Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Honai, Rumah Adat Provinsi Papua

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/AGUS SUSANTO
ILUSTRASI: Warga Papua, Ruben Wetipo (paling kanan) bersama anak-anaknya di depan honai (rumah adat Papua) di Kampung Wouma, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Minggu (29/4/2012). Kaum laki-laki tidur dalam satu honai yang disebut honai pilamo.
Penulis: Ari Welianto
|
Editor: Ari Welianto

KOMPAS.com - Papua merupakan provinsi yang terletak di bagian paling timur wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Papua terkenal dengan budayanya yang beranekaragam, salah satunya adanya rumah adat dengan nama Honai.

Honai merupakan rumah adat Papua khususnya di Bagian Pengunungan. Di mana bentuk dasar rumah Honai adalah lingkaran dengan rangka dari kayu dan berdinding anyaman serta atap kerucut yang terbuat dari jerami.

Dikutip dari buku Suku Bangsa Dunia dan Kebudayaannya (2013) karya Pram, Honai adalah rumah adat suku Dani yang ukurannya tergolong mungil. Bentuknya bundar, berdinding kayu, dan beratap jerami.

Suku Dani adalah suku sebuah suku yang mendiami satu wilayah di Lembah Baliem, Papua.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, ada pula yang bentuknya persegi panjang. Rumah jenis tersebut dinamai Ebe'ai.

Baca juga: Rumah Bubungan Lima, Rumah Adat Provinsi Bengkulu

Perbedaan Honai dan Ebe'ai terletak pada jenis kelamin penghuninya. Honai dihuni oleh laki-laki, sedangkan Ebe'ai dihuni oleh perempuan.

Kompleks Honai tersebar hampir di seluruh pelosok Lembah Baliem yang luasnya 1.200 kilometer persegi.

Meski bentuk rumah Honai bundar dan begitu mungil, sehingga kita tidak bisa berdiri di dalamnya. Jarak dari permukaan rumah sampai langit-langit hanya sekitar 1 meter.

Di dalam Honai ada satu perapian yang terletak persis di tengah. Atap jerami dan dinding kayu rumah Honai ternyata membawa hawa sejuk ke dalam Honai.

Kalau udara dirasa sudah terlalu dingin, seisi rumah akan dihangatkan oleh asap dari perapian.

Bagi suku Dani, asap dari kayu bakar sudah tidak aneh lagi dihisap dalam waktu lama. Selama pintu masih terbuka, oksigen masih mengalir kencang.

Baca juga: Nuwo Sesat, Rumah Adat Provinsi Lampung

Fungsi rumah Honai

Rumah Honai memiliki berbagai fungsi, yakni:

  1. Sebagai tempat tinggal
  2. Tempat menyimpan alat-alat perang
  3. Tempat mendidik dan menasehati anak-anak lelaki agar bisa menjadi orang berguna di masa depan
  4. Tempat untuk merencanakan atau mengatur strategi perang agar dapat berhasil dalam pertempuran atau perang
  5. Tempat menyimpan alat-alat atau simbol dari adat orang Dani yang sudah ditekuni sejak dulu.

Honai juga memiliki fungsi lain, di mana ada Honai yang khusus untuk menyimpan umbi-umbian dan hasil ladang, semacam lumbung untuk menyimpan padi.

Ada juga yang khusus untuk pengasapan mumi. Itu bisa ditemukan di Desa Kerulu dan Desa Aikima, tempat dua mumi paling terkenal di Lembah Baliem.

Baca juga: Cerita Singkat Budaya Khas DKI Jakarta

Lihat Foto
KOMPAS.com/Mutia Fauzia
Kondisi honai atau rumah adat Papua sebelum ada penerangan dari Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) di Kampung Kasen, Distrik Puldama, Kabupatem Yahukimo. Warga mengandalkan bara perapjan sebagai penerang sekaligus penghangat ruangan.
Bagian rumah Honai

Dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), bentuk bangunan honai adalah bulat atau bundar dengan diameter 4-6 meter, ditopang oleh 4 tiang utama (heseke) dan tiang-tiang penyangga yang kokoh kuat dengan tinggi 5-7 meter.

Terdiri dari 2 bagian, yakni lantai dasar (agarawa) dan lantai atas atau loteng (henaepu).

Bangunan honai yang bulat dirancang untuk menghindari cuaca dingin karena tiupan angin kencang.

Didirikan rapat ke tanah dengan alas (lantai) langsung ke tanah juga lalu ditutupi rumput-rumput kering (jerami).

Setiap honai biasanya dapat menampung sekitar 10 hingga 15 orang. Honai biasanya dapat bertahan sebelum diganti selama 5 hingga 12 bulan.

Membangun honai adalah tugas para lelaki Dani dan tugas itu mereka kerjakan secara bergotong royong. Tradisi tersebut masih tetap bertahan hingga sekarang.

Baca juga: Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam Kalender

Honai ditopang oleh 4 tiang utama yang disebut heseke, yang ditancapkan di tanah dengan jarak tertentu (kira-kira 1 meter) sehingga berbentuk bujur sangkar.

Di tengah-tengah tiang utama inilah ditempatkan tungku api yang disebut wulikin yang berbentuk bulat.

Suatu honai dibuat loteng sehingga terbagi menjadi dua kamar, di bagian atas disebut henaepu sebagai tempat tidur dan bagian bawah disebut agarowa sebagai tempat untuk beristirahat, bercerita atau bercengkerama, dan makan.

Bagian loteng atau lantai atasnya rangkanya dibuat dengan kayu-kayu buah dan dialasi anyaman kayu lokop (semacam bambu yang sangat kecil) serta dapat dialas lagi dengan jerami atau rumput kering.

Pintu honai hanya satu, berukuran kecil dan pendek sehingga orang keluar dan masuk dengan posisi merangkak.

Di bagian kiri atau kanan pintu masuk terdapat pintu menuju ke loteng.

Baca juga: Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam Kesenian

Sebagai alas duduk atau alas tidur adalah sawuleka yang diambil dari alang-alang pilihan yang disebut yeleke.

Alas atau penutup lantai berupa jerami juga dapat diganti sesuai kebutuhan sama halnya dengan alang-alang penutup atap

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi