KOMPAS.com - Tari Gending Sriwijaya merupakan salah satu tradisional yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.
Tari Gending Sriwijaya adalah tari yang biasanya ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu.
Namun, sekarang tari Gending Sriwijaya banyak ditampilkan di berbagai kegiatan, seperti pernikahan, perhelatan budaya, atau pertemuan-pertemuan.
Dikutip dari buku Sumatera Selatan Memasuki Era Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua (1993), tari Gending Sriwijaya adalah salah satu tarian adat Bumi Sriwijaya yang dipersembahkan untuk menyambut tamu agung yang berkunjung ke daerah Sumatera Selatan.
Saat menari, para penari memakai pakaian adat Aessan Gede (hiasan kebesaran) yang terdiri dari mahkota, kain songlet dilengkapi dengan perhiasan lainnya, seperti gelang atau kalung.
Di mana pada ujung jarinya dipakai tanggal, yaitu perlengkapan menari berbentuk kuku panjang yang terbuat dari logam kuning emas yang merupakan penjelma bidadari dari kayangan.
Baca juga: Tari Piring, Tarian Tradisional Khas Minangkabau
Tiga orang di antaranya membawa tombak dan seorang penyanyi, jumlah semua penari adalah sembilan orang dan seorang penari yang paling depan membawa sebuah tepak (kotak sirih) berisi daun sirih, tembakau, pinang, kapur, dan gambir.
Dua orang di kiri dan kanan membawa pridon, yaitu tempat berludah untuk orang yang makan sirih.
Tamu yang dihormati diharapkan mengambil siri di dalam tempat tersebut.
Sejarah tari Gending Sriwijaya
Tari Gending Sriwijaya merupakan tarian khas Sumatera Selatan. Secara harafiah, Gending Sriwijaya berati "Irama Kerajaan Sriwijaya".
Tarian tradisional tersebut melukiskan kegembiraan gadis-gadis Palembang saat menerima kunjungan tamu yang diagungkan.
Ungkapan bahagia ditunjukan dengan membawa Tepak yang berisi kapur, sirih, pinang dan ramuan lainnya yang akan dipersembahkan kepada tamu dengan diiringi Gamelan dan lagu Gending Sriwijaya.
Baca juga: Tari Saman, Tarian Tradisional Khas Aceh
Dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), munculnya tarian tersebut berawal dari permintaan pemerintah Jepang yang ada di Karesidenan Palembang kepada Hodohan (Jawatan Penerangan Jepang) untuk menciptakan sebuah lagu dan tari untuk menyambut tamu yang berkunjung ke Sumatera Selatan secara resmi.
Permintaan tersebut mulai digagas sejak akhir 1942 hingga 1943. Sempat tertunda beberapa waktu karena berbagai persoalan politik baik di Jepang maupun Indonesia.
Sempat tertunda, akhirnya pada OKtober 1943 gagasan mencari lagu ditindaklanjuti kembali. Kemudian Letkol O.M. Shida memerintahkan Nuntjik A.R. (Wakil Kepala Hodohan pengganti M.J. Su’ud) yang saat itu sudah dikenal sebagai seorang sastrawan dan wartawan.
Selanjutnya mengajak Achmad Dahlan Mahibat, seorang komponis putra Palembang asli yang pandai bermain biola dari kelompok seni (toneel) Bangsawan Bintang Berlian dibawah pimpinan pasangan suami isteri Haji Gung dan Miss Tina, untuk bersama-sama menggarap lagu tersebut.
Pada Kamis, 2 Agustus 1945, dalam rangka menyambut pejabat-pejabat Jepang dari Bukit Tinggi yang bernama Moh. Syafei dan Djamaludin Adi Negoro, Tari Gending Sriwijaya secara resmi ditampilkan.
Inilah kali pertama tari Gending Sriwijaya pertama kali ditampilkan.
Baca juga: Iringan Tari Daerah Nusantara
Pada saat pergelaran tari Gending Sriwijaya pertama kali digelar dibawakan oleh sembilan penari muda dengan berbusana Adat Aesan Gede, Selendang Mantri, Paksangkong, Dodot dan Tanggai (kuku).
Di masa Kemerdekaan Indonesia, menjadikan Gending Sriwijaya sebagai tarian untuk menyambut tamu-tamu resmi pemerintahan yang berkunjung ke Sumatera Selatan.
Ketentuan tari Gending Sriwijaya
ketentuan-ketentuan yang disepakati, sesuai dengan tuntunan konsep dalam tarian adalah sebagai berikut:
1. Jumlah penari sebenarnya berjumlah 9 orang, ditambah pendukung boleh menjadi 17 orang dan boleh juga dikurangi menjadi 11 orang pada barisan belakang.
2. Barisan penariyang terdepan sambil membawa tepak yang berisi sirih, pinang berjalan dengan gaya menari menuju ke tempat Pembesar yang akan dihormati.
Apabila telah sampai, maka tepak itu dipersembahkan kepada Pembesar yang dimaksud.
Tepak ini berisi sirih, pinang, kapur dan gambir yang merupakan suatu kunyahan, lalu si pembesar mengambil sirih sekapur dan dikunyahnya.
Baca juga: Fungsi Iringan Tari
3. Setelah selesai adegan tersebut dilakukan, maka penari-penari menghaturkan sembah kehormatan dengan gaya tarinya sambil surut ke belakang menjadi satu barisan.
Kemudian diiringi lagu gending mereka masuk ke ruangan tempat asal mula mereka keluar hingga lagu gending selesai.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.