Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perundingan Hooge-Veluwe (1946)

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Gischa Prameswari
Perundingan Hooge-Veluwe
Penulis: Gama Prabowo
|
Editor: Serafica Gischa

 

KOMPAS.com - Perundingan Hooge-Veluwe merupakan perundingan antara Indonesia dan Belanda yang berlangsung pada tanggal 14-24 April 1946 di Hooge-Veluwe, Belanda.

Dalam perundingan Hooge-Veluwe, pihak Indonesia dan Belanda membahas mengenai permasalahan status kenegaraan, kemerdekaan, dan wilayah Indonesia.

Munculnya perundingan Hooge-Veluwe disebabkan oleh kegagalan perundingan pendahuluan antara NICA (Belanda) dan Indonesia pada 23 Oktober 1945 di Jakarta.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam perundingan ini, Belanda menyampaikan keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara bawahan dalam persemakmuran Belanda.

Tim delegasi Indonesia tentu saja menolak keinginan Belanda tersebut. Bahkan, Indonesia menuntut pengakuan kedaulatan secara penuh dari pihak Belanda.

Baca juga: Diplomasi L.N Palar Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia

Draft Jakarta

Dalam buku Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 4: Periode Linggarjati (1978) karya A.H Nasution, sebelum pelaksanaan perundingan Hooge-Veluwe, Indonesia dan Belanda telah menandatangani naskah kesepahaman bernama Draft Jakarta pada 27 Maret 1946.

Dalam Draft Jakarta, Belanda mengakui secara de facto pemerintahan Indonesia yang meliputi Jawa dan Sumatera. Selain itu, Belanda juga sepakat untuk membahas gagasan hubungan sejajar antara Belanda dan Indonesia sebagai dua negara berdaulat.

Pada perkembangannya, naskah Draft Jakarta akan menjadi acuan dalam perundingan Hooge-Veluwe pada bulan April 1946.

Jalannya perundingan

Perundingan Hooge-Veluwe mulai dilaksanakan pada tanggal 14 April 1946. Dalam perundingan ini, Inggris menjadi penengah dengan mengirimkan Sir Archibald Clark Kerr.

Indonesia mengirimkan tiga delegasi yaitu, W. Soewandi, Sudarsono dan A.K Pringgodigdo. Sedangkan pihak Belanda mengirimkan Van Mook, Van Royen, Idenburg, Van Asbeck, Sultan Hamid II, Soeria Santoso, dan Logeman sebagai delegasinya.

Baca juga: Diplomasi Agus Salim dalam Memperjuangkan Kemerdekaan RI

Perundingan Hooge-Veluwe berjalan dengan panjang dan rumit. Hal tersebut disebabkan oleh tindakan Belanda yang membatalkan naskah Draft Jakarta secara sepihak.

Tim delegasi Belanda menganggap bahwa Draft Jakarta merupakan sebuah kesalahan karena tidak mencerminkan seluruh keinginan Belanda.

Tim delegasi Indonesia merasa sangat kecewa dengan tindakan Belanda tersebut. Pada akhirnya, perundingan Hooge-Veluwe mengalami kegagalan karena sikap inkonsisten dari tim delegasi Belanda.

Dalam buku Nasionalisme dan Revolusi Indonesia (2013) karya George McTurnan Kahin, kegagalan perundingan Hooge-Veluwe berkaitan dengan masalah politik yang sedang terjadi di internal kerajaan Belanda.

Mayoritas politisi Belanda masih menginginkan Indonesia menjadi wilayah bawahan kerajaan Belanda serta bersikeras untuk tidak mengakui kedaulatan Indonesia.

Baca juga: Diplomasi Sutan Sjahrir dalam Memperjuangkan Kemerdekaan RI

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi