahun 1950 yang dianggap sebagai mantan perwira KNIL. Latar bleakang peristiwa ini karena Andi Azisi ngin mempertahankan Negara Indonesia Timur.

Di samping itu faktor lainnya disebabkan adanya keinginan Andi Azis untuk menentang campur tangan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) terhadap konflik yang ada di Sulawesi Selatan.

Baca juga: Peristiwa G30S: Siapakah Sosok Letnan Untung?

Untuk menanggulangi pemberontakan ini, pemerintah meminta Andi Azis untuk melaporkan diri ke Jakarta agar dapat mempertanggungjawabkan yang sudah ia lakukan.

Setelah didesak oleh Sukawati selaku presiden Negara Indonesia Timur (negara bagian RIS pada tahun 1946-1950), akhirnya Andi Azis ditangkap.

Hingga kemudian tentara APRIS dan KL-KNIL melakukan baku tembak dan pemberontakan ini berakhir setelah Andi Azis meninggal dan KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) sebagai tentara Kerajaan Hindia Belanda meninggalkan Makassar.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi