Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peran Pers dalam Perjuangan Pergerakan Nasional

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/ ANTONY LEE
Kurator di Monumen Pers Nasional, Kota Solo, Jawa Tengah, menunjukkan salah satu edisi Medan Prijaji yang terbit tahun 1910. Medan Prijaji menjadi titik tolak penting media massa menyuarakan hak warga terjajah, sekaligus membentuk identitas sebagai satu bangsa di Hindia Belanda ketika itu.
Penulis: Gama Prabowo
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - Gagasan dan gerakan nasionalisme (kebangsaan) di Indonesia mulai tumbuh pada awal abad ke-20 M.

Terdapat banyak faktor yang mendorong timbulnya fenomena pergerakan nasionalisme pada awal abad ke-20 di Indonesia.

Dalam buku Munculnya Elit Modern Indonesia (1984) karya Van Niel, faktor yang mendorong timbulnya gerakan nasionalisme di Indonesia adalah :

Gagasan dan gerakan nasionalisme di Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan pers di Indonesia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Media Penyebaran Proklamasi Kemerdekaan

Dalam sejarahnya, pers menjadi salah satu media utama yang digunakan oleh golongan elit modern Indonesia dalam menyampaikan perlawanan, kritik terhadap kebijakan Belanda serta mobilisasi massa.

Lihat Foto
KOMPAS.com/ AKBAR BHAYU TAMTOMO
Infografis Tirto Adhi Soerjo.
Peran pers

Perkembangan pers bumiputra di Indonesia berkaitan erat dengan pengaruh perkembangan pers yang dikelola Belanda dan etnis Tionghoa.

Orang Belanda dan Tionghoa telah memanfaatkan pers untuk membela kepentingan sosial dan politik mereka. Tirto Adhi Soerjo adalah salah satu bumiputra yang sadar akan pentingnya pers dalam membela kepentingan sosial dan politik.

Pada tahun 1906, Tirto Adhi Soerjo mendirikan Sarekat Priyayi dan menerbitkan surat kabar Medan Prijaji di Bandung pada 1907. Selain itu, Tirto juga menerbitkan Poetri Hindia sebagai majalah perempuan pertama di Indonesia tahun 1908.

Baca juga: Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional

Kritik terhadap kebijakan Belanda dan perkembangan gagasan kebangsaan semakin ramai diberitakan pers bumiputra Nusantara menjelang 1920.

Di kawasan Sumatera, keberadaan surat kabar Oetoesan Melajoe (1913) dan Soeara Perempuan (1918) menjadi wadah untuk melawan kolonialisme di Indonesia bagian barat dengan semboyan kemerdekaan.

Dilansir dari Perhimpunan Indonesia dan Pergerakan Nasional (1993) karya John Ingleson, kritik dan perlawanan priyayi melalui pers mendapat tindakan represif dari Belanda sekitar dasawarsa kedua abad ke-20.

Pada tahun-tahun tersebut, banyak terjadi pemberedelan surat kabar dan penahanan tokoh pergerakan nasional seperti Ki Hadjar Dewantara, Ciptomangunkusumo, Abdul Moeis, Semaoen, Tirto Adhi Soerjo dll.

Tirto Adhi Soerjo pada 1912 diasingkan oleh Belanda ke Maluku karena kritik dan tulisan yang ia muat dalam surat kabar miliknya.

Baca juga: Pergerakan Nasional di Indonesia, Diawali Organisasi Budi Utomo

Selain itu, Ki Hadjar Dewantara juga ditangkap pada 1913 karena kritik tajamnya yang dimuat di surat kabar De Express yang berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya saya seorang Belanda).

Semaoen juga menerima nasib serupa, ia mengkritik kebijakan kolonial dengan haatzaai artikelen dan membuatnya dipenjara oleh pemerintah Belanda.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi