Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tari Bedhaya Ketawang, Tarian Sakral Keraton Kasunanan Surakarta

Baca di App
Lihat Foto
Tribunnews.com
Tari Bedhaya Ketawang Keraton Surakarta
Penulis: Ari Welianto
|
Editor: Ari Welianto

KOMPAS.com - Tari Bedhawa Ketawang merupakan tarian sakral atau suci yang dimiliki oleh Keraton Kasunanan Surakarta yang memiliki sarat makna.

Tari Bedhawa Ketawang sebuah tari lambang kebesaran yang hanya ditarikan ketika upacara peringatan kenaikan atau penobatan tahta raja atau disebut Tingalandelam Jumenang.

Dilansir dari situs Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tari Bedhaya Ketawang adalah tarian kebesaran yang hanya dipertunjukkan ketiak penobatan serta peringatan kenaikan tahta raja di Keraton Kasunanan Surakarta.

Tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian sakral yang suci bagi masyarakat dan Keraton Kasunan Surakarta.

Nama Tari Bedhawa Ketawang diambil dari kata "bedhaya" yang memiliki arti penari wanita di istana. Kata "ketawang" berasal dari kata tawang yang berati langit.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata ketawang melambangkan suatu yang tinggi, suci, dan tempat tinggal para dewa. Para penarinya dilambangkan seperti letak bintang kalajengking yang jumlahnya sembilan.

Baca juga: Tari Cokek, Tari Tradisional Masyarakat Betawi

Sejarah tari Bedhaya Ketawang

Tari Bedhaya Ketawang juga menjadi salah satu pusaka warisan leluhur yang dimiliki raja dan merupakan konsep legitimasi raja.

Gerakan tarian tersebut mengandung makna falsafah yang tingga. Sehingga masih berjalan sesuai dengan pakem hingga saat ini.

Tari Bedhaya Ketawang sudah ada pada zaman Kerajaan Mataram yang dipimpin Sultan Agung Hanyakrakusuma pada 1623-1645.

Menurut cerita, pada saat memerintah Sultan Agung melakukan ritual semedi lalu mendengar suara senandung dari arah langit.

Suara tersebut membuat Sultan Agung terkesima, kemudian memanggil para pengawal dan mengutarakannya.

Pengawal tersebut yaitu Panembahan Purbaya, Kyai Panjang Mas, Pangeran Karang Gayam II serta Tumenggung Alap-Alap.

Dari kejadian itu kemudian Sultan Agung menciptakan tarian yang diberi nama bedhaya ketawang.

Baca juga: Tari Sekapur Sirih, Tari Penyambutan Tamu Khas Jambi

Versi lain munculnya Tari Bedhaya Ketawang, di mana dalam pertapaannya Panembahan Senapati bertemu dan memadu kasih dengan Ratu Kencanasari atau Kanjeng Ratu Kidul yang kemudian menjadi cikap bakal tarian Bedhaya Ketawang.

Tapi setelah perjanjian Giyanti pada 1755, dilakukan pembagian harta warisan Kesultanan Mataram kepada Pakubuwana III dan Hamengkubuwana I.

Selain pembagian wilayah, dalam perjanjian tersebut ada pembagian warisan budaya. Tari Bedhaya Ketawang akhirnya di berikan kepada Keraton Kasunanan Surakarta.

Dalam perkembangannya tarian tersebut tetap dipertunjukan pada saat penobatan dan upacara peringatan kenaikan tahta sunan Surakarta.

Tari Bedhaya Ketawang menggambarkan hubungan asmara kanjang Ratu Kidul dengan Raja Mataram. Semua itu diwujudkan pada gerak tari.

Kata-kata yang terkandung pada tembang pengiring menggambarkan curahan hati kanjeng Ratu Kidul kepada sang raja.

Baca juga: Ras Kaukasoid: Subras dan Ciri-Cirinya

Lihat Foto
Tribunnews.com
Tari Bedhaya Ketawang Keraton Surakarta
Makna tari Bedhaya Ketawang

Dikutip dari buku Tari Bedhaya dan Bedhayan, Kajian Idielogi dan Historis (2021) karya Sawitri, tari Bedhaya Ketawang merupakan satu tarian khusus yang dianggap sakral sebagai lambang kebesaran raja.

Tari Bedhawa Ketawang adalah tarian tradisional keraton yang sarat makna dan erat hubungannya dengan upacara adat, sakral, religi.

Tari sakral tersebut dapat diklasifikasikan pada tarian yang mengandung unsur dan makna yang erat hubungannya dengan upacara adat, sakral atau religius, dan tarian percintaan.

  • Adat upacara

Tari Bedhaya Ketawang buka tarian yang tidak bisa untuk dipertontonkan semata-mata.

Karena hanya ditarikan untuk sesuatu yang khusus dan dalam suasana yang resmi sekali, seperti saat upacara kenaikan tahta raja ataupun saat penobatan serta pemilihan raja baru.

Pada saat upacara tari Bedhaya Ketawang berlangsung tidak ada hidangan yang keluar dan tidak boleh menyalakan rokok.

Karena bisa menganggu jalannya upacara dan suasana tidak menjadi khidmat lagi.

Baca juga: Bentuk Kerja Sama ASEAN di Bidang Pendidikan

  • Sakral atau religius

Tari Bedhaya Ketawang dipandang sebagai suatu ciptaan raja atau ratu makhluk halus.

Bahkan orang pun percaya bahwa setiap kali tari Bedhaya Ketawang dipagelarkan baik untuk latihan atau pergelaran, Kanjeng Ratu Kidul ikut hadir di tengah-tengah mereka dan ikut menari serta membetulkan kesalahan dari penari yang menarikan tarian tersebut.

Kehadiran beliau tidak setiap orang dapat melihatnya, hanya mereka yang peka saja dapat melihat kehadirannya.

Maksud religius dalam tari Bedhaya Ketawang adalah ada dugaan bahwa pada mulanya Bedhaya merupakan untuk pemujaan di candi-candi dengan suasana yang religius.

  • Tarian percintaan

Tari Bedhaya Ketawang melambangkan curahan cinta asmara. Di sini terlukis dalam gerak gerik tangan serta seluruh bagian tubuh dari penari.

Tari tersebut munculnya nilai magis. Magis disini bukan dalam segi negatif tapi segi positif.

Baca juga: Asas Pokok Demokrasi

Bahwa tari Bedhaya Ketawang menggambarkan Tuhan memberikan pertolongan kepada Kerajaan Mataram untuk membina.

Karena Panembahan Senopati pada waktu bertapa di tepi samudera hanya mempunyai satu tujuan untuk meminta kepada Tuhan bagaimana agar diberikan keselamatan.

Tarian ini biasanya di mainkan oleh sembilan penari wanita.

Ada beberapa syarat yang dimiliki oleh penari, yaitu penari harus seorang gadis dan tidak sedang haid.

Jika sedang haid, penari tetap diperbolehkan menari tapi harus meminta izin kepada Kanjeng Ratu Kidul dengan dilakukan caos dhahar di Panggung Sangga Buwana Keraton Surakarta.

Selanjutnya adalah suci secara batiniah dengan cara berpuasa selama beberapa hari sebelum pergelaran.

Pertunjukkan tari Bedhaya Ketawang diiringi oleh musik gending ketawang gedhe dengan nada pelog.

Baca juga: 3 Sumber Hukum Primer Hukum Internasional

Instrumen yang di gunakan diantaranya adalah kethuk, kenong, gong, kendhang dan kemanak. Iramanya pun terdengar lebih halus.

Dalam Tari Bedhaya Ketawang dibagi menjadi tiga babak (adegan). Di tengah tarian nada gendhing berganti menjadi slendro selama 2 kali, setelah itu nada gending kembali lagi ke nada pelog hingga tarian berakhir.

Busana tari Bedhaya Ketawang

Busana yang digunakan penari saat menari Bedhaya Ketawang adalah busana para pengantin perempuan Jawa, yaitu dodot ageng atau disebut basahan.

Pada rambut menggunakan gelung bokor mengkurep, yaitu gelungan yang ukurannya lebih besar dari gelungan gaya Yogyakarta.

Untuk aksesoris perhiasan yang digunakan seperti centhung, garudha mungkur, sisir jeram saajar, cundhuk mentul, dan tiba dhadha (rangkaian bunga yang dikenakan pada gelungan yang memanjang hingga dada bagian kanan).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi