Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peran Komisi Tiga Negara dalam Konflik Indonesia-Belanda

Baca di App
Lihat Foto
Wikimedia Commons
Delegasi Indonesia dalam Perjanjian Renville. Dari kiri ke kanan: Johannes Latuharhary, Ali Sastroamidjojo, Agus Salim, Johannes Leimena, Setiadjit Soegondo, Amir Syarifuddin
Penulis: Gama Prabowo
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - PBB sebagai organisasi perdamaian Internasional juga turut ambil peran dalam permasalahan konflik antara Indonesia dan Belanda.

Pada tanggal 31 Juli 1947, Dewan Keamanan PBB mengadakan agenda sidang untuk membahas permasalahan Indonesia dan Belanda.

Dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, India, Australia, Amerika Sertikat, dan Uni Soviet sangat aktif dalam mendukung Republik Indonesia dalam sidang tersebut.

Sidang PBB pada tanggal 1 Agustus 1947 menghasilkan sebuah resolusi Dewan Keamanan PBB yang berisi seruan kepada Indonesia dan Belanda untuk menghentikan tembak menembak dan menyelesaikan konflik mereka dengan cara damai.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Agresi Militer Belanda I

Dewan Keamanan PBB menggunakan cara arbitrase (perwasitan) untuk menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda.

PBB membentuk sebuah komite bernama Komite Jasa Baik untuk Indonesia yang lebih dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN) pada 25 Agustus 1947.

Tiga negara perwakilan 

KTN dibentuk untuk menengahi konflik Indonesia dan Belanda. KTN terdiri dari tiga negara pilihan dari Indonesia dan Belanda, yaitu: 

Komisi Tiga Negara mulai bekerja secara efektif setelah anggotanya datang di Indonesia pada 27 Oktober 1947.

Tugas KTN tidak hanya dibidang politik, namun juga militer. Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia jilid VI (1993) karya M.J Poesponegoro dkk, Amerika Serikat sebagai pihak netral menyediakan kapal USS Renville sebagai alat keamanan PBB di Indonesia serta tempat perundingan antara Indonesia dan Belanda.

Baca juga: Dampak Perang Dunia II bagi Indonesia di Berbagai Bidang

 

KTN berhasil mengadakan perundingan pada 8 Desember 1947 di kapal USS Renville. Perundingan Renville dihadiri oleh Amir Syarifudin (Indonesia), R. Abdulkadir Wijoyoatmojo (orang Indonesia pro Belanda) dan Frank Graham (perwakilan KTN).

Pokok bahasan dalam perundingan Renville adalah upaya gencatan senjata dan penyelesaian masalah Garis Demarkasi Van Mook.

Pada 19 Januari 1948, Belanda dan Indonesia sepakat untuk menandatangani perjanjian Renville yang ternyata pada pelaksanaannya cukup merugikan Indonesia. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi