Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pers di Era Orde Lama

Baca di App
Lihat Foto
Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin (depan, nomor dua dari kiri, mengenakan jas dan bercelana pendek), bersama Presiden Sukarno, Wapres Mohammad Hatta, dan menteri-menteri kabinet pertama, 4 Oktober 1945.
|
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com – Perkembangan pers Indonesia di era orde lama dibagi menjadi tiga masa, yaitu masa revolusi fisik, masa demokrasi liberal, dan masa demokrasi terpimpin.

Masa revolusi fisik merupakan masa di mana bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaannya.

Masa ini berlangsung dari tahun 1945 sampai 1949. Pada masa ini, pers dibagi menjadi dua golongan yaitu pers yang diterbitkan oleh tentara sekutu dan Belanda atau disebut Pers NICA serta pers yang diterbitkan oleh rakyat Indonesia atau disebut Pers Republik.

Kedua pers tersebut memiliki agenda yang berbeda. Pers Nica berisikan propaganda yang ditujukan untuk memengaruhi rakyat Indonesia agar menerima kembali Belanda untuk berkuasa di Indonesia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sementara Pers Republik berisi kobaran semangat untuk tetap mempertahankan kemerdekaan dan menentang upaya Belanda yang ingin menanamkan kekuasaannya kembali di Indonesia.

Baca juga: Kebebasan Pers di Indonesia

Pada masa revolusi fisik ini pula terjadi peristiwa penting terkait perkembangan pers di Indonesia.

Peristiwa tersebut yaitu didirikannya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada tanggal 9 Februari 1946 dan didirikannya Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) pada tanggal 8 Juni 1946.

Kedua organisasi tersebut memegang peranan penting dalam sejarah pers Indonesia. Sejak dua organisasi tersebut berdiri, berbagai surat kabar mulai bermunculan di Indonesia.

Kemunculan berbagi pers pada masa revolusi fisik ini hanya memiliki satu tujuan, yaitu membantu pemerintah untuk berjuang mengusir penjajah.

Tujuan tersebut berbuah manis ketika dunia internasional mengakui kedaulatan Indonesia pada Desember 1949. Pengakuan kedaulatan Indonesia oleh dunia internasional menjadi awal kebebasan pers di era orde lama.

Masa demokrasi liberal

Setelah pengakuan kedaulatan oleh dunia Internasional, sistem pemerintahan Indonesia berubah menjadi sistem parlementer yang berpaham liberal atau dikenal dengan demokrasi liberal. Masa ini berlangsung dari tahun 1950 sampai tahun 1959.

Baca juga: Peran Pers dalam Negara Demokrasi

Perubahan sistem pemerintahan tersebut berdampak pula pada perubahan sistem pers di Indonesia. Sistem pers nasional akhirnya menganut sistem liberal juga, yang erat kaitannya dengan kebebasan.

Kebebasan tersebut tercermin dari perubahan fungsi pers di Indonesia. Apabila di masa revolusi fisik pers digunakan sebagai alat untuk mempertahankan kemerdekaan, maka pada masa demokrasi liberal ini pers digunakan sebagai alat komunikasi partai politik.

Pemberitaan pers pada masa ini didominasi oleh kepentingan partai politik. Hal ini bisa terjadi karena bantuan pendanaan yang dilakukan oleh partai politik terhadap perusahaan pers.

Akibatnya, pers cenderung menjadi partisan dan menjadi alat perjuangan partai politik. Bahkan pemberitaan pers pada masa ini diwarnai dengan pertentangan antarpartai politik yang muncul di halaman-halaman media cetak.

Septiawan Santana dalam bukunya Jurnalisme Kontemporer (2017), menjelaskan bahwa meskipun pers pada masa ini digunakan sebagai alat komunikasi partai politik, para pengamat menilai masa ini merupakan masa emas kebebasan pers di Indonesia.

Bahkan kebebasan pers di Indonesia pada masa ini mendapat pujian dunia internasional, yakni dari Majalah IPI-Report (International Press Institue), terbitan oktober 1952.

Baca juga: Peran Pers dalam Perjuangan Pergerakan Nasional

Masa demokrasi terpimpin

Kebebasan pers yang berlangsung pada masa demokrasi liberal tidak berlangsung lama. Berbagai gejolak politik yang terus terjadi akhirnya membuat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.

Pada masa demokrasi terpimpin, Presiden Soekarno memegang kekuasaan tunggal dan membubarkan konstituante.

Presiden Soekarno mulai bertindak otoriter, termasuk pada pers. Kritik terhadap pemerintah mulai melunak dan kebebasan pers perlahan mulai tergerus pada masa demokrasi terpimpin.

Dalam buku Perkembangan Pers di Indonesia (2010) karya Akhmad Efendi, dijelaskan bahwa masa demokrasi terpimpin merupakan masa terburuk bagi kebebasan pers di era orde lama.

Pada masa ini, pers diatur secara ketat dan harus berfungsi sebagai alat revolusi pemerintah. Pers juga digunakan untuk mendukung keberadaan pemerintah serta kebijakan-kebijakannya.

Baca juga: Kode Etik Jurnalistik: Definisi dan Isinya

Masa demokrasi terpimpin merupakan masa berkuasanya pers komunis dan pers simpatisan-simpatisannya. Sebab pers komunis merupakan pers yang mendukung Ideologi Nasakom, yaitu ideologi yang diinginkan Soekarno.

Pers lainnya yang menentang rezim Soekarno atau tidak mendukung Ideologi Nasakom akan diasingkan, bahkan dibredel (pencabutan izin terbit). Pengekangan terhadap pers ini berlangsung hingga runtuhnya pemerintahan orde lama.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi