Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi Politik Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan

Baca di App
Lihat Foto
WIKIMEDIA COMMONS/Information Ministry/Davidelit
Suasana Konferensi Meja Bundar yang digelar di Den Haag, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sebagai negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Tanggal 17 Agustus 1950, lima tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan, Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Penulis: Gama Prabowo
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia menjalankan sistem pemerintahan dan politik secara mandiri tanpa adanya intervensi dari negara lain.

Kondisi politik Indonesia pasca pengakuan kedaulatan sangatlah dinamis. Hal tersebut dikarenakan umur dari negara yang masih muda sehingga menimbulkan gejolak-gejolak politik dalam negri. 

Sistem pemerintahan

Pasca Konferensi Meja Bundar, Indonesia menerapkan sistem pemerintahan federal. Hal tersebut dapat kita ketahui dari berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 27 Desember 1949.

Pembentukan RIS merupakan salah satu perjanjian yang disepakati oleh Indonesia dan Belanda pada KMB 1949.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilansir dari Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, pemerintahan RIS merupakan bentuk pemerintahan Federal yang dipimpin oleh presiden (Soekarno) sebagai kepala negara dan perdana mentri (Moh.Hatta) sebagai kepala pemerintahan.

Baca juga: Pengakuan Kedaulatan

Berikut merupakan pembagian negara dalam konstitusi RIS :

Terdapat tujuh negara bagian, yaitu:

  1. Republik Indonesia
  2. Negara Indonesia Timur
  3. Negara Madura
  4. Negara Jawa Timur
  5. Negara Sumatra Selatan
  6. Negara Sumatra Timur
  7. Negara Pasundan

Terdapat sembilan satuan negara, sebagai berikut:

  1. Kalimantan Timur
  2. Kalimantan Tenggara
  3. Dayak Besar
  4. Kalimantan Barat
  5. Banjar
  6. Jawa Tengah
  7. Belitung
  8. Riau
  9. Bangka

Pemerintahan RIS hanya berlangsung kurang dari satu tahun (Desember 1949 - Agustus 1950).

Baca juga: Bagaimana Indonesia Diakui Kedaulatannya sebagai Negara?

Hal tersebut dikarenakan bentuk pemerintahan RIS yang membagi Indonesia menjadi negara-negara bagian dianggap tidak sesuai dengan prinsip persatuan dan kesatuan. Pada 1950, RIS diganti dengan pemerintahan NKRI yang menerapkan kontitusi kesatuan.

Pemberontakan dan Gejolak Politik

Pemberontakan dan gejolak politik pasca pengakuan kedaulatan terjadi karena usia negara Indonesia yang masih ‘’muda’’ dan cenderung labil dalam penyelenggaraan negara.

Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI (1984) karya Marwati Djoened Poesponegoro, berdasarkan latar belakangnya, pemberontakan yang muncul pasca pengakuan kedaulatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu :

Pemberontakan jenis ini bertujuan untuk mengganti ideologi pancasila menjadi ideologi tertentu. Contoh dari pemberontakan karena konflik ideologi adalah Pemberontakan DI/TII (1949), Pemberontakan PKI 1948 dan Pemberontakan G 30 S PKI (1965).

Baca juga: Indonesia Menganut Teori Kedaulatan Rakyat

Pemberontakan jenis ini disebabkan karena adanya konflik kepentingan antara suatu kelompok/organisasi dengan pemerintah. Contoh dari pemberontakan karena konflik kepentingan adalah APRA (1949), Andi Azis (1950) dan RMS (1950).

Pemberontakan jenis ini disebabkan karena masalah pergantian sistem pemerintahan, dari federal ke negara kesatuan. Contoh dari pemberontakan jenis ini adalah PRRI (1958) dan Permesta (1957).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi