Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peristiwa Yogya Kembali

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Monumen Jogja Kembali di Yogyakarta, Senin (26/12/2011). Monumen ini dibangun untuk mengenang pertempuran enam jam pendudukan Yogyakarta sebagai ibu kota negara sementara oleh pasukan TNI yang dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret.
Penulis: Gama Prabowo
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - Agresi Militer Belanda II menyebabkan kecaman dari PBB dan Amerika Serikat yang merupakan kekuatan besar dunia.

Dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, Dewan Keamanan PBB menuntut pembebasan kabinet Republik Indonesia, pembentukan surat pemerintahan sementara dan penyerahan kedaulatan secara penuh kepada Indonesia sebelum 1 Juli 1950.

Tuntutan dari PBB dan Amerika Serikat diterima oleh Belanda dan Indonesia dengan mengadakan perjanjian Roem Royyen pada 14 April 1949-7 Mei 1949.

Perjanjian yang dilaksanakan di Hotel Indes Jakarta ini menghasilkan kesepakatan gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda serta pengembalian kekuasaan Ibu Kota Yogyakarta kepada Indonesia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain itu, Belanda juga mengundang Indonesia untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar yang akan digelar pada akhir tahun 1949.

Baca juga: Agresi Militer Belanda II

Ibu Kota Yogyakarta

Pengembalian Ibu Kota Yogyakarta serta bersatunya kembali kekuatan-kekuatan pemerintahan dan militer Republik Indonesia pasca Agresi Militer Belanda II sering disebut sebagai Peristiwa Yogya Kembali.

Pada tanggal 6 Juli 1949, pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta yang sudah ditinggalkan oleh pasukan Belanda sejak akhir bulan Juni 1949.

Soekarno, Hatta, Agus Salim dan jajaran kabinet lainnya tiba di landasan udara Maguwo dari pengasingannya di Bangka.

Setelah itu, rombongan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin oleh Syafrudin Prawiranegara juga tiba di Yogyakarta pada 10 Juli 1949. Rombongan pasukan gerilya Jendral Soedirman juga tiba di Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.

Baca juga: Agresi Militer Belanda I

 

Keberhasilan Indonesia untuk kembali menguasai Ibu Kota Yogyakarta tidak terlepas dari peran Sultan Hamengkubuwono IX. Dalam buku Hamengkubuwono IX : Pengorbanan Sang Pembela Republik (2016) karya Tempo, Sultan Hamengkubuwono IX menolak tawaran dari Belanda yang menjanjikan kekuasaan dalam skala besar kepada Kasultanan Yogyakarta.

Sultan Hamengkubuwono IX juga menegaskan bahwa Yogyakarta adalah bagian dari Republik Indonesia dan siap membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Pada 10 Juli 1949 diadakan upacara penyambutan resmi atas kembalinya para pemimpin-pemimpin RI di Ibu Kota Yogyakarta. Syafruddin Prawiranegara ditunjuk sebagai inspektur upacara dan didampingin oleh Jenderal Soedirman.

Baca juga: Peran Komisi Tiga Negara dalam Konflik Indonesia-Belanda

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi