KOMPAS.com - Periode sastra angkatan Balai Pustaka lekat dengan bahasa Melayu. Periode sastra angkatan ini muncul pada masa penjajahan belanda, sekitar tahun 1920-1930an.
Dilansir dari Pengkajian Prosa Fiksi (2017) karya Andri Wicaksono, Balai Pustaka atau Kantor Bacaan Rakyat merupakan suatu lembaga penerbitan yang didirikan oleh Belada tidak semata-mata untuk kepentingan penerbitan sastra, akan tetapi juga ada suatu usaha untuk tidak menerbitkan karya sastra liar pada zaman tersebut.
Karya-karya sastra angkatan Balai Pustaka antara lain:
Novel Sitti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli
Novel ini sering dikenal juga dengan Kasih Tak Sampai. Bercerita tentang seorang gadis bernama Sitti Nurbaya, yang hidup bersama ayahnya. Mereka dililit hutang dan harus membayar pada seorang saudagar bernama Datuk Maringgih.
Karena tidak sanggup membayar, Sitti dipaksa menikah dengan Datuk Maringgih. Novel tersebut berlatar di Padang, Sumatra Barat.
Novel Azab dan Sengsara (1920) karya Merari Siregar
Novel ini bercerita tentang kisah cinta Mariamin dan Aminu’ddin. Cinta mereka terhalau adat dan budaya yang begitu kaku. Keluarga Aminu’ddin menolak pernikahannya dengan Mariamin, karena perempuan itu miskin. Pernikahan pada zaman itu menuntut kelas dan strata sosial yang setara. Pada akhirnya, hubungan Mariamin dan Aminu’ddin kandas.
Baca juga: Periode Sastra Balai Pustaka
Kumpulan syair Nyanyi Sunyi (1937) karya Amir Hamzah
Nyanyi Sunyi merupakan uangkapan atas rasa sunyi dan kerinduan terhadap kampung halaman. Dalam kumpulan syair ini, Amir Hamzah juga banyak mengungkapkan perasaan cinta dan kekaguman pada seorang kekasih.
Hanya beberapa yang berisi ratapan pada ibu dan ketuhanan. Syair-syair Nyanyi Sunyi ditulis dalam bahasa Melayu tinggi, seperti syarat yang ditentukan Balai Pustaka.
Kumpulan cerpen Teman Duduk (1936) karya M Kasim
Teman Duduk bisa dibilang adalah kumpulan cerpen pertama di Indonesia. M Kasim mengemas kisah sehari-hari dengan singkat dan terkesan lucu.
Penulisan karyanya tersebut dilatarbelakangi oleh kegemarannya mendengar cerita rakyat yang disampaikan secara lisan saat masa kanak-kanaknya. Ia menampilkan tokoh-tokoh yang dekat dengan masyarakat dalam cerpennya.
Novel Apa Dayaku karena Aku Perempuan (1922) karya Nur Sutan Iskandar
Novel ini menceritakan seorang perempuan bernama Ani. Kisahnya berlatar budaya Minangkabau. Ceritanya menekankan pertentangan antara kaum muda dan kaum tua. Ani dan kekasihnya ingin menikah di usia yang sudah matang dan dapat mandiri secara finansial.
Namun ayah Ani dan tetua adat menentangnya. Mereka menganggap menikah di usia dewasa adalah adat penjajah. Terjadi pergulatan batin yang kuat pada tokoh utama.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.