Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tari Cakalele, Tarian Perang Khas Maluku

Baca di App
Lihat Foto
Antara/JIMMY AYAL
Sekelompok pemuda Maluku memperagakan tarian Cakalele. Tarian yang sama dilakoni Martha Christina Tiahahu saat melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda.
Penulis: Ari Welianto
|
Editor: Ari Welianto

KOMPAS.com - Tari Cakalele merupakan salah satu tari perang yang terkenal dari Indonesia. Tari Cakalele adalah tarian khas masyarakat Maluku.

Tari Cakalele adalah salah satu bentuk atraksi seni yang melambangkan, rasa keberanian, ketangkasan, keperkasaan dan rasa persekutuan.

Dikutip dari buku Mengenal Tarian dan Seni Maluku dan Halmahera (2010) karya M.Noor Said, tari Cakalele merupakan tari perang yang secara umum mempunyai jumlah penari sebanyak 5 sampai 30 penari.

Tari Cakalele menggambarkan perjuangan rakyat Maluku dalam membela kebenaran.

Bahkan tari perang tersebut pada awalnya dipertunjukkan untuk memberikan semangat kepada para pasukan dalam melawan penjajah.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut cerita jika tarian ini merupakan penghormatan atas nenek moyang bangsa Maluku yang merupakan pelaut.

Baca juga: Tari Giring-Giring, Tarian Tradisional Khas kalimantan Tengah

Sebelum mengarungi lautan, para pelaut mengadakan ritual dengan mengadakan pesta makan, minum, dan berdansa.

Mereka percaya jika dengan ritual yang melibatkan tarian Cakalele akan mendapatkan restu dari arwah leluhur.

Ketika menarikan tarian tersebut, penari mengenakan pakaian perang. Pakaian yang dikenakan penari laki-laki lebih banyak didominasi warna-warna terang, yakni merah dan kuning tua.

Sementara untuk penari wanita (mai-mai) mengenakan pakaian yang berwarna putih.

Kelengkapan tari Cakalele

Sebagai kelengkapan saat menari, penari laki-laki dilengkapi dengan pedang yang digenggam oleh tangan dan salawaku (perisai). Sedangkan untuk penari wanita membawa sapu tangan (lenso) di kedua tangannya.

Baca juga: Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Bapak Pramuka Indonesia

Pakaian dan kelengkapan yang dikenakan penari laki-laki memiliki lambang yaitu pakaian berwarna merah yang melambangkan jiwa kepahlawanan.

Bahwa penduduk Maluku mempunyai keberanian dan patriotisme saat melawan musuh.

Pedang melambangkan harga diri penduduk Maluku yang harus dipertahankan. Tameng serta teriakan lantang dalam tarian tersebut melambangkan protes kepada sistem pemerintahan yang tidak memihak kepada masyarakat.

Saat ini menari, penari menggunakan tutup kepala yang dihiasi oleh bulu burung Cendrawasih atau kain.

Burung cenderawasih menjadi sangat penting bagi orang Banda, terutama dalam tatanan adat dan budaya terutama dari tradisi tari mereka.

Karena tarian Cakalele tidak bisa ditarikan jika burung cenderawasih tidak terpasang di kepala sang penari.

Selain penari Cakalele, dalam setiap tari Cakalele juga diiringi oleh pemegang umbul-umbul, dan para pembantu lainnya.

Baca juga: 65 Nama Tari di Indonesia dan Asal Daerahnya

Para penari yang berpasangan ini menari dengan diiringi musik tifa, suling, dan bia (instrumen tiup dari kerang).

Penari akan tampil dalam gerak sesuai dengan lagu sebagai suatu perwujudan dari jiwa patriotis dan semangat heroik

Tari Cakalele merupakan tarian yang sakral. Dilansir dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemdikbud), tarian perang tersebut tidak dapat dipentaskan oleh orang luar, yang bukan bagian dari masyarakat adat di desa-desa kepulauan Banda.

Tarian tersebut hanya boleh dilakukan oleh anak-anak adat desa setempat, Tidak semua desa di kepulauan Banda memiliki tarian Cakalele karena tarian Cakalele hanya dimiliki oleh desa-desa adat.

Fungsi tari Cakalele

Saat ini tarian tersebut lebih sering dipertunjukkan untuk menyambut tamu agung dan acara-acara adat.

Baca juga: Jenis Tata Rias Seni Tari

Tari Cakalele tidak dapat setiap saat dipertunjukkan. Karena banyaknya personel dan kelengkapan serta persiapan yang dibutuhkan dengan biayanya tinggi waktu lama.

Penari yang dibutuhkan bisa mencapai 30 orang. Selain itu terdapat penabuh gendang, pemuluk gong, pemegang umbul-umbul, serta pemuka adat dalam pasangan suami istri.

Secara adat fungsi-fungsi mereka tidak dapat diubah dan diganti oleh personel lain. Karena Cakalele adalah sebuah keutuhan adat yang sarat dengan ritual dan mistik.

Pada saat atraksi cakalele untuk penyambutan tamu jarang untuk menggunakan parang, tetapi telah dikreatif menggunakan umbul-umbul yang terbuat dari daun nipa atau daun kelapa.

Kostum yang digunakan ketika untuk upacara adat harus menggunakan pakaian adat. 

Sementara dilakukan untuk menyambut tamu, dengan pakaian yang sudah di kreatif sesuai dengan pakaian adat. Setiap tarian Cakalele, selalu ada pemimpin atau Kapitannya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi